46. Bertemu Winda

17 10 0
                                    

   Mas Daniel menggandeng tanganku dengan jari kelingkingnya begitu pula denganku. Rasanya, kami berdua terlihat seperti sepasang kekasih padahal buka sepasang kekasih melainkan hanya kakak beradik saja. Tidak lebih dari itu. Mungkin, lain dengan Mas Taiga karena ia sering kali mengatakan jika aku bukan adik kandungnya, ia akan berpacaran denganku.

Kakak laknat yang gila. Kadang akal sehatnya ilang entah kemana? batinku mengomentari perilaku Mas Taiga. Yang kadang bener dan kadang tidak waras.

  Aku melihat sekeliling terutama lapangan sekolah di sana, arah pandang ku melihat anak perempuan yang sudah tidak asing lagi di penglihatan ku. Lalu aku teringat siapa gadis kecil tersebut dan memanggilnya.

"WINDA!" panggilku sambil mengangkat tangan tinggi, melambaikan tangan.

Winda yang merasa namanya terpanggil menoleh ke belakang dan celingak-celinguk mencari orang yang memanggilnya. Aku memanggilnya lagi dan ia melambaikan tangan balik sembari tersenyum. Mas Daniel menyuruhku untuk menghampirinya duluan sedangkan ia mengekori ku. Seolah tahu, kalau aku itu kangen banget sama Winda dan khawatir sama gadis kecil itu.

Langkah kakiku berlari kecil sambil merentangkan kedua tangan pada Winda. Kami berdua saling berpelukan sembari mengukir senyuman selebar-lebarnya, perasaan senang. Aku mengecek seluruh tubuh Winda membuat ia sedikit kebingungan.

"Kenapa Mbak Atma? Mengecek seluruh tubuhku. Aku tidak apa-apa kok." tanyanya polos membuatku sedikit mayun mendengar pertanyaan polosnya itu. Mencubit pipinya gemas membuat Winda meringis kesakitan.

"Haduh, Mbak Atma. Sakit tahu, pipi Winda dicubit." kata Winda mayun sambil menggosokkan tangan ke pipi, bekas aku cubit.

"Habisnya kamu gemes banget. Aku cubit." jawabku.

"Aku dengar, kamu habis di culik sama anggota Black Hawk. Kami semua khawatir banget sama kamu terutama Pak Sam." kataku ke Winda.

Winda tersenyum melihatku dan mengelus salah satu tanganku, mengelus lembut. Ia tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi susu yang masih tertata rapih dan juga putih. Mas Daniel berdiri di sampingku, muka datar.

"Bagaimana bisa kamu keluar dari Black Hawk?" tanya Mas Daniel yang baru datang sudah to the poin.

Ekor mata Winda bergerak ke beberapa arah, ia merasa bingung buat menjelaskan sebuah peristiwa yang terjadi di Black Hawk dan bagaimana caranya ia keluar bebas dari sana. Mengingat, organisasi hitam Black Hawk sangatlah kuat dan mereka akan melakukan apapun demi kelancaran rencananya agar tetap berhasil. "Menculik"—kata itu sangatlah cocok dengan mereka dan istilah lain juga "Bergerak dalam Kegelapan" sebagaimana mereka membuat dua kata "Musuh dalam Selimut".

   Winda menghela nafas panjang menatap kami berdua yang ingin jawaban penting tersebut. Ketika Winda ingin angkat bicara. Bel masuk berbunyi membuat kami berdua mau tidak mau, mendengus sebal melewatkan satu informasi. Aku menyuruh Winda tunda dulu ceritanya. Sebelum aku dan Mas Daniel pergi ke dalam kelas.

"Kamu bermain di lapangan sekolah ini. Tidak ikut dengan kami?" Winda menggeleng dan menolak secara halus.

"Aku disini saja. Jangan khawatirkan aku! Aku juga sudah meyakinkan Papa Sam untuk tidak mengkhawatirkan ku." jawabnya ku balas anggukkan mantap.

"Kalau begitu bye bye, Winda." kataku pamit sambil melambaikan tangan ke Winda.

Gadis kecil itu tersenyum sumringah sambil melambaikan tangan, membalas ku. "Bye bye, Mbak Atma dan Mas Daniel."

Dalam perjalanan menuju ke kelas. Aku bertanya mengenai maksud Mas Daisuke untuk berhati-hati dengan Alvin. Mas Daniel hanya diam tidak menjawab pertanyaan ku. Tidak lama, pemuda itu angkat bicara dan mengingat kalau Alvin belakangan ini bertingkah aneh. Alias sering kali kerasukan arwah yang masih penasaran dan meminta bertanggung jawaban dari Kepsek. Namun, mengingat jawaban Kepsek kemarin.

Kembali Sekolah Aneh {The End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang