S2 - Part 87

2.1K 242 9
                                    

"Saya bersedia." Barnett, Morgan, dan Albertus dibuat tercengang dengan jawaban Damian yang cepat dan tegas, seolah penurunan tahta adalah hal kecil baginya.

Berbeda dengan Angelina yang merona, merasa bahwa sosok Damian begitu romantis kepada sahabatnya. Rela melepaskan gelar kehormatannya demi cinta.

Niesha? Dirinya sudah menduga ini. Damian dan Niesha memang jodoh yang ditakdirkan dewa. Sehingga dalam alam bawah sadar keduanya, telah tertanam sugesti bahwa dirinya lebih mampu terpisah jauh dari keluarganya, daripada terpisah dari soulmate nya.

"Pangeran, sebaiknya ini dibicarakan terlebih dahulu dengan Kaisar dan Permaisuri." Morgan mencoba memberi saran yang baginya terbaik.

Damian menggeleng. "Sebelum kepulangan saya dan Niesha ke Akademi kemarin, saya sudah mengatakannya pada mereka. Saya menegaskan bahwa saya akan melepaskan tahta saya bilamana Archduke tidak menerima bersatu keluarga dengan mereka. Sejak semula, saya sudah menduga keputusan Archduke yang pastinya sulit menerima namun terlanjur ada ikatan asmara antara saya dan Niesha. Saya hanya tidak ingin membuatnya menjadi rumit bagi hubungan saya dengan gadis yang saya cintai.

"Tahu apa anak kecil sepertimu tentang cinta." Dengus Barnett yang memandang remeh sosok laki-laki remaja delapan belas tahun itu.

Meski membenci sosok kakek Damian yang menjadi pelaku pembunuhan istrinya. Dan membenci marganya. Namun Barnett tidak dapat seegois itu memisahkan Damian dan Niesha.

Barnett tahu rasanya dipisahkan oleh seseorang yang dicintai.

Hidup bagaikan mati dan kesepian.

Barnett tidak ingin Niesha merasakannya.

Oleh sebab itu, Barnett harus membuat pengecualian kepada Damian. Hanya Damian dan bukan keluarganya yang lain.

Setidaknya sampai api amarah dan gejolak kekecewaannya memudar seiring berjalannya waktu. Saat ini, situasinya masih panas. Perasaannya pun masih terluka. Jadi, biarkanlah Barnett egois dan kejam satu kali ini.

Memisahkan paksa antara seorang anak dengan keluarganya. Dan bahkan menyeret paksa untuk melepas tahta emasnya. Anggaplah ini penebusan dosa mereka.

Barnett hanya berdoa semoga Damian selalu seperti saat ini. mencintai putrinya sepenuh hati dan tidak berubah. Meski harus berubah, maka perubahan baik lah yang diharapkannya.

"Hah~ Jangan kecewakan saya karena merestuimu." Setelah mengucapkan itu, Barnett membuang muka dan beralih memeluk Niesha. Mengabaikan Damian yang menunduk, menahan tangisnya karena lega dan sedih disaat yang bersamaan.

"Papa percaya dengan keputusan Shasha. Jadi, lakukanlah apa yang menurut Shasha harus dilakukan. Papa akan mendukung Shasha dari belakang. Pergilah ke Kekaisaran Geya dan bantulah mereka. Tapi, papa tetap akan mengirimkan ksatria bayangan untuk menjaga Shasha."

Niesha tersenyum lebar sembari mengangguk. "Ya, Shasha tidak akan mengecewakan papa. Shasha akan kembali pulang dengan sehat tanpa kekurangan suatu apapun."

"Ck! Belum apa-apa sudah berbohong. Pergi kesana sama saja mengorbankan elemen cahaya mu. Itu sama saja dengan kekurangan satu." Dumal Barnett.

"Kecuali itu." Kekeh Niesha.

***

Sesuai janji Niesha pada Meera. Akhirnya Niesha pergi ke Kekaisaran Geya.

Selama perjalanan, tak berhenti hati Niesha menyendu melihat kondisi wilayah disana. Bahkan orang miskin berserakan di jalanan. Wilayah dengan predikat Kekaisaran namun justru lebih cocok dinamakan wilayah susah dan terbengkalai saat ini.

"Menyedihkan bukan? Setiap aku melihat rakyatku yang menjadi seperti ini. Aku marah. Aku marah pada Herias. Tapi aku lebih marah pada diriku sendiri karena tak mampu melakukan apapun untuk membantu mereka." Air mata menetes di kedua mata indah Meera.

Niesha meraih tangan Meera dan menggenggamnya lembut. "Tapi buktinya mereka bertahan disini karena mereka mempercayaimu. Kak Meera sudah melakukan banyak hal luar biasa demi mereka. Bahkan dengan nekad ingin menculikku, ingat? Sebentar lagi. Sebentar lagi, alam hijau kembali terlihat di tanah Kekaisaran Geya."

Meera mengangguk cepat dan mengusap air matanya kasar. "Terimakasih."

Melihat penampilan Meera yang kacau saat ini, sungguh Niesha tak menyangka bahwa dialah sosok dalang kisah tragis Damian dan Niesha dulu.

Meera hanya remaja yang memiliki beban tanggung jawab sebagai seorang Putri Mahkota. Dan dia merasa perlu melakukan pertumpahan darah itu demi kemakmuran dan kesejahteraan wilayahnya.

Malang sekali.

Niesha bersyukur karena dirinya terlahir di dunia yang sudah terikat dengan hukum. Sehingga bukan lagi jaman bar-bar yang asal membunuh. Ya~ meski kini harus terdampar disini.

Kesenduan mereka harus berubah ketika tubuh mereka tergoncang akibat kereta kuda yang menginjak bebatuan tak rata.

Beberapa kali mereka terlonjak hingga berakhir mereka tertawa karena merasa ini adalah hal yang konyol, yang dilakukan seorang bangsawan tinggi.

"Maafkan aku karena tidak memberikan perjalanan yang menyenangkan. Kereta kuda ini sudah yang terbaik yang kami miliki saat ini." Sesal Meera setelah tadi cukup puas tertawa. Jadi, sulit dijabarkan, apakah Meera benar-benar menyesal atau tidak.

Niesha tertawa kecil. "Kakak meminta maaf ketika puas tertawa ya? Tapi tak apa, ini menyenangkan. Kapan lagi kita menikmati perjalanan dengan acuan adrenalin seperti ini."

Meera, "memang seorang jelmaan Dewi."

"Hm?" Niesha memiringkan kepalanya tak mengerti karena Meera bergumam sangat kecil.

Meera menggeleng sembari tersenyum. "Tak salah mengapa kau diberkati elemen cahaya. Pilihan Dewa tidak pernah salah memberkati seseorang, bukan? Hanya orang baik dan tidak haus materi dan posisi duniawi yang layak mendapatkan elemen Cahaya. Dan kau memang layak."

Niesha, "ssssshhh sebenarnya kali ini sepertinya mereka salah memilih. Karena sejujurnya, aku masih mengincar posisi duniawi."

Alis Meera mengerut tak percaya. Matanya bahkan menyipit. "Eyy aku tidak percaya."

Dengan sungguh-sungguh Niesha menatap Meera. "Aku tidak bohong, kak. Aku masih mengincar sesuatu di duniawi ini. bagaimanapun aku ini manusia biasa."

Meera terdiam sesaat sebelum bergerak lebih mendekat pada Niesha. "Memang hal duniawi apa yang kau idamkan?"

"Ratu." Jawab Niesha dengan ringan namun tetap tampak meyakinkan. Membuat Meera yang bahkan memiliki rubah ekor sembilan sebagai guardian kontraknya saja, terperdaya.

"Benarkah?" Lirih Meera mulai mencicit ragu. Benarkah Niesha orang seperti itu? Mengapa dirinya sulit percaya.

Ratu? Ratu wilayah kerajaan mana yang Niesha inginkan? Apakah itu sebabnya mengapa Niesha bertunangan dengan Damian?

Eh, tapi bila bersama Damian, maka bukan gelar Ratu lagi yang Niesha dapatkan, melainkan Permaisuri.

Tapi bagaimanapun Meera berpikir. Rasanya Meera tidak percaya bahwa sosok lugu di depannya sungguh berambisi akan tahta. Tapi tak ada salahnya di ulik kan?

Niesha mengulum senyum mendengar pikiran Meera yang mulai menyeleweng kemana-mana.

"Khem. Jadi Ratu kerajaan mana yang kau impikan?" Meera bertanya dengan tatapan penuh rasa penasaran sekaligus menyelidik.

"Ratu di hati papaku dan kak Ianku." Cengir Niesha dengan polosnya.

Membuat mata Meera memejam sesaat menahan segala macam umpatan yang menyangkut di tenggorokannya, hendak dilontarkan.

Sudah benar dugaannya, tidak mungkin sosok polos seperti Niesha berpikir culas seperti itu. 



To Be Continued

New Me : 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang