33. Kencan, Wahana Rumah Hantu

23 9 0
                                    

   Selama aku disisi Dewa rasanya itu canggung banget dan tidak seperti biasanya. Sebenarnya aku benci suasana ini, sesekali aku melirik ke Dewa melihat sisi wajah kirinya. Bahkan dilihat dari sisi wajahnya saja, ia sudah terlihat tampan dan mengapa saat di sekolah wajahnya itu sering tertutup oleh poni panjangnya? Memang Dewa begitu banyak rahasia yang belum aku ketahui.

   Malam ini kami berdua pergi ke pasar malam, banyak sekali pernak pernik dan juga jajanan yang enak-enak. Di tengah pasar ada bianglala yang berukuran gede banget. Arah pandang ku melihat ada wahana rumah hantu, komedi putar, bom-bom car kecil, tembak-tembakkan.

  Dewa menoleh ke arahku, berkata nada dingin,"mau mencoba rumah hantu?" tanyanya. Membuat mataku melotot menoleh ke arahnya.

"Kau gila! Seenaknya kau menawarkan ku ke rumah hantu!" protesku tidak terima. Dalam hatiku berkata kalau tidak ada permainan yang jauh lebih menarik daripada rumah hantu.

  Dewa tidak bergeming sama sekali. Aku rasa, sifat dinginnya mulai kambuh, biasanya ia tidak terlalu dingin seperti ini walau raut wajahnya selalu datar. Di jamin, kalau pemuda yang jarang tersenyum itu sekali tersenyum membuat hati para gadis luluh. Benar bukan?

   Tanpa ba-bi-bu Dewa menarik pergelangan tanganku agar diriku ini mengikutinya. Ia akan mengajakku pergi ke rumah hantu tersebut dan habis sudah riwayatku. Tanganku ini segera ku lepaskan secara paksa sehingga Dewa menoleh ke arahku.

"Aku tidak mau pergi kesana, Dewa." ucapku memelas.

"Tenang saja, ada aku. Kau kan tidak penakut seperti Jesse kan. Bukannya kamu sering uji nyali bersama Alvin." katanya terlalu jujur sehingga aku tidak bisa membantah ucapannya.

"Tapi ini beda, Dewa." kataku dan Dewa masa bodoh. Ia kembali menarik pergelangan tanganku dan masuk ke dalam hantu.

  Aku akan mengatakan kalau malam hari ini kencan pertama yang menyebalkan. Sebelum masuk ke rumah hantu, kami berdua harus berteriak kencang lalu muncul poin teriakan ketakutan. Aku dapat 40 poin, poinnya dikit banget sedangkan Dewa dapat 80 poin. Masalahnya Dewa bukan berteriak ketakutan melainkan ketawa jahat pengen nyulik orang.

  Setelah itu kami berdua masuk ke tempat gelap dan tidak ada cahaya sama sekali. Aku selalu menggandeng tangan Dewa atau bersembunyi di balik punggungnya. Tanpa ada aba-aba, di sekeliling kami berdua muncul kuntilanak dengan asap putih mengepul. Aku langsung menjerit ketakutan.

"AAAAAAA!"

    Seriusan, aku kaget. Beda dengan Dewa yang terlihat sangat santai tanpa ada ancaman sedikit pun. Lalu kami berjalan lagi. Aku merasa ada yang jail ke aku. Menoleh ke belakang, tidak ada orang. Dewa memintaku untuk berjalan duluan sedangkan dirinya berjalan di depan, aku hanya bisa mengangguk pasrah aja.

  Suara-suara mengerikan dan tawa kuntilanak membuatku ketakutan sekali. Rasanya merinding semuanya padahal ini hanyalah bohongan semata. Namun, rasanya aku berada di sekumpulan hantu-hantu jail yang siap menakuti-nakuti mangsa mereka. Ketika aku berjalan, tiba-tiba kakiku tersangkut oleh sesuatu. Dewa sudah berjalan di depan, berkali-kali kaki kananku ingin melangkah.

Tidak bisa.

"Hihihi. Kau tidak bisa pergi kemana-mana lagi." kata seseorang dari bawah. Ia yang menjerat kakiku.

"Lepaskan! Lepaskan kakiku bodoh!"  ucapku bersikeras untuk melepaskan kakiku tetapi tidak bisa.

  Hantu itu mencekal kaki kanan ku dengan kedua tangan dan disusul beberapa orang yang ikut mencekal kakiku agar tidak bisa keluar dari rumah hantu ini. Aku terus menyuruh mereka melepaskan ku tetapi mereka tidak mau melepaskan kakiku sama sekali.

"Dewa! Bantu aku!" panggilku ke Dewa sambil berusaha untuk berjalan meski harus menyeret. Kaki kananku sangatlah berat.

   Mereka tidak mau melepaskan ku biasanya kalau hantu bohongan di sentak sudah mereka lepaskan. Tetapi ini berbeda. Dewa hanya melihatku dari kejauhan dan mengeluarkan kartu di balik tangannya mengkode bahwa yang memegangi kaki kananku, bukan karyawan yang menyamar hantu melainkan ini hantu beneran.

Kembali Sekolah Aneh {The End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang