30. Latihan Bulu Tangkis

19 8 0
                                    

  Hari yang ku tunggu-tunggu buat latihan bulu tangkis sudah tiba. Aku memakai pakaian olahraga, bisa dikatakan pakaian ini jarang sekali ku pakai. Ya, karena aku tidak pernah berolahraga. Memakai sepatu di teras rumah cepat. Ketiga temanku sudah datang awal-awal, katanya sudah tidak sabaran buat olahraga.

"Ayo! Atma! Cepatlah, aku sudah tidak sabaran buat memukul kok-nya." kata April bersemangat banget. Berbeda dengan Zulfa yang nampak murung, tidak percaya kalau ia akan bermain bulu tangkis dan memenangkan pertandingan itu.

   Yuli menepuk bahu, Zulfa dengan senyuman. "Jangan khawatir! Menang atau kalah itu sudah hal biasa dalam permainan dan perlombaan."

"Tapi...ini buat dana sekolah." kata Zulfa menatap mata Yuli, sedih.

April mengibas-ngibaskan debu di celananya, berkata,"aku yakin, kelompok cowok juga bisa diandalkan nanti."

    Setelah mengikat sepatu, aku segera menghampiri mereka bertiga tersenyum sumringah. Memang kemenangan dalam pertandingan seperti ini membuat sedikit ragu untuk meraih kemenangan. Atau mungkin, kami berempat ragu karena alasan? Alasan yang tidak pernah berolahraga bulu tangkis dari sekian lamanya.

"Atma. Apa semuanya sudah siap?" tanya Ma Daisuke yang baru saja keluar dari rumah.

Kami berempat kagum melihat Mas Daisuke memakai jaket dan celana hitam yang pasti di balik jaket itu, baju olahraga. Rambut yang biasanya rapih, sekarang rambut Mas Daisuke acak-acakan. Menambah kesan badboy bukan goodboy. April saja, sampai kagum dengan penampilan kakakku yang satu ini.

    Cuaca yang cerah sangatlah cocok buat bersantai-santai menikmati minuman segar di bawah sinar matahari. Namun, di jadwal murid 1-E berganti menjadi jadwal atlet yang akan menghadiri acara perlombaan olahraga. Belum apa-apa saja, jantungku sudah berpacu cepat. Tidak sabar, kalau hari H itu akan datang 3 hari lagi.

   Mobil berbelok ke parkiran yang sudah di tentukan. Kami berempat melihat gedung besar tempat pemain bulu tangkis, berlatih. Mas Daisuke menyuruh kami semua membawa peralatan yang di bagasi mobil lalu masuk ke dalam sana. Selama mengambil peralatan bulu tangkis.

"Kita tidak percaya. Kalau kakakmu bakal menyewa satu lapangan bulu tangkis untuk kita. Pasti mahal." kata Yuli padaku.

"Hooh. Yang dikatakan Yuli, benar. Aku kira, kakakmu akan melatih kita di lapangan sepak bola terdekat, tidak perlu menyewa gedung bulu tangkis disini." sahut April menyetujui ucapan Yuli.

Aku hanya bisa tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan mereka. Mereka bertiga tidak tahu, kalau lapangan bulu tangkis ini, milik keluarga ayahku. Jadi ada tempat penyewaan bulu tangkis setiap bulan dan tahun, menyewanya pun harganya mahal. Tetapi lapangan bulu tangkis ini yang megang bukan ayahku tapi saudaranya yaitu pamanku.

"Ini lapangan milik keluarga ayahku." ucapku saat meletakkan tas di bangku penonton. Zulfa, Yuli, dan April terkejut, menatapku.

"Seriusan!" pekik mereka bertiga tidak percaya. Aku cengar-cengir melihat mereka bertiga memasang wajah kejut.

Jangankan teman-teman ku kaget mendengar ini. Aku saja, juga terkejut kalau ayah punya lapangan bulu tangkis. Kalau aku dah tahu, sejak awal. Waktu kecil, aku bakal sering main kesini sama Paman Harry serta sepupuku Dian dan Ira.

"Atma, curang! Nggak pernah cerita ke kita bertiga." kata April mendengus.

"Aku sendiri, baru tau. Karena Mas Daisuke yang bilang, kemarin. Selama ini, aku tidak tahu kalau keluarga ayahku punya lapangan bulu tangkis." ucapku lemas, tidak bersemangat.

   Suara sepatu berdecit di ruangan besar ini, menggema. Kami berempat menoleh ke sumber suara melihat Mas Daisuke kagum. Mas Daisuke nampak atletis menggunakan pakaian olahraga yang tidak berlengan dan juga, membuatku terpesona. Jarang banget, Mas Daisuke berdandan seperti ini.

Kembali Sekolah Aneh {The End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang