Chapter 07

3K 461 33
                                    

Tempat terakhir yang harus Aalisha kunjungi adalah pandai besi yang paling terkenal di kota ini. Sebenarnya ada sekitar sepuluh pandai besi, tetapi Aalisha memutuskan untuk ke pandai besi yang paling terkenal dan Aalisha ketahui yaitu Blacksmith Peirce Baudelaire. Alasannya karena pandai besi ini, pria tua yang menjadi pemiliknya adalah keturunan kesekian dari pandai besi paling ternama dalam sejarah dunia— Itxaro Agrichie Massacre yang pernah menempa pedang terkuat dalam sejarah Athinelon. 

Suara bel terdengar ketika Aalisha mendorong pintu bengkel pandai besi tersebut. Terlihat ada beberapa orang yang baru saja keluar dari bengkel tersebut, kini hanya tersisa Aalisha seorang. Sangat sepi, ia tak melihat seorang penjaga pun berbeda dengan toko seberang yang baru masuk saja sudah disambut dan ditawari berbagai macam hal. 

Di bengkel tersebut ada meja besar yang kemungkinan meja kasir, jadi Aalisha mendekatinya. Terlihat ada replika berupa pedang kecil lalu bel yang tergantung di pegangan pedang. Karena tak ada seorang pun, Aalisha sentuh pedang tersebut yang tidak tahunya bergoyang lalu terdengar suara bel. Tiba-tiba saja seorang pria tua dengan rambut putih muncul. Aalisha hampir saja mengumpat karena terkejut, oh ayolah, Aalisha tak mau mati konyol karena serangan jantung. 

“Akhirnya, seorang tamu datang.” Pria itu kemudian berujar. Ia memang sudah tua, tetapi cara berjalannya masih tegak dan kuat. “Gadis muda, kau datang pasti karena ingin melihat dan membeli senjata.”

Mohon maaf jika Aalisha menginterupsi, akhirnya seorang tamu datang? Lalu beberapa orang yang keluar tadi bukan tamu apa? Hantu begitu, entahlah, terserah pada kakek tua ini. Lalu kalimat selanjutnya, tentu saja Aalisha kemari untuk membeli senjata bukan gaun pesta apalagi permen!

“Ya, aku kemari untuk itu.” Aalisha tak tega untuk menyahut kejam pada kakek ini, bisa bahaya jika kakek ini tiba-tiba kejang terus mati karena perkataan menusuknya, terlebih lagi Aalisha sudah lelah menyahut yang tidak berguna karena pertengkaran tadi. 

“Bagus, bagus Nona muda. Sebelumnya, izinkan aku memperkenalkan diri pada tamuku ini .…” Kakek tua itu lalu mendekati Aalisha. “Namaku Orleans Fiammeta Baudelaire, aku pandai besi sekaligus pemilik bengkel ini.” Kakek tua ini, menaruh satu tangannya di dada kiri lalu membungkuk dengan perlahan.

Aalisha sebenarnya malas melakukan hal ini. Apakah kakek ini akan memperkenalkan diri pada setiap tamu yang hendak membeli di sini? Oh, memang sopan, tetapi pasti menyakiti punggung maupun pinggang sendiri. Meskipun begitu, Aalisha tetap membalas dengan membungkukkan badannya sesaat sembari memperkenalkan diri juga. “Aku Aalisha, senang bertemu dengan Anda, Tuan Baudelaire.”

Tuan Baudelaire tersenyum, senyuman yang tak Aalisha mengerti apa maksudnya jadi ia tak menggubrisnya. Sudah cukup, ia bertemu dengan banyak orang aneh. “Kemari, kemari Nona Aalisha, ikuti aku.”

Aalisha mengikuti tuan Baudelaire yang menuntunnya masuk ruangan berbeda. Bengkel ini terlihat biasa saja jika dilihat dari luar, tetapi ketika masuk ke dalamnya akan sangat besar dan juga lumayan mewah. 

Selain itu, di setiap sisi, terlihat berbagai jenis senjata yang tertata rapi. Ada senjata yang ditempatkan khusus seperti dalam kotak kaca. Beberapa senjata juga ditaruh dalam ruangan yang berbeda lagi. Mungkin bisa sekitar tiga puluh lebih ruangan di bengkel ini hanya untuk menyimpan senjata-senjata. Di sisi lain bengkel, ada tempat khusus untuk membuat senjata. Bisa Aalisha dengar, suara palu besi menempa besi lainnya. 

“Senjata magis jenis apa yang hendak kau gunakan?”

Di Athinelon ada ada dua tipe senjata, pertama, segala jenis senjata tipe biasa yang sering digunakan untuk berlatih atau beberapa prajurit menggunakan senjata tipe biasa. Kedua adalah segala jenis senjata tipe magis, senjata ini memiliki neith serta kesadarannya sendiri. 

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang