Mendengar penuturan Devon, semua terdiam. Memang benar bahwa untuk memperbesar wilayah, suatu Kekaisaran maupun Kerajaan, akan menggunakan cara perang bila target wilayahnya menolak bergabung. Dan disaat itu, tak ada yang namanya benar atau salah. Karena tujuannya hanya untuk unjuk gigi, manakah yang kuat maka dialah yang bertahan.
Korban?
Tentu akan ada banyak korban. Para prajurit yang mungkin saja tidak masalah bila negaranya bergabung. Tapi mereka bisa apa? Mereka hanya pion garda depan untuk melaksanakan keinginan pemimpin mereka.
Ketika mereka gugur. Bukankah mereka juga dikategorikan sebagai korban? Korban akan aksi ketamakan dan ketidak pedulian pemimpin mereka.
Lalu pun dengan keluarga yang ditinggalkan.
Untuk mencegah pertumpahan darah. Tetap diperlukan beberapa korban untuk mencegahnya. Itulah yang Devon percayakan saat ini.
Daripada terjadinya perang berdarah, yang akan menewaskan ratusan bahkan ribuan manusia. Devon memilih membunuh satu atau dua sumber pemicu masalahnya. Yakni, pemilik elemen cahaya yang berkemampuan membangkitkan kekuatan Geya.
Mau tidak mau. Suka tidak suka. Devon terpaksa melakukan itu demi menjaga Kekaisaran Herias dan rakyatnya. Devon tak ingin mengorbankan siapapun termasuk prajuritnya.
Devon membenci fakta perihal dengan cara apa Kekaisaran Herias terbentuk. Namun, Devon bisa apa selain menerimanya? Devon hanya pewaris Legacy itu.
Devon tahu bahwa perasaan bersalah menggerogoti batinnya. Membunuh yang tak bersalah, bukanlah keinginannya. Itu sebabnya, Devon mengorbankan dirinya untuk pasang badan, agar keturunannya kelak tidak perlu merasakan hal yang sama. Meski dirinya harus menempuh cara kotor dengan menjadi penyihir hitam sekalipun.
Bila semua berpikir, Devon tidak pernah mencoba beritikad baik pada Kekaisaran Geya. Maka, jawabannya adalah salah.
Ketika Devon masih menjabat sebagai Kaisar, Devon telah meminta maaf langsung pada Kaisar Geya saat itu. Devon yang hanya pewaris dan bukan pelaku, turun tangan, merendahkan harga dirinya, demi mengurangi perasaan bersalah.
Tapi, bukan sambutan baik yang diterima, namun makian dan ancaman. Mereka mengatakan bahwa suatu saat pemilik elemen cahaya akan lahir. Dan saat itu pula, mereka akan membalas perbuatan ketidak adilan yang mereka terima.
Mulanya Devon hanya menganggap itu sebagai angin lalu karena berpikir itu hanyalah emosi naluriah. Sehingga, Devon berusaha kembali dengan menawarkan bantuan ekonomi.
Bukannya menerima dengan tangan terbuka. Justru, mereka menganggap Devon mengasihani mereka dan berujung merasa direndahkan.
Devon serba salah. Dan Devon pun tak dapat menyalahkan karena semua bermula dari leluhurnya yang berkhianat.
Ketika mendengar bahwa satu per satu wilayah dalam kekuasaan Geya, memilih pergi dan hendak membentuk Kekaisaran baru pengganti Geya. Devon yang mengetahuinya berusaha mencegah rencana pemberontakan itu.
Karena mengetahui sifat Kaisar Geya yang keras kepala. Devon memilih mengambil alih para wilayah yang mencoba melepaskan diri terlebih dahulu. Devon berusaha mematikan ruang gerak mereka dalam berkolusi.
Tapi lagi, tindakannya di salah pahami dan justru semakin membuat Kaisar Geya marah. Kaisar Geya menuding Devon, kembali merebut wilayahnya.
Devon yang masihlah manusia. Dibuat geram dan jengah. Niat baiknya tidak pernah dianggap baik. Pada akhirnya memilih diam saja.
Dirinya juga dapat merasakan perasaan kesal ketika itikad baiknya tidak pernah dipandang baik.
Sejak saat itulah, Devon memilih untuk mencegah ancaman Kaisar Geya menjadi kenyataan. Mencegah pemilik elemen cahaya membantu Kekaisaran Geya.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0
Fantasy"Selamat siang dan selamat datang di dunia baru anda, Cybele Delia Pallas" Gadis itu menautkan alis sembari menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sumber suara, bersyukurnya dirinya bukan orang penakut "siapa yang berbicara?". "Perkenalkan saya Zero...