-I-30

35 12 2
                                    

TANGANKU bergerak untuk menutup buku tebal tersebut. Semua yang ada di dalamnya adalah omong kosong. Namun sebelum buku itu benar-benar tertutup, sekilas aku membaca kalimat yang tidak diblok oleh stabilo. Kalimatnya berbunyi.

"Mereka bukan iblis atau setan yang sangat tidak menyukai benda-benda suci. Mereka hanyalah makhluk. Sama seperti hewan, manusia, dan tumbuhan. Namun mereka bukan berasal dari tatanan kita. Pertanyaannya adalah, kenapa mereka datang? Apa tujuan mereka? Dan bagaimana mereka bisa datang?" Kata-kata itu berasal dari salah satu bab. Sepertinya buku itu merangkum semua, dari banyaknya, pendapat orang-orang tentang vampir.

Ya, buku ini benar-benar omong kosong. Aku akan kembali menyerahkannya kepada Nathan. Aku masih tidak mengerti dengan maksudnya menyimpan buku ini di meja belajarku. Ini sudah yang keduakalinya. Bahkan sekarang dia lebih niat lagi sampai menandai beberapa halaman dan memblok beberapa kalimat. Seolah-olah dia hanya ingin aku membaca tulisan-tulisan yang ditandai dan diblok saja.

Tunggu dulu ... mungkinkah dia berpikir jika Immanuel adalah vampir?

Itu tidak mungkin, kan? Maksudku, vampir biasanya tidak memiliki anak. Tapi Immanuel memiliki orang tua dan saudari kembar. Dia juga mengatakan jika dia mengalami masa kecil. Jika dia mengarangnya, kenapa dia bilang kesukaan orang tuanya menurun padanya?

Pertanyaan-pertanyaan baru kembali bermunculan. Nathan hanya membuat kepalaku pusing saja. Jika dia hanya cemburu, seharusnya dia tidak perlu sampai menuduh Immanuella sebagai vampir segala, itu terlalu terdengar ... berlebihan dan kekanak-kanakan. Jika dia hanya cemburu dan tidak suka aku dekat-dekat Immanuel, dia hanya perlu mengatakannya saja dan berikan aku alasan kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengannya. Yakinkan aku bahwa Immanuel tidak baik dan dirinya benar.

Aku berniat kembali menyimpan buku tersebut di pintu kamar Nathan. Ya, sudah pasti kan, jika buku ini berasal darinya. Kemarin aku menyimpan buku ini di depan pintu kamarnya, dan sekarang kembali lagi ke kamarku dengan tambahan kertas penanda dan tulisan yang diblok. Tidak salah lagi. Aku keluar dari kamar dan meletakkan buku tersebut di depan pintu kamar Nathan. Namun, pintu tiba-tiba terbuka dan menampilkan seseorang yang aku rindukan selama dua hari terakhir. Dia mengenakan hoodie dan celana tidur.

Aku yang masih membungkuk karena baru saja menyimpan buku di depan pintu kamarnya, langsung kembali mengambil buku tersebut dan berdiri tegak. Aku tersenyum canggung. "Aku pikir ini milikmu. Aku berusaha mengembalikannya." Sambil menyerahkan buku tebal itu.

Nathan melirik buku tersebut sebelum menerimanya. Lalu hening. Tidak ada yang berbicara. Kami hanya berdiri saling berhadapan. Ketika aku akan memulai percakapan dengan berbasa-basi sebelum mengatakan sesuatu yang selama ini terhalang oleh gravitasi gengsi, bahkan aku sudah memulai berbicara. "Aku tidak tahu kenapa buku--"

Dia langsung memotong perkataanku dengan membanting pintu kamarnya tepat di hadapanku.

Rasanya ... hancur. Aku belum pernah mendapatkan hal seperti ini dari orang lain, apalagi orang lain itu adalah Nathan; saudara kembarku sendiri. Maksudku, belum pernah ada seseorang yang sangat marah padaku sampai membanting pintu di depan wajahku. Aku tidak bisa menahan air mata yang ingin keluar. Tetes-tetes itu keluar dengan cepat dan deras, membentuk sebuah sungai dengan kecepatan tinggi. Aku langsung berlari ke kamar dan mengunci pintu. Menangis seperti dua hari yang lalu di atas bantal. Sebenarnya aku takut langsung tertidur jika aku menangis sambil memeluk bantal seperti ini, sama seperti waktu itu juga, yang ujung-ujungnya akan membuat kepalaku sakit di keesokan harinya. Aku berusaha menenangkan diriku dengan berdiri tegak dan mengatur napas. Aku sudah mencoba merendahkan diri dengan memulai percakapan untuk berbasa-basi sebelum meminta maaf, tapi dia membalasku seperti itu. Dia bahkan tidak membiarkanku menyelesaikan apa yang ingin aku katakan padanya.

Berawan #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang