Chapt 86 ; Rebound Headache

2K 202 72
                                    

Dinara dag dig dug saat kakinya sudah memasukki lobi rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinara dag dig dug saat kakinya sudah memasukki lobi rumah sakit. Dibelakangnya keluarganya berbondong-bondong dengan wajah cemas.

“Sus, saya mau ketemu dokter alfa.” Ujar Dinara. Suster tersebut menoleh ke Dinara dengan senyuman. “Mba dinara ya?” Dinara mengangguk.

“Mari mba, sudah ditunggu oleh beliau sejak tadi.” Kedua kaki Dinara berat rasanya, namun genggaman Agarra membuatnya lebih kuat.

Ia menarik nafas pelan sebelum pintu ini dibuka. Dokter Alfa tersenyum lebar. “Mba dinara! Akhirnya datang juga, saya sudah mencoba menelepon berka--” Ia menghentikan ucapannya karena kaget dengan keluarga Dinara yang ikut masuk. Masalahnya banyak ini.

“Pak bu, boleh tunggu diluar sebentar?” Ujar Suster setelah menerima sinyal dari tatapan Dokter Alfa.

“Ah iya, maaf dok.” Ujar Ghali dan membawa istri, orang tua beserta omanya untuk keluar dari sini meninggalkan Dinara dan Agarra berdua.

“Baik. Sebelumnya, bagaimana kabar mba dinara?” Dinara mengangguk. “Baik dok.” Jawabnya singkat. Tidak ingin basa-basi karena tangannya semakin berkeringat kini.

“Eum jadi begini mba..” Dokter Alfa terdengar ragu. Dinara gregetan, Agarra panik. Cepat ga sih!

“Jadi ada apa dok?” Tanya Agarra tidak sabaran.

“Kemarin kami mencoba menelepon mba dinara. Tapi rupanya yang menjawab mba dinara yang lain, jadi maksudnya rupanya mba dinara yang itu beda dengan mba dinara yang ini, jadi mak--”

“Dokter Alfa salah memberikan hasil diagnosis mba.” Potong Suster paruh baya dengan name tag Ana. Tampaknya ia juga frustasi dengan kalimat-kalimat rumit dan penyampaian kacau yang digunakan Dokter Alfa.

Pria itu menyengir kikuk. Ia sudah ditegur rumah sakit akan hal ini. Yang paling sulit baginya adalah mengabari pasien yang sudah ia buat takut. Takut-takut juga ia bisa dituntut akan hal ini.

“Maksudnya?” Tanya Dinara.

“Begini mba, kemarin kami menelepon mba dinara untuk mengabari jadwal terapi, tapi ternyata yang menjawab bukan mba, melainkan mba dinara yang lain. Jadi diagnosisnya mba, dan mba dinara tertukar.” Apasih. Dinara bingung. Kok bisa?

“Jadi maksudnya istri saya tidak sakit kanker otak kan dok?” Dokter Alfa mengangguk. Agarra langsung memeluk Dinara dan menghela nafas lega. Dinara membeku ditempatnya. Otaknya belum bisa mencerna semua ini.

“Hasil diagnosis tertukar karena nama kalian sama. Mba dinara yang satu lagi tidak memeriksa bagian nama di kertas hasilnya. Disana tertulis Dinara Faranisa. Sedangkan dikertas hasil mba hanya Dinara kan?” Dinara mengangguk. Dinara juga tidak mengecek bagian nomor telepon saking paniknya dirinya.

Jadi dengan kata lain ia tidak jadi meninggal kan? Hidupnya tidak lagi hanya bergantung pada dua puluh dua persen kan? Kalau begini apakah namanya ia bahagia diatas penderitaan orang lain? Karena kalau bukan dirinya yang sakit, tandanya Dinara lain yang sakit kan? Malangnya.

Dinara untuk Agarra ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang