S2 - Part 76

2.6K 249 6
                                    

"FOKUS!!"

"PUSATKAN MANA KALIAN PADA TANGAN LALU ARAHKAN KE MANEKIN DISANA!!"

Gemaan Professor untuk membimbing seluruh murid dalam praktek sihir pemula, memenuhi seluruh lapangan. Dibantu dengan alat sihir sehingga suara Professor mampu terdengar oleh semua murid.

Untuk kelas praktek sihir tingkat satu, akan terus digabung hingga naik level. Dan kelompok yang terbentuk di awal pun akan tetap sama. Yang membedakan adalah senior pembimbing sekaligus pengawas, akan berbeda-beda tergantung kesediaan para senior yang memang sedang senggang atau tidaknya.

Karena satu kelompok terdiri dari lima orang, maka akan diputar giliran sebanyak dua kloter.

Dan kini yang tengah praktek adalah kloter pertama dimana ditentukan para murid laki-laki dulu yang akan maju. Sehingga kini hanya tersisa Niesha dan Leera yang menunggu gilirannya.

'Bagaimana caraku membuka topik pembicaraan? Leera terkenal sifat pemalu, akan aneh bila aku yang berbicara terlebih dahulu.'

Pikiran Leera sangat terdengar oleh Niesha. Niesha hanya diam, berpura-pura fokus pada pelatihan.

Namun hingga sepuluh menit. Suara Leeya sama sekali tak terdengar, hanya suara pikirannya saja yang terus berisik karena bingung mencari topik. Niesha jadi bingung dengan karakter Meera. Sungguhkah dia adalah sosok antangonisnya? Kenapa yang dirasakan Niesha justru hanyalah kekonyolan, sangat wajar untuk usia Meera yang memang berusia lima belas tahun.

Karena ingin segera menuntaskan misinya, Niesha akhirnya membantu dengan cara membuka topik terlebih dahulu. "Wah, tak ku sangka Pangeran Iann sangat mahir menggunakan sihir."

Meera yang merasa bahwa ini adalah peluan untuk lebih dekat Niesha pun, menanggapi dengan malu-malu khas Leera. "Y.. ya... Bagaimanapun Pangeran Iann adalah Putra Mahkota."

Niesha menoleh sembari tersenyum ramah. "Ah, benar, pendidikan para Pangeran dan Putri di istana pastilah berbeda. Tidak salah mengapa semua Pangeran dan Putri yang ku jumpai, sangatlah hebat."

"Ti.. tidak semuanya." 'Ya, tidak semuanya.' Jawab Leera. Dan Niesha justru lebih penasaran dengan jawaban asli yang berada di lubuk seorang Meera.

Niesha, "apapun itu, pasti semuanya telah bekerja keras. Memiliki tanggung jawab besar yang harus dipikul, pastilah mendorong kalian para Pangeran dan Putri, untuk lebih kuat dan cerdas, bahkan pelatihan ekstra meski kalian masihlah kanak-kanak. Itu pasti berat, kan?"

Senyum kecut tersungging di bibir Leera. "Tidak juga." 'Ya! Sangat berat sampai aku dan adikku menangis setiap hari.'

Alis Niesha mengerut. Dirinya yakin pasti ada sebab mengapa sosok Meera menjadi nekad membunuh. Tapi apa itu?

Niesha gatal ingin bertanya namun suara pertukaran kloter telah dikumandangkan. Artinya sudah bagian Niesha dan Leera yang maju untuk berlatih.

Bukan hal sulit untuk mempraktekan sihir dasar bagi Niesha dan Leera. Sehingga hanya sekali percobaan mereka langsung tepat sasaran.

Praktek kali ini hanya cara menyerang manekin yang berjarak sepuluh meter dan titik serangnya adalah pundak. Setiap kelompok, Professor bedakan target bidikannya. Ada yang kepala, leher, pundak, dada, bahkan perut. Kebetulan kelompok Niesha, mendapatkan target bidikan yang mengarah ke pundak.

Ini sungguh sangat dasar.

'Pemilik elemen cahaya. Ternyata benar masih ada. Kupikir hanya mendiang Archduchess La Christ. Niesha ya~ Kau memang orang baik namun takdirmu buruk karena hidup di dunia yang sama denganku. Maafkan aku, tapi aku membutuhkan elemen mu sekalipun nyawamu taruhannya.'

Telinga Niesha menajam mendengar itu. Sepertinya nanti Niesha akan memilih bermain cepat agar tak membuang waktu. Niesha akan langsung bertanya, tanpa embel-embel menunggu dan berujung 'musuh' memiliki candangan lainnya yang tidak Niesha antisipasi.

"Bidikan yang sangat akurat. Putri Leeya." Niesha memuji sekaligu mencoba mendekati.

Sudah cocok, bukan? Meera yang ingin mendekati Niesha karena memiliki tujuan dan Niesha pun ingin mendekati 'Leera' agar mengetahui tujuan itu berserta alasannya.

"Cukup panggil Leeya. Di Akademi, status tidak begitu penting." Leera menjawab dengan pelan, seolah malu. 'Tentu saja bidikanku tepat. Aku bahkan hampir meledakkan tanganku akibat memaksa mengeluarkan mana untuk serangan sihir.'

"Zero? Sebenarnya Meera ini jahat atau tidak? Entah kenapa aku justru merasa bahwa dia tidak benar-benar jahat." Niesha bertanya pada Zero namun bibirnya menerbitkan senyum pada 'Leera'. "Tentu. Maka jangan sungkan panggil aku Niesha. Jangan gugup lagi. Aku tidak berniat memakanmu."

"Bagi saya, perbuatan jahat tetaplah jahat, nona. Bahkan sampai mengorbankan orang lain, itu tetaplah jahat. Apapun alasan di baliknya. Bagaimana manusia disebut baik ketika dirinya meraih kebahagiaan melalui pengorbanan dan penderitaan orang lain?"

Leera, "kelas sudah berakhir. Kira-kira, apakah kau keberatan bila nanti setelah usai pembelajaran hari ini, kita bertemu di lapangan belakang?"

Lapangan belakang adalah lapangan yang paling dekat dengan hutan. Tempat dimana dulu kedua naganya mengamuk karena mencarinya. Seingat Niesha lapangan itu jarang digunakan karena memang mencegah 'kenakalan' murid yang justru 'bermain' hingga masuk ke dalam hutan.

Sihir pelindung yang melingkupi Akademi adalah sihir yang mencegah keluar masuknya sihir 'asing'. Bukan melindungi dari makhluk hidup seperti binatang sungguhan.

Hutan belakang adalah hutan yang masih terdapat binatang buas seperti pada umumnya, hanya saja mereka tidak pernah melewati batas hutan karena tanah akademi telah dilindungi oleh Peryton, sehingga binatang buas tidak akan mengendus keberadaan 'mangsa hidup' di dalam Akademi. Lain ceritanya bila manusia sendiri yang masuk ke dalam hutan tanpa izin Akademi.

Niesha tidak takut dengan para hewan disana. Hanya saja Niesha khawatir dirinya ceroboh dan berakhir menggagalkan misinya sendiri.

"Tentu aku bisa." Niesha membalas dengan senyuman manis. Namun, pikirannya langsung tertuju pada Damian. Dirinya mungkin akan menceritakan hal ini pada Damian agar Damian membuntutinya secara diam-diam.

Niesha tidak ingin bertindak sendiri lagi hingga membuat ayahnya dan orang lain yang peduli padanya, menjadi khawatir.

"Hanya berdua, ya." Seolah menebak pikiran Niesha. Leera langsung menegaskan.

Tangan kanan Niesha diarahkan kebelakang pinggangnya sembari menunduk sopan penuh senyuman. "Baiklah."

Namun tangan kanannya berkata lain. Terlihat Niesha menyilangkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

Dalam kepercayaan modern yang entah siapa pencetusnya. Bila seseorang berucap sesuatu namun jari telunjuk dan jari tengahnya menyilang. Itu artinya, ucapan sebenarnya adalah kebalikannya.

Cukup aneh namun Niesha terbiasa dengan itu. Karena itu menenangkan hatinya ketika keadaan memaksanya untuk melakukan sebuah kebohongan.

Leera langsung pergi setelah memastikan bahwa Niesha tidak melakukan kebohongan.

Faktanya adalah, kemampuan rubah dalam mencium kebohongan itu, telah diblokir oleh Zero sehingga rubah milik Meera itu tidak akan mencium apapun dari tubuh Niesha, seolah Niesha tengah berkata yang sejujurnya.

Seperti Phoenix yang dapat mendengar isi pikiran. Rubah memiliki kemampuan memanipulasi.

Manipulasi disini lebih bersifat kompleks karena dalam aksi memanipulasi, Rubah dapat membentuk diri menjadi seseorang yang lain agar lebih mudah menjalankan tujuannya dalam memanipulasi.

Manipulator sendiri tidak jauh dari kebohongan. Lidahnya terlalu licin hingga mampu membuat orang lain terperdaya. Saking mahirnya dalam berbohong, tentu tak mudah untuk membohongi seekor rubah.

Seperti pepatah yang mengatakan bahwa seorang pembohong tidak akan mudah dibohongi. Karena mereka jelas mampu melihat caramu berkata dan caramu bertindak, itu sama sepertinya. 



To Be Continued

New Me : 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang