Chapter 04

3.9K 509 34
                                    

Satu Minggu lebih telah berlalu, Aalisha selesai berkemas pakaiannya serta barang dan beberapa bukunya yang ia rasa perlu ia bawa. Untuk keperluan belajar di akademi, ia belum membelinya sama sekali karena semua itu baru bisa didapatkan di Kota Scheorinweed yang menjadi salah satu pusat kota serta kota yang terdekat dengan Akademi Eidothea sendiri. 

Pagi ini Aalisha akan pergi ke kota tersebut sembari mencari kebutuhan lainnya serta menginap selama beberapa hari di sana. Setelah memasukkan semua keperluan pribadinya ke dalam invinirium— tempat penyimpanan —ia segera mengganti pakaiannya dan mengenakan jubah. 

Ia mengenakan baju dengan warna abu serta celana hitam lalu diselimuti jubah, cukup sederhana karena Aalisha tak suka mencolok. Kini ia menatap sesaat pantulan dirinya pada cermin. Ada banyak hal yang bergumul dalam pikirannya, layaknya sekarang, dimana ia mendedikasikan jika dimulai detik ini, segala kehidupan Aalisha akan berubah. Ia tak bisa lagi mundur atau mencari jalan lain karena masuk ke akademi itu adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuannya.

“Kau sudah siap?” ujar Owen dengan setelan rapi seperti biasanya.

Aalisha menaikkan tudung jubahnya untuk menutupi wajahnya. “Ya, aku sudah siap.”

Mereka berdua turun ke bawah, terlihat ada kereta yang ditarik oleh dua kuda tengah menanti Aalisha. Jadi ia segera masuk ke kereta tersebut serta Owen yang duduk tepat di hadapannya. Kusir kuda menutup pintunya, sesaat memberikan hormat, lalu naik ke atas dan menjalankan keretanya. 

Sebenarnya ada cara mudah untuk bepergian seperti menggunakan mantra teleportasi, tetapi Owen tak mau menggunakannya karena membutuhkan tenaga yang besar lagi pula jika bisa bepergian dengan normal, mengapa harus menggunakan teleportasi yang biasanya digunakan untuk hal genting. 

Lamanya perjalanan dari Desa Twesserniont  menuju Kota Scheorinweed adalah sekitar enam jam dengan empat jam paling cepat jika menggunakan kuda yang lebih kuat. Oh, selain itu jika tidak dicegat oleh para perampok. Perjalan lama ini sudah terbiasa bagi Aalisha, ia tak terlalu mempermasalahkannya karena selama di perjalanan ia bisa menyelesaikan buku yang belum selesai ia baca. 

“Kenapa tak gunakan pegasus?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya. 

Owen yang tadinya menikmati pemandangan di luar kini menatap pada Aalisha. “Jika ada kuda biasa mengapa harus pegasus?”

Ah kau tak mampu menyewa pegasus?”

Helaan napas Owen terdengar, gadis ini sangat suka bercanda rupanya. “Pegasus cukup sulit ditemukan, lagi pula di daerah sini, orang-orang bepergian jarang menggunakan pegasus atau bahkan tak pernah sama sekali. Kau tahu 'kan kalau pegasus termasuk binatang magis yang tidak sembarang bisa digunakan?”

“Kalau begitu panggil saja untuk kita agar perjalanan ini semakin singkat. Mudah 'kan?"

“Layaknya memanggil seekor kucing atau kelinci? Mengapa tak kau coba sendiri. Mudah 'kan? ”

Owen sialan, ia mengulangi perkataan Aalisha. “Jika aku yang lakukan, maka akan kupanggil naga lalu menghanguskanmu hingga menjadi abu.”

“Aku menunggu hari itu tiba.” Owen tersenyum simpul sedangkan Aalisha tak mau lagi menyahut. Sungguh ia tak cocok mengobrol dengan pria di depannya ini karena akan selalu berakhir dengan perdebatan. 

****

Setelah melalui perjalanan yang cukup lama hingga membuat punggung Aalisha sakit serta ia menyelesaikan satu buku, akhirnya mereka berdua sampai juga di penginapan yang Owen pesan dan akan ditempati selama beberapa hari di kota ini sebelum pergi ke akademi. 

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang