Kedua kaki itu melangkah dengan cepat, sapaan orang-orang disekitarnya terpaksa harus ia abaikan. Ponsel yang ia jepit dengan telinga dan bahunya, membawa tas, dan tiga buah jas yang tergantung dilengan kanannya, dan tangan kiri yang membawa cardboard coffee holder.
Siapapun yang melihatnya, mereka bisa tahu bahwa wanita itu sedang sibuk.
“Iya, nanti malam adek kesana ma.” Ucapnya berbicara pada orang yang berada diseberang panggilan teleponnya.
Panggilan akhirnya selesai, tangan kirinya mengoper coffeenya ke tangan kanan, membawa ponselnya dan memasukkannya asal kedalam sakunya.
Wanita itu menekan tombol lift, dan masuk saat lift sudah terbuka didepannya. Saat mengamati angka yang terus naik, helaan nafas keluar dari bibirnya.
Baiklah! It's another day, Ara! You can do this! Ia pikir, ini mungkin sudah seperti mantra untuknya. Saat menyebutkan kalimat itu, ia diberi kekuatan untuk memulai harinya dengan sebuah senyuman.
Ting!
Lantai 26. Ruangan tempatnya bekerja ada di lantai ini. Kedua kakinya melangkah keluar dengan penuh percaya diri.
Dinara Faranisa Atmadja. Dua puluh sembilan tahun. Sampai sini, kalian sudah bisa menebak apa pekerjaannya?
“Selamat pagi semua!” Suaranya terdengar menyapa seisi ruangan departemen keuangan. Departemen keuangan menguasai tiga lantai di gedung ini. 24, 25 dan 26. 26 ialah lantai paling tinggi dan paling nyaman untuk digunakan, karena lantai selanjutnya ialah rooftop.
Tentu saja seperti biasa. Lantai paling akhir pasti milik musuh terkuat.
Sapaan darinya malah tidak mendapatkan balasan positif. Para karyawan departemen finance yang berada di lantai 26 ini hanya terdiam, dan berpura-pura fokus dengan pekerjaan mereka.
Melihat hal ini, Dinara menyadari ada yang salah. Kedua kakinya melangkah cepat menuju sebuah pintu besar yang berada tepat di belakang kubikelnya.
Tok tok tok.
Ketuknya. Seruan suara yang memintanya masuk terdengar. Namun bukan suara bossnya yang ia bisa dengar, melainkan suara perempuan.
Sial!
“Pagi bu,” Senyum termanis yang bisa ia berikan, dikeluarkan olehnya. Berharap senyumannya bisa meluluhkan wanita yang duduk dengan angkuh didepan sana.
“Masuk.” Ulangnya, Dinara mengangguk dan masuk menapakkan kakinya. Meletakkan tiga buah setelan jas yang ia bawa dari laundry subuh tadi, ke atas sofa. Dan empat buah kopi dengan shot yang berbeda ditambah biji kopi pilihan terbaik keatas meja tamu. Dinara mendekati wanita angkuh itu.
Wanita itu menatap Dinara dengan garang, ia menyilangkan kakinya. “Ada yang mau kamu beritahukan ke saya?”
Dinara menegang. Ia menelan salivanya kasar. “Tidak bu. Semuanya oke bu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara untuk Agarra ✔️
Любовные романы[[E N D !]] Bertemu kembali dengan dia adalah hal terakhir yang Dinara inginkan. Dinara tidak tahu bahwa calon adik ipar yang sering di bangga-banggakan oleh kakaknya itu ialah luka lalu yang sudah lama ia buang. Agarra namanya. Keduanya bertemu...