S2 - Part 94

1.9K 197 3
                                    

Dari kejauhan, Barnett menghela nafas kasar melihat putrinya yang berada dalam dekapan Damian. Jiwa posesifnya meronta-ronta ingin menjambak rambut Damian dan menendangnya ke jauh-jauh. Tapi dirinya tak boleh egois. Anak gadisnya telah tumbuh menjadi gadis cantik berusia lima belas tahun.

Seharusnya, tiga tahun lalu putrinya akan melakukan pesta debutante nya sekaligus acara pertunangan resminya.

Tapi karena masalah yang masih panas antara dirinya dan pihak Herias. Niesha meminta debutnya diundur saja.

Barnett tahu alasan sesungguhnya Niesha mengundur pesta debutante nya, meski Niesha berbohong dengan candaan belum siap menerima banyak surat lamaran. Niesha ingin fokus dengan pendidikan, kelompok musiknya, dan juga turut berpartisipasi dalam pembangunan kembali Kekaisaran Geya.

Alasan sebenarnya adalah Damian.

Niesha sengaja menunda karena tidak ingin dirinya berbahagia ketika Damian tengah terpuruk, terpisah jauh dari keluarganya.

Niesha juga tak ingin, para surat lamaran datang dan membuat mental dan rasa percaya diri Damian pun menyusut. Secara, Damian bukan lagi seorang bangsawan. Terlebih dengan kondisi yang tidak memungkinkan Damian mengumandangkan keinginannya untuk melamar ketika dirinya tak memiliki keluarga, jabatan, dan bahkan bukan pengusaha juga kala itu.

Disisi lain, meskipun Damian tetap nekad melamar secara resmi dan berakhir mereka bertunangan bila Niesha menerimanya. Niesha belum sampai hati melihat kepedihan Damian karena tidak didampingi keluarganya.

Hal inilah yang membuat Niesha memilih mengundurkan pesta debutantenya. Lagipula, debutante hanya formalitas dimana seorang gadis dinyatakan sudah dewasa dan sudah legal untuk menerima pinangan.

Jadi, bagi Niesha itu tidak penting. Terlebih di dunia miliknya. Usia dua belas tahun jelas belum dapat dikatakan dewasa.

Berbeda dengan Barnett yang memang lahir dan tumbuh di dunia ini. Debutante adalah hal yang wajib bagi seorang anak perempuan.

Seorang anak perempuan, sudah diharuskan debutante di usia minimal dua belas tahun dan maksimal usia lima belas tahun.

Dan tahun ini adalah tahun terakhir dimana Niesha sudah seharusnya melakukan debut sosialnya. Atau akan ada rumor tak sedap yang menghampiri.

Pasalnya, bila seorang anak tidak melakukan debutante, mereka mendapatkan julukan anak haram. Karena di jaman ini, para anak haram itu tidak memiliki hak untuk mendapatkan debut sosialnya. Mereka dianggap aib.

Sehingga bukan hal aneh bila seseorang yang tak mengikuti acara debutante di periode masa debutnya, anak itu akan langsung mendapatkan pandangan buruk atas stigma yang telah terbentuk itu.

Barnett tentu tak ingin julukan itu tersemat pada putrinya. Terlebih sudah menjadi rahasia umum bahwa Niesha memanglah anak yang 'terbuang' dari keluarga Albern.

Karena hal itulah, bisa-bisa masyarakat akan berspekulasi bahwa Barnett tidak benar-benar menyayangi Niesha karena tidak mengadakan pesta debut untuk Niesha.

Meski itu hanya sebatas rumor. Barnett tidak suka hal buruk di pandangan orang lain mengarah pada Niesha.

Barnett menghela nafas sembari menengguk segelas wine.

"Apa kau sudah memikirkannya?" Xavier, sang Kaisar Vandetta, yang tak lain adalah kakak Barnett itu tiba-tiba datang dan langsung bertanya.

Beruntung Barnett bukan orang bodoh yang tak mengerti maksud pertanyaan Xavier.

Barnett tak menjawab apapun karena memang pikirannya masih rumit. Xavier juga tak memaksanya untuk menjawabnya.

"Mungkin aku akan terdengar cukup menyebalkan. Dan kamu akan berpikir bahwa aku munafik dan tidak mencoba berempati pada perasaanmu. Meski perlu ku akui bahwa memang benar, aku dapat berkata seperti ini karena tak menjadi dirimu. Intinya aku sebagai kakakmu, ingin sedikit memberi masukkan." Xavier menenggak terlebih dahulu sisa wine miliknya yang hanya tersisa sedikit.

Xavier melirik Barnett yang tak bergeming. "Biarlah masa lalu menjadi masa lalu. Memang benar bahwa hatimu sakit dan tak terima kala istri dan anakmu harus tiada. Tapi kamu jelas tahu. Hidup di dunia dimana yang kuat yang berkuasa. Tentu tidak sedikit memakan korban. Cobalah kita bercermin pada diri kita..."

"... Apakah kamu tidak pernah membunuh seseorang yang menghalangi 'jalan' mu? Kamu ingat julukan tiran milikmu dahulu, bukan? Kamu bahkan tak segan menebas kepala pelayan yang tanpa sengaja memecahkan vas kesayangan mendiang istrimu. Kamu juga tak segan mencungkil mata pria yang menatap mendiang istrimu penuh nafsu. Padahal pikiran manusia adalah hak mereka, selama mereka tidak melakukan tindakan lanjutannya. Ya~ meski itu memang tidak membuat nyaman..."

"... Saat itu, apakah kamu berpikir bahwa mungkin saja pelayan yang kamu tebas kepalanya, ternyata adalah sosok tulang punggung keluarga? Atau parahnya adalah seorang ibu yang anaknya masih kecil, hm?..."

"... Pernahkah kamu berpikir bahwa pria yang matanya kau cungkil ternyata memiliki orangtua yang sudah sangat renta dan hanya memiliki putra satu-satunya untuk menanggung beban kehidupan kedepannya?..."

"... Darisini, apakah kamu mengerti bahwa memang akan selalu ada korban ketika kita tak memiliki kekuatan dan kekuasaan. Dan kebetulan kala itu mendiang istrimu harus menjadi korban dari seorang pria yang berusaha menjaga martabat keluarga dan Kekaisarannya, meski caranya salah..."

"... Bukannya jahat. Tapi posisi mendiang istrimu mirip dengan pelayan, pria, dan siapapun yang pernah kamu bunuh. Mereka lemah dan kalah, hingga tak dapat melawan bahaya. Itu faktanya..."

"... Adikku. Janganlah kamu egois. Anggaplah ini sebagai karmamu. Karma karena dulu kamu begitu ringan membunuh orang yang hanya melakukan kesalahan kecil pada keluargamu. Sikapmu itu sama dengan Herias, yang akan melakukan apapun demi keluarganya. Tak ada beda. Jadi, cobalah terima masa lalu dan mulai membuka lembaran baru..."

"... Lagipula, Damian tidak ikut andil. Dan lihatlah, putrimu begitu bahagia dengan Damian. Apa kamu tega mengorbankan perasaan Niesha hanya karena keegoisanmu? Damian juga sudah membuktikan betapa dirinya begitu memuja Niesha. Bahkan ku lihat, dia serupa denganmu. Rela mengorbankan nyawanya demi Niesha."

Barnett terdiam merenung dengan semua kalimat yang diucapkan Xavier.

Karma.

Apa benar ini karmanya?

Karena dosanya yang tak dapat mengontrol emosi bila sesuatu melukai fisik maupun hati keluarganya, sekecil apapun itu.

Membuat istri tercintanya dan janin hasil cinta mereka, menjadi korbannya.

Tepukan ringan Xavier lakukan untuk memberikan dorongan mental dan dukungan keyakinan. "Pikirkanlah. Lagipula aku sudah rugi banyak karena putusnya hubungan kita dengan Herias. Membuatku harus kehilangan pasokan permata sihir terbaik dengan harga murah. Kalau kamu masih melanjutkan aksi balas dendammu, setidaknya beri aku kompensasi atas kerugian ini." Kekeh Xavier sebelum akhirnya pergi setelah mendapatkan dengusan sinis dari Barnett.

Xavier memang tipe manusia yang sulit berlama-lama bersikap serius. Sedikit mengherankan bahwa dirinya ternyata mampu memimpin Kekaisaran. Hah~ Bila saja ayahnya memiliki anak lain, mungkin Barnett akan lebih mendukung anak lain itu yang naik tahta. Mungkin.

Mata Barnett kembali menyorot kedua insan yang kini telah berganti aktivitas menjadi berdansa sembari bergurau di tengah aula bersama pasangan lain.

Hingga tanpa sengaja ekor matanya melihat sosok familiar yang berjalan mendekatinya.

"Salam hormat pada Yang Mulia Archduke de La Christ."

Alis Barnett terangkat sebelah dengan tatapan sinis. "Ada apa, Duke of Albern?"

Eldon memberanikan diri untuk mendongak dan menatap Barnett. "Izinkan saya berbicara berdua bersama anda, Yang Mulia Archduke."



To Be Continued

New Me : 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang