Setelah sesi keluh derita dari sisi antagonis kehidupan Niesha dan Damian di masa lalu. Kini Niesha sedang terdiam di dalam ruang kelas yang sudah sepi. Menatap sosok pria yang hanya memancarkan manik kosong ke arah depan.
Niesha mengerti dan jelas mendengar perasaan Damian saat ini. Pemuda itu kacau dan tak percaya bahwa Kekaisaran dan orangtua yang begitu dirinya banggakan ternyata menyimpan cerita kelam.
Bahkan kini untuk memandang Niesha saja, Damian malu dan tak memiliki wajah. Terlebih keluarganya lah yang menyebabkan Archduchess, istri Barnett, meninggal.
Bila Archduke mengetahui ini, apakah Damian akan kehilangan Niesha?
Apa yang harus dilakukan Damian sekarang? Itulah yang membuat pandangannya kosong. Damian dilemma.
Bila dia mendukung Niesha untuk membeberkan kebenaran. Maka nama baik Kekaisarannya akan rusak dan restu Archduke kemungkinan tidak akan dirinya dapati.
Tapi bila dirinya memihak pada keluarganya. Damian tak sanggup. Hati Damian menolak untuk membenarkan sesuatu yang salah. Salah tetaplah salah. Hubungan keluarga seharusnya tidak mempengaruhinya. Tapi, ini tetap sulit bagi Damian. Damian seperti diberikan pilihan antara Niesha dan keluarganya.
Niesha yang memang berdiri di hadapan Damian sesungguhnya ingin menepis segala pikiran buruk Damian. Mereka akan baik-baik saja terlepas permasalahan orangtua. Toh dosa orangtua bukan berarti sang anak harus ikut menanggungnya, bukan?
Tapi memang cukup sulit di jaman monarki seperti saat ini. Terlebih Damian adalah Putra Mahkota.
Karena sudah kesal, Niesha akhirnya melangkah mendekati Damian dan menangkup wajah Damian dengan kedua tangannya. "Sebenarnya apa yang kakak pikirkan? Sebelum berpikir buruk. Sebaiknya kita temui dulu ayah dan ibu kakak. Kita dengarkan penjelasan mereka dari sisi mereka. Saat ini kita mengetahui sisi Meera dan Kekaisarannya. Tapi kita belum mendengar sisi orangtua kakak. Meski kisah kelam itu benar terjadi di masa lalu. Tapi kita harus memastikan, apakah orangtua kakak sungguh ikut andil menyengsarakan rakyat Kekaisaran Geya atau tidak."
Damian menatap Niesha dengan hampa. "Tapi bagaimana bila itu benar? Bagaimana bila ternyata kematian Archduchess adalah atas perintah orangtuaku? Bagaimanapun, Archduchess berarti ibu angkatmu, Sha. Meski kamu belum pernah berjumpa, namun statusmu sebagai putri Archduke saat ini, tetap saja menjadikan kalian memiliki hubungan. Aku takut menghadapi kenyataan itu."
Niesha tersentak ketika melihat air mata Damian untuk pertama kalinya. Damian adalah sosok tegas dan tegar yang Niesha jumpai. Damian selama ini terlihat kokoh, hingga membuat Niesha mampu bersandar padanya. Tapi berbeda dengan saat ini. Sosok yang berada di depannya hanyalah sosok pemuda rapuh yang terikat dalam rantai dosa pendahulunya.
"Hah~ Zero, katanya hidupku akan damai. Tapi benar juga, bila orangtua Damian terlibat dalam kematian Archduchess. Bukankah itu sama saja masalah?" protes Niesha pada Zero.
"Terkadang yang menyulitkan keadaan adalah pikiran dan keputusan manusia itu sendiri. Bukankah seharusnya memang mudah? Damian tidaklah terlibat. Archduke Barnett sendiri bukan pribadi yang berpikiran sempit. Tapi pikiran kalian lah yang menyulitkan keadaan. Kalian cenderung berasumsi sendiri. Hadapi saja. Seperti kata saya, semua akan baik-baik saja."
Niesha mencebik dalam hatinya. Baginya sikap seperti itu adalah manusiawi. Hal wajar bila memikirkan berbanyak hipotesis, guna mengatur cara bersikap balasan yang sewajarnya. Seperti menyediakan rencana cadangan apabila sesuatu tidak terjadi seperti yang diinginkan.
Tapi sudahlah. Zero hanya sebuat sistem dengan cara berpikir sistematis. Sesuatu perihal variabel perasaan, tentu tak ada.
Yang terpenting adalah Zero telah meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Maka, Niesha akan mempercayainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Me : 0
Fantasy"Selamat siang dan selamat datang di dunia baru anda, Cybele Delia Pallas" Gadis itu menautkan alis sembari menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sumber suara, bersyukurnya dirinya bukan orang penakut "siapa yang berbicara?". "Perkenalkan saya Zero...