Chapter 51

2.4K 399 80
                                    

|| Vote 40 dan Komentar 30, nanti update cepat^^

Satu jam menuju praktikum sihir dan mantra dasar. Ini adalah hari ketiga, giliran kelas Aalisha bertepatan pada hari Jumat sehingga kelas yang ada di hari ini harus diliburkan dan dicari kelas pengganti di hari berbeda. Praktikum akan dimulai pukul sembilan hingga pukul tiga sore, bisa lebih cepat jika semua bola kristal berhasil dihancurkan.

Aalisha mengamat-amati dirinya melalui pantulan cermin, cahaya matahari yang menembus jendela kamarnya menyinari rambut hitam legamnya, kedua tangannya perlahan memilin rambut yang hendak dikepangnya, setelah selesai, diikat ujungnya dengan pita berwarna putih gading. Merasa sudah cukup rapi. Dia mengambil dua sarung tangan hitam lalu dikenakan.

Di sisi lain kamar ini, di atas meja belajar, terjuntai surat kabar dari media Lè Ephraim dengan halaman utama yang membahas tentang penyerang Phantomius di sejumlah desa serta beberapa titik wilayah, meski agak jauh dari wilayah Akademi Eidothea, tetap saja, berita ini meresahkan. Kemudian para orang tua murid berpikir, dibandingkan anak-anak mereka berada di kediaman masing-masing yang bisa saja ada bahaya menanti, mereka memilih agar anak-anaknya tetap di lingkungan akademi saja.

Bukankan Eidothea menjadi tempat teraman di dunia ini? Begitu kata banyak orang.

Kabar Phantomius semakin meresahkan bahkan terdengar gila karena telah ditemukan para pemuja Raja Iblis itu berada di sekitaran tempat suci, menyamar menjadi orang-orang alim, serta parahnya menyamar sebagai pendeta di kuil. Hal ini mempersulit organisasi Alastair untuk membasmi mereka yang berada di lingkungan kuil karena tidak diketahui apakah mereka benar pendeta dan orang-orangnya ataukah para Phantomius.

Kini organisasi Alastair serta pihak kerajaan harus bergerak cepat untuk menyelesaikan masalah ini dengan menurunkan para Inquisitor terbaik. Mereka juga memprediksi jika organisasi penyembah Raja Iblis itu mencari pengikut baru yang target mereka tidak hanya orang dewasa, melainkan anak-anak terutama yang belum paham mengenai baik dan buruk atau masih dalam masa mencari jati diri pasti mudah sekali dipengaruhi, hal ini berlaku juga bagi anak-anak dari kalangan proletar yang jarang mendapatkan pendidikan atau pengetahuan. Atas hal inilah pihak kekaisaran Ekreadel telah mengerahkan segala upaya untuk mencegah bertambahnya Phantomius dari kalangan masyarakat kekaisaran.

Aalisha menatap surat kabarnya, lalu berujar, "pembasmian Phantomius adalah hal yang mustahil dilakukan hingga benar-benar lenyap, pengikut sekte raja iblis itu seperti ajaran Dewa, karenanya tidak mungkin dilenyapkan. Parahnya, banyak ras manusia menjadi pengikut mereka padahal dulunya bangsa iblis itu menyiksa leluhur mereka."

"Pantas saja ras Elf berkata jika manusia adalah makhluk yang aneh dibanding ras lainnya," sambung Aalisha sambil mengayunkan satu jemarinya. Kini surat kabar menjuntai itu perlahan bersinar biru lalu bergerak sendirinya dan terlipat rapi. Begitu juga barang-barang berhamburan di atas meja itu yang tersusun rapi sendiri.

Setelah dipastikan semua barang di kamarnya rapi dan tak ada sampah berserakan. Gadis itu menuju pintu kamar, meraih dua pasang sepatunya, bila dikenakan hampir mencapai lutut, sepatu yang seolah menelan kedua kaki pendek dan kurusnya itu.

Keluar dari kamar, melewati lorong, beberapa murid terlihat keluar dari kamar mereka, ada pula yang masuk untuk mengambil barang tertinggal. Dia teringat kembali diskusinya dengan Anila dan lainnya sehari yang lalu. Jadi mereka sepakati untuk membentuk tim dengan jumlah tiga orang; tim pertama, Aalisha, Anila, dan Mylo kemudian tim kedua, Gilbert, Frisca, dan Kennedy—mereka sudah akrab dengan anak Sylvester ini—hal ini dilakukan untuk saling membantu dalam praktik nanti, tentunya demi kelulusan bersama. Selain itu juga karena tak ada aturan yang mengharuskan mereka bersaing atau tak boleh bekerjasama.

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang