"Nona.. Nona bangunlah"
Zero terus menyeterukan suaranya agar Cybele segera bangun dan setelah beberapa saat akhirnya usaha Zero membuahkan hasil, Cybele terbangun setelah beberapa kernyitan hilang timbul di keningnya.
"Zero.." masih enggan Cybele membuka mata.
"Ya nona, akhirnya nona sadar juga, saya kira percobaan kali ini akan gagal lagi"
Perlahan mata Cybele terbuka dan saat mampu, matanya mulai menjelajah melihat sekitar dimana dirinya berada "memang berapa lama aku pingsan? Dan apakah aku berhasil dibawa Archduke?"
"Sudah 1 minggu nona. Dan ya, anda berada di kediaman Archduke saat ini"
Mata Cybele seketika langsung segar karena terkejut "apa? 1 minggu? Bagaimana mungkin? Aku merasa baru pingsan kemarin"
"Faktanya begitu nona, sesuai harapan anda, tabib yang diminta Archduke untuk memeriksa anda mengatakan anda mengalami luka fisik yang cukup parah bahkan tabib mengatakan bahwa kemungkinan besar anda memiliki luka mental mengingat usia anda yang masih sangat muda. Rencana anda berhasil mendapatkan simpati Archduke dan Archduke sendiri telah mengetahui identitas nona sebagai anak yang dibuang oleh Duke of Albern"
Senyum tipis tersungging di bibir Cybele "hmm Archduke sudah tahu tapi tidak mengantarku kembali kesana melainkan tetap merawatku disini, bukankah itu pertanda bagus Zero?"
"Anda benar nona, tanpa anda berbuat apapun, ah tidak! Lebih tepatnya sejak saat anda mencetuskan memanggilnya papa dan dia juga mengetahui latar belakang nona. Archduke melakukan penawaran dengan ibu tiri anda agar dapat melindungi anda dibawah namanya"
Cybele terdiam, dirinya mencetuskan kata papa bukan karena sengaja, melainkan dirinya seperti melihat sosok ayah kandungnya, ayah yang begitu memanjakannya dengan kasih sayang namun tetap tegas mendidiknya dengan kedisiplinan. Sosok cinta pertama Cybele. Seorang superhero bagi Cybele.
"Zero... tapi itu bukan rencanaku memanggilnya papa. Aku..." sendu Cybele dalam hati bahkan air mata menetes mulai membasahi pipinya. Cybele merindukan orangtuanya. Sangat. Sosok yang melimpahkannya dengan cinta hingga Cybele tidak pernah merasa haus akan kasih sayang.
"Saya tahu nona. Anda melihat sosok ayah anda kan? Kalau begitu, entah saya harus mengucapkan selamat karena entah anda akan senang atau tidak, faktanya perawakan Archduke memanglah rupa ayah anda"
Deg Deg
"Be..benarkah? papaku? Archduke seperti papaku?" Cybele merindukannya, Cybele ingin memeluknya, dekapan hangat ayahnya selalu mampu menenangkannya, menghangatkannya. Cybele selalu merasa terlindungi dengan keberadaan ayahnya disisinya.
Dengan gerakan cepat, lupa bahwa tubuhnya hanya seonggok manusia mungil, Cybele mencoba melompat dari ranjang empuk itu hingga terjungkal membuatnya meringis dengan air mata yang masih terus mengalir dengan deras.
Pintu terbuka dengan cepat sesaat setelah mendengar suara gaduh dari dalam kamar tamu itu dan disana, sosok Archduke dengan wajah datar namun sorot mata prihatin menatap pada Cybele.
Cybele termangu dengan perasaan rindu meluap-luap, itu ayahnya. Ayah yang begitu dicintainya berdiri di depannya. Cybele terisak hingga tersentak sedikit ketika tubuhnya terasa melayang karena digendong Barnett. Cybele menatap wajah Barnett dengan wajah sendu "papa" cicitnya. Seolah lupa di dunia mana dirinya berada, Cybele langsung memeluk erat leher Archduke, menenggelamkan wajahnya disana sembari terus menangis "papa.. ibel sayang papa.. ibel takut.. ibel kesepian.. tolong ibel papa.. ibel sakit.." se dewasa-dewasa nya seorang Cybele, dirinya tetap seorang putri kecil bagi orangtuanya terutama sang ayah. Ya! Sedekat itu Cybele dengan ayahnya. Bagi Cybele, ayahnya tidak hanya sekedar ayah melainkan guru, kakak, sahabat, bahkan kekasih hati abadi yang tidak akan pernah terganti posisinya.
Usapan lembut dengan gerakan kaku terasa di punggung Cybele, seketika Cybele teringat dengan keadaannya lagi. Ah dirinya terlalu bernostalgia hingga lupa peran. Setidaknya kali ini dirinya bersyukur dapat melihat wajah ayahnya lagi walau mereka disini hanya orang asing. Tapi Cybele bertekad menjadi anaknya lagi sesuai rencananya dan kini sesuai keinginan hatinya.
"Papa?" Cybele berpura-pura tidak tahu siapa yang menggendongnya, toh selama ini Bella memang tidak pernah melihat ayah dan kakaknya bukan.
Tanpa diduga Barnett menanggapi "hm?", entah mengapa Cybele merasa senang karena itu berarti Archduke juga menerima panggilannya.
Cybele mengangkat wajahnya agar dapat bertatapan dengan wajah ayahnya. Memang wajah ayahnya sangatlah dingin pada orang asing namun selalu hangat padanya dan sang ibu, sekarang Cybele akan membuatnya menatap hangat juga padanya. Dengan mata sembab juga wajah penuh bekas luka Cybele menatap sendu Barnett "papa kenapa tidak pernah mengunjungi ibel? Nyonya bilang ibel tidak diharapkan, apa benar papa?"
Entah bagaimana hati Barnett tergerak tidak suka, Barnett berpikir mengapa bisa gadis baik seperti ini di sia-sia kan oleh mereka? Terserahlah, yang penting Barnett telah sepakat dengan Duchess Albern hingga kini Cybele resmi menjadi tanggung jawabnya "hmm kamu, saya harapkan. Mulai sekarang saya adalah papa kamu"
Mulanya Barnett berpikir apakah dirinya mampu berkomunikasi dengan anak kecil terlebih dengan wataknya yang acuh tak acuh tapi seolah lidahnya bergerak sendiri dengan lancar saat berhadapan dengan Cybele.
Cybele memasang wajah polos namun tak ayal tersenyum senang sambil mengangguk "papa ibel" lalu kembali memeluk leher Barnett "ibel sayang papa" ucapnya tulus hingga menghangatkan hati Barnett yang telah lama mati setelah ditinggal istrinya.
Tangan Barnett kini mengusap lembut kepala Cybele "mulai sekarang namamu Niesha Aphrodite La Christ. Putri tunggal dari Barnett Gibson La Christ, mengerti?" Cybele mengangguk imut "Shasha anak papa Barnett".
Barnett tersenyum puas "anak pintar" bagi Barnett anak usia 5 tahun diberitahu hal seperti ini kiranya akan sulit tapi tidak pada gadis kecil yang kini sah menjadi anaknya itu, keluarga Albern sungguh bodoh menyia-nyiakan anak berbakat seperti Cybele.
"Papa?" lirih Niesha (sekarang kita sebut dengan nama Niesha ya).
"Hm?"
"Badan Shasha sakit, perih papa" adunya seperti anak kecil yang tentu dianggap wajar oleh Barnett tapi tidak bagi Zero.
Barnett melirik kearah pintu yang terbuka yang ternyata sedari tadi selalu berdiri sosok kepala pelayan Mansionnya. Hanya dengan lirikan Barnett, kepala pelayan langsung mengerti apa yang harus dilakukannya. Sejujurnya kepala pelayan itu cukup terkejut dengan sikap Barnett terhadap gadis kecil itu, tapi melihat tuannya mampu menghangat kembali membuat kepala pelayan bertekad akan menjaga gadis kecil itu karena sepertinya gadis kecil itu akan menjadi pawang bagi Barnett.
"Tabib akan datang. Bertahanlah" Barnett hendak merebahkan Niesha di ranjang namun dengan erat Niesha memeluk leher Barnett "no papa. Jangan tinggalin shasha" Niesha masih belum puas dalam nostalgia pelukan hangat mirip ayahnya itu.
Menghela nafas sebentar Barnet ikut merebahkan dirinya di ranjang sembari memeluk Niesha "papa tidak pergi. Tidurlah" menyebut dirinya sendiri 'papa' ada perasaan menggelitik merayap di hatinya. Sensasi yang cukup menyenangkan.
Padahal Niesha baru bangun dari tidur panjang namun kini mengantuk kembali akibat usapan lembut dan dekapan hangat Barnett "tolong jangan buang shasha lagi. Shasha cuma punya papa disini. Shasha akan jadi anak baik jadi papa jangan acuhkan shasha lagi ya" ucap Niesha menambah bumbu pengusik hati Barnett.
Barnett tidak menjawab namun pelukannya pada Niesha mengerat bahkan kini dengan berani mengecup kening Niesha, melihat gadis mungil ini membuat Barnett berkeinginan melindunginya. Niesha seperti obat bagi luka Barnett. Keduanya sama-sama terluka dan kini keduanya sama-sama mengobati.
TBC
--------------------------------------------
Next?
Mohon dukungan VOTE dan COMMENT ya!
^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0
Fantasy"Selamat siang dan selamat datang di dunia baru anda, Cybele Delia Pallas" Gadis itu menautkan alis sembari menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sumber suara, bersyukurnya dirinya bukan orang penakut "siapa yang berbicara?". "Perkenalkan saya Zero...