-I-17

59 13 4
                                    

"DIA belum bangun juga?" Suara yang hangat dan penuh kekhawatiran.

"Tidur selama dua puluh jam. Apa Ayah pikir dia sedang baik-baik saja ketika tidur selama itu?" Suara berbeda, yang seharusnya aku kenal seperti telapak tanganku sendiri.

"Kalau saja kau menghentikannya..." Nada frustasi dan penuh penyesalan kental terdengar di dalamnya.

"Kalau aku tahu caranya, akan aku lakukan!" Ya, aku mengenal suara serak ketika berteriak itu.

"Nathan! Jaga nada bicaramu pada ayahmu." Nada memerintah, menakutkan sekaligus menenangkan. Bibi.

"Satu-satunya cara menghentikan penglihatannya hanya membuatnya pingsan, atau ia menariknya sendiri." Nathan.

Perlahan, aku mulai setengah tersadar, indra penglihatanku mulai menangkap sebuah cahaya . Aku juga mendengar seseorang berkata, "Kelopak matanya bergerak."

"Nathalia..." gumam seseorang, dengan lirih.

Aku juga mencoba menggerakkan kepalaku untuk melihat ke sumber suara, tapi terasa berat, seolah tubuhku sangat kaku atau memiliki beban tambahan yang beratnya melebihi batasku. Mataku akhirnya bisa terbuka, meskipun rasanya seperti ada banyak sekali butiran pasir yang mengganjal. Penglihatanku masih buram. Masih menyesuaikan cahaya yang ditangkapnya.

"Nona Muda..." gumam seseorang yang lain.

Mataku mulai bisa melihat satu per satu orang di sekitar. Bibi sangat dekat di sisi kanan, memegangi lenganku. Lalu Ayah di sisi kiri, Nathan duduk di sebelahnya.

"Jangan pernah lakukan itu lagi," tukas Nathan. Dia jarang memperlihatkan ekspresi khawatirnya seperti ini. Itu sebabnya aku sedikit tersenyum.

Dan berkat kata-katanya itu, aku jadi mengingat-ingat apa yang aku lihat... waktu itu. Kapan tepatnya? Apa kemarin? Aku merasa seperti tidur selama seminggu. Ketika aku akan mengatakan sesuatu, kepalaku terasa sangat sakit.

"Jangan banyak berpikir dan bicara dulu," kata Bibi, menyadari perubahan ekspresi yang terlihat di wajahku. "Kau harus banyak istirahat. Dokter yang memeriksamu berperan seperti itu. Katanya kau sangat kelelahan. Terlalu banyak aktivitas otak."

Aku mencoba tidak banyak berpikir dan mencoba fokus pada hari ini, tapi rasanya sangat sulit. Aku sangat suka berpikir dan memikirkan sesuatu.

"Tuan Muda, tolong panggilkan dokter. Minta nomor teleponnya ke Paman Carlo, atau minta saja dia yang menghubunginya," ujar Ayah, pada Nathan.

Nathan mengangguk dan beranjak.

"Kepalamu masih sakit?" tanya Ayah.

Aku mengangguk sekilas. Sedikit mengernyit.

"Bibi akan menyuntikkan obat dan nutrisi ke infusmu," ucap Bibi, sambil beranjak untuk mengambil sesuatu. Kemudian kembali lagi dengan membawa satu pak alas suntikan baru, dan botol-botol kaca berisi sesuatu di dalam sebuah kotak. "Dokter juga bilang, pencernaanmu sepertinya belum bisa menerima makanan selama beberapa belas jam ke depan, jadi ia memberikan cairan yang mengandung beberapa nutrisi."

Aku baru menyadarinya. Ternyata ada selang infus yang tertancap di tangan kiriku. Bibi mendekat dan menyuntikan sesuatu, dua kali ke kantung infusku. Kepalaku langsung sedikit terasa lebih baik. Obat terbaru dari ilmuwan-ilmuwan kerajaan Wesfiw memang terbaik.

Tak lama, Nathan kembali. Karena aku tidak bisa banyak berkata-kata dan bergerak-apalagi berpikir, jadi aku memperhatikan mereka saja. Wajah-wajah khawatir orang yang menyayangiku. Ayah bahkan meninggalkan tugasnya demi aku. Aku harus segera bisa kembali berbicara untuk mengatakan apa yang aku lihat.

Berawan #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang