Hati Tamara berdetak begitu cepat, sampai rasanya hatinya ingin melompat keluar.
Tamara duduk diatas kloset selama kurang lebih lima menit. Setelah dirasa waktu yang tertulis di kemasan sudah lewat, Tamara meraih test pack tersebut dan membaliknya. Hati Tamara kali ini benar-benar serasa mencelos ke bawah. Kedua kakinya melemas. Ia terduduk diatas lantai kamar mandi. No way. Ini pasti salah.
Tamara meraih test pack tersebut dan menggelengkan kepalanya saat ia lihat memang terlihat dua buah garis disana. Namun begitu samar. Masih ada sedikit harapan di hatinya Tamara.
Lantas ia mencoba test pack kedua. Ketiga. Keempat, sampai yang terakhir. Sial. Semuanya menunjukkan dua garis. Test pack terakhir benar-benar terlihat jelas seakan-akan mencoba mengatakan kepada Tamara untuk menerima saja kenyataan bahwa ia benar-benar hamil.
Tamara melirik pantulan dirinya di cermin. Air matanya mengalir dengan perlahan. Tangisan yang tersedu-sedu itu perlahan berubah menjadi raungan yang menyakitkan. Ini tidak bisa terjadi. Tidak mungkin. Tidak bisa. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan? Yatuhan.
Tamara kembali melirik test pack tersebut. Tangisan kembali menghantui dirinya. Pikirannya mulai sibuk memikirkan solusi sedangkan hatinya tidak bisa berhenti berlari dan otaknya terasa lelah dengan sel yang memproses air matanya.
Tamara keluar dari kamar mandi dan langsung menghubungi seseorang. Hanya namanya yang terlintas di pikirannya Tamara.
Ghali.
Alghali Zahero Bachtiar.
"Mas, tolong kesini." Ujar Tamara dengan suara yang bergetar.
Ghali tentu bingung. Ini pertama kalinya Tamara meneleponnya setelah terakhir pertemuannya dengan Tamara. Wanita itu selalu menolak panggilan teleponnya, kira-kira ada apa sampai kali ini ia yang mengulurkan tangan terlebih dulu?
"Ke apartemen yang mas beli sebagai hadiah pernikahan kita." Suara Tamara membuat Ghali kalut. "kamu nangis?" Tanya Ghali. Tamara seakan-akan mencoba menarik nafasnya. Seolah-olah wanita itu kesulitan bernafas. Tanpa menunggu apapun, Ghali lantas bangkit dari posisinya.
"Yauda, kamu tunggu ya, aku kesana sekarang." Tamara memandangi ponselnya yang panggilannya sudah dimatikan secara sepihak oleh Ghali.
Ga mungkin. Tamara menggelengkan kepalanya, namun garis dua tadi menghantam kembali memorinya. Tamara kembali menangis. Bagaimana ini. Ia harus apa?
Tamara terduduk diatas sofa dengan wajah sembab dan rambut yang acak-acakkan karena telah menjadi korban ke frustasiannya.
Tamara menarik rambutnya untuk melawan sakit dikepalanya.
Jarak dari kantor Ghali ke apartemen mungkin sekitar lima belas menit, namun hanya menit ke sembilan, Ghali sudah tiba. Entah seberapa cepat Ghali mengendarai mobilnya. Saat pintu apartemen dibuka. Ada Tamara yang sedang menundukkan kepalanya disela-sela kakinya yang ditekuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara untuk Agarra ✔️
Romance[[E N D !]] Bertemu kembali dengan dia adalah hal terakhir yang Dinara inginkan. Dinara tidak tahu bahwa calon adik ipar yang sering di bangga-banggakan oleh kakaknya itu ialah luka lalu yang sudah lama ia buang. Agarra namanya. Keduanya bertemu...