Agarra sibuk menyiapkan ini dan itu, sementara Dinara sibuk merias diri didepan kaca. Sejak hamil, Dinara jadi gemar sekali merias diri.
Hal ini membuat banyak perdebatan mengenai jenis kelamin bayi mereka. Apakah sebenarnya bayi Agarra dan Dinara adalah perempuan, atau malah laki-laki? Agarra dan Dinara sengaja tidak mencari tahu mengenai jenis kelamin anak mereka agar menjadi kejutan.
“Sayang, selimut juga ya.” Ujar Dinara. Agarra berdeham dan menyiapkan semua keperluan Dinara selama dirumah sakit nanti. Hari ini, Dinara sudah diharuskan menetap dirumah sakit. “Papa tadi kesini sayang,” Ujar Agarra memberikan sekotak kurma muda untuk Dinara. “Nganter ini,” Lanjut Agarra. Dinara tersenyum senang. “Wah!” Serunya, meraih sebuah kurma dan memasukkannya kedalam mulutnya. Lalu ia lanjut meraih brush.
“Aiden gimana, ga?” Tanya Dinara. Semalam sekeluarga dibuat panik karena Aiden yang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Bayi kecil itu mengalami demam yang cukup tinggi.
“Uda lumayan baik, hari ini juga pulang kata bang ghali.” Ujar Agarra. Agarra baru pertama kalinya mendapati Ghali sepanik itu. Pria itu sampai kehilangan kunci mobilnya setelah mengantarkan istri dan putranya ke rumah sakit.
“Bagus deh.” Jawab Dinara. Ikut lega karena keponakannya itu sudah baik-baik saja. Semalam dia berencana ikut ke rumah sakit, tapi para orang tua melarangnya karena kejadian semalam terjadi di jam dua pagi, plus Dinara akan lahiran kemungkinan besok atau lusa, lebih baik Dinara dirumah saja, pikir mereka.
Dinara bangkit dari kursi di bantu oleh Agarra, perutnya membuatnya sulit untuk bangkit dari duduk sekarang. Untung saja ada Agarra, si suami siaga. Apapun yang dibutuhkan Dinara, Agarra akan langsung melaksanakannya.
“Bi mimi uda balik ga?” Tanya Dinara. Agarra menggeleng. “Belum sayang, fani hari ini ada tes masuk kampus kan.” Dinara mengangguk, “Yauda aku du--”
“Kok basah..?” Tanya Agarra. Memerhatikan bawah kakinya Dinara yang mulai terlihat mengucurkan air. Dinara dan Agarra saling menatap. “Air ketuban kamu pecah?!” Agarra menatap panik Dinara yang hanya mengangguk kecil dan menyengir. Baru saja berpikir mengapa perutnya tidak berkontraksi, sebuah rasa sakit langsung menjalari Dinara.
“Aduh-aduh ga..” Rintih Dinara. Agarra panik, dan langsung membantu Dinara untuk masuk kedalam mobil. Untung saja semuanya sudah disiapkan dan mereka tinggal berangkat. “Aga..” Rintih Dinara terus menerus membuat Agarra dengan cepat menjalankan mobilnya. “Pak, dinar mau melahirkan. Nanti kalau bi mimi sudah pulang, bilang kami sudah kerumah sakit ya pak.” Pesan Agarra ke Pak Agung seandainya Bi Mimi pulang dan mencari mereka berdua. “Suruh bi mimi jaga rumah saja pak, gausah ke rumah sakit.” Pak Agung mengangguk dan berpesan agar Agarra membawa mobil dengan berhati-hati.
“Sabar ya sayang,” Ujar Agarra melirik Dinara dari kaca spion tengah. Agarra segera menelpon kedua orang tua mereka. “Ma, dinar mau lahiran.” Ujar Agarra.
“Ini kalian dimana?” Tanya Astrid.
“Ini lagi perjalanan ke rumah sakit ma,” Jawab Agarra. Astrid berdehem, “Hati-hati bawa mobilnya ga, dek bertahan ya dek..” Ujar Astrid. “Huahh sakit!” Pekik Dinara. Agarra tidak tega melihat Dinara yang kesakitan sampai ia menyalip mobil-mobil dan sepeda motor didepannya.
“Sabar ya sayang, sebentar lagi kita sampai.” Ujar Agarra. Ini pertama kalinya dia sepanik ini. Rasanya setiap detik bagaikan menit dan menit bagaikan jam. Detak jantungnya berdetak tak karuan, antara kasihan dengan istrinya dan antusias ingin menyambut kelahiran bayi mereka.
Mobil Agarra, dia hentikan didepan rumah sakit, para petugas menerima Dinara dengan gesit. Sepersekian detik kemudian, Dinara sudah dibawa masuk dengan Agarra disisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara untuk Agarra ✔️
Romansa[[E N D !]] Bertemu kembali dengan dia adalah hal terakhir yang Dinara inginkan. Dinara tidak tahu bahwa calon adik ipar yang sering di bangga-banggakan oleh kakaknya itu ialah luka lalu yang sudah lama ia buang. Agarra namanya. Keduanya bertemu...