Chapter 53 (2)

2K 347 40
                                    

|| Jangan lupa vote dan komen^^

Perawat berpakaian putih baru saja keluar dari kamar Aalisha setelah mengganti perban di tubuh gadis itu, kini ia ambil seragam Akademinya lalu dikenakan, satu per satu kancing ia pasang, kemudian meraih jubah yang kini mengelilingi tubuhnya dengan rapi. Aalisha merapikan rambutnya, lalu ia ikat, tidak diurai seperti biasa. Setelah mengenakan sepatu, Aalisha melangkah keluar kamar, sebagian murid berlalu-lalang juga di lorong kastil asrama dengan membawa kesibukan masing-masing. Namun, jika ada murid yang melirik ke arah Aalisha sesekali, sudah dipastikan jika murid itu berasal dari angkatan yang sama dengannya dan tahu kabar jika Aalisha adalah murid bersimbah darah di hari pertandingan Oulixeus. Hanya saja tidak tersebar siapa pelaku yang membuat gadis itu terluka hingga berada dua hari di rumah sakit, banyak yang mencari-cari siapa pelakunya, apakah terjadi pertarungan atau hanya sepihak saja hingga Aalisha babak belur.

Di kala ini, terbelah dua kubu. Kubu pertama adalah mereka yang mendukung Aalisha sebagai korban karena meskipun gadis itu menyebalkan dan sombong, serta punya banyak pembenci, tetapi siapa pun itu tidak dibenarkan untuk bertarung dengan niat mencelakai apalagi sampai membunuh, sudah ditebak jika gadis itu hendak dibunuh, buktinya adalah luka yang ia terima.

Kubu kedua adalah mereka yang sama sekali tak peduli pada kondisi Aalisha meski ia korban, mereka berujar jika sudah sepantasnya gadis kasta bawah yang sombong itu untuk dibungkam agar semakin tak menjadi-jadi, salah satunya dengan membuatnya paham bagaimana seseorang bisa bergerak untuk membunuhnya, terutama keluarga bangsawan. Jadi berharap saja setelah kejadian ini, gadis kasta bawah itu sadar bahwa dirinya harus berhenti, jikalau bisa, enyah dari Eidothea adalah pilihan terbaik.

"Kau dengar kabarnya, jika adik tingkat itu, mengalami tragedi mengenaskan, untung saja nyawanya masih disayang Dewa," ujar seorang gadis dengan rambut pirang terurai panjang.

Temannya yang sedang memakan puding dengan anggun, ikut menimpali, "setidaknya hal ini menjadi pembelajaran baginya jika dunia mudah sekali menghancurkan manusia seperti dia itu."

Suara kekehan terdengar dari gadis yang mengenakan topi baret. "Aku penasaran apa dia masih bersikap sombong setelah ini?"

Gadis berambut pirang menyahut kembali. "Entahlah, dia gila jika masih—"

"Bisakah tutup mulut kalian semua." Suara itu berasal dari seorang gadis dengan manik mata amber yang manik matanya tidak lepas dari buku bersampul hitam. Kini para gadis yang bergosip tadi seketika terdiam membisu dengan kepala agak menunduk.

"Maafkan kami ...." ucap si rambut pirang.

"Pergi. Aku ingin sendiri, kalian sangat mengganggu."

Kini para gadis itu bangkit dari kursi mereka. Lalu perlahan menaruh tangan mereka di dada kiri sambil membungkuk pelan sebagai tanda penghormatan. "Kami undur diri, Nona Eloise Clemence."

Maka mereka segera beranjak dari sana tanpa berani berbisik satu sama lain, meski diusir dan diperlakukan agak kasar, tapi mereka tak berani untuk membicarakan Eloise di belakang. Baru beberapa langkah, mereka berpapasan dengan Nathalia Clodovea yang hendak menemui Eloise, para gadis memberikan hormat sesaat lalu kembali melangkah sedangkan Nathalia menatap bingung.

"Kau usir mereka?" tanya Nathalia.

"Ya, mereka mengganggu." Eloise membalik halaman selanjutnya kemudian penanya bergerak sendiri lalu menggaris bawahi sebuah kalimat, kemudian menulis sesuatu sebagai catatan.

Nathalia menghela napas. "Lain kali jangan diusir, mereka tetap temanmu." Ia duduk di seberang Eloise.

"Mereka yang kuanggap beracun haruslah segera diusir dari hidup sebelum racun itu semakin menyebar." Eloise meraih minumannya lalu ia teguk kemudian fokus membaca lagi.

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang