2

137 31 0
                                    

Anna berlari ke deretan bangku depan. Di sana para penumpang sudah berkerumun. Mereka mengerumuni seseorang yang duduk di bangku paling depan.

"Kenapa? Ada apa?"

Anna penasaran dengan apa yang terjadi. Dia berusaha menyelusup diantara kerumunan.

"Anna, sebaiknya kau jangan melihat ini," seorang penumpang berusaha menghalangi pandangan Anna.

"Tidak, Nyonya. Saya harus melihatnya." Anna bersikeras dengan keinginannya.

Setelah dia menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi, ternyata gadis itu baru mengerti kenapa dia dilarang untuk melihat. Sebuah pemandangan menyedihkan.

Pria tua yang sedari tadi begitu terlihat ceria, kini hanya bisa menahan rasa sakit di tubuhnya. Perut laki-laki itu mengeluarkan banyak darah.

Baju jas yang dikenakannya sobek. Mungkin karena sabetan benda tajam. Warna cokelat kain berubah menjadi kemerahan karena darah. Di beberapa bagian cenderung hitam.

Ketika melihat wajah orang itu, rasa kasihan itu bertambah. Kepala si pria tua bersandar pada paha istrinya yang terus menangis. Jenggot yang sudah memutih tampak basah oleh keringat. Dia mulai kehabisan tenaga. Menahan rasa sakit.

Anna pun membalikan badan. Dia berlari ke arah pintu pemisah antar gerbong. Dia membuka pintu kemudian mencari seorang kondektur yang sedari tadi terlihat mondar-mandir.

"Ada apa, Nona? Kau tampak ...."

"Ada orang terluka, tolong, Tuan," Anna memohon pada seorang lelaki berseragam biru.

Ketika Anna mengatakan itu, sontak penumpang di gerbong Kelas II terlihat panik. Mereka juga sepertinya ingin tahu apa yang tengah terjadi di gerbong Kelas I. Diantara mereka saling bertanya-tanya.

Ketika kondektur sudah masuk ke gerbong Kelas I, timbul gagasan dalam kepala Anna untuk mencari seseorang dimana beberapa saat sebelumnya terpergok memegang pisau.

"Hei, Nona. Kau dari Kelas I? Ada apa ke sini?"

"Saya ...," Anna tidak menjawab pertanyaan dari seorang penumpang yang terheran-heran melihat seorang gadis Eropa berlari-lari menyusuri koridor diantara deretan bangku.

"Nona, ada apa? Kau tampak panik. Apakah kau tersesat?"

Penumpang lainnya tertawa ketika mendengar pria berkumis tebal bertanya pada Anna. Nada pertanyaan itu terdengar mengejek.

Kini Anna masuk ke gerbong Kelas III. Matanya tajam memperhatikan orang satu per satu. Wajah-wajah yang kering karena kekurangan lemak di balik kulit mereka. Kulitnya yang kecokelatan menandakan siapa dan darimana mereka berasal.

Anna memandang ke segala arah. Tampak di dekatnya seorang lelaki menggendong seekor ayam jago. Kemudian di seberangnya seorang perempuan tua menggendong bakul yang terisi penuh dengan bahan makanan. Rambut yang tidak terikat dengan rapih tampak melambai-lambai karena diterpa angin.

Tidak ada, ternyata kedua orang itu sudah tidak ada di sini.

Anna terpaksa bertanya pada pria berkumis tebal itu, "Paman, apakah Paman melihat dua orang laki-laki ...."

"Tidak ada, aku tidak melihatnya."

Anna heran dengan jawaban laki-laki itu. Kenapa dia begitu cepat menjawab padahal Anna belum menyelesaikan kalimatnya. Sepertinya dia berpura-pura.

Anna menghela nafas. Dia memperhatikan situasi di gerbong Kelas III, sungguh jauh berbeda dengan situasi Kelas I yang ditumpanginya. Gerbong ini lebih padat oleh penumpang. Tidak ada bangku yang berjejer, hanya bangku panjang  merapat ke dinding. Terpasang memanjang tepat di bawah jendela.

Mmmbbe, suara seekor anak kambing terdengar dari sudut gerbong. Ternyata di gerbong ini orang boleh membawa hewan ternak.

Anna membungkukkan badan. Dia melihat ke luar jendela. Tidak tampak orang satu pun.

Di luar gerbong tidak tampak lagi pesawahan atau perkampungan. Hutan jati lebih banyak menghiasi kedua sisi rel. Hutan itu cenderung sepi dan gelap. Cahaya matahari yang menyelusup ke melalui dedaunan hanya menyisakan semburat seperti batang-batang bambu yang berjejer.

Kemana mereka berdua?

Pertanyaan itu muncul ketika kenyataannya orang yang dicari tidak ada. Sesuatu yang mengherankan.

"Nona, nona, ... hei."

Seseorang menepuk pundak Anna. Dan, gadis itu pun terperanjat.

"Ya?"

"Sedang apa kau di sini? Bukankah kau penumpang Kelas I?" Ternyata seorang kondektur sudah berdiri di belakang Anna.

"Ee, tidak ada apa-apa."

Anna pun berlalu. Dia meninggalkan gerbong yang membuatnya tidak nyaman berlama-lama di situ.

Panca dan Pembunuh BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang