Chapter 11 - Arc 2: Eidothea Academy

3.2K 418 49
                                    

Suatu hari hiduplah seorang putri kecil yang selalu menggunakan topeng. Ia lakukan agar tak seorang pun tahu bagaimana wajahnya. Lalu jika ditanya, apa alasan ia tak mau seorang pun tahu bagaimana wajahnya? Putri kecil itu tak menjawab dan malah pergi.

Saking sang putri tak mau wajahnya diketahui, setiap yang mengajaknya mengobrol selalu tak disahuti, sepatah kata pun tak ada yang pernah mendengar suaranya bahkan ada yang menuduh bahwa sang putri terlahir bisu. Hingga perlahan banyak rumor beredar mengenai alasan sang putri kecil menyembunyikan wajahnya.

"Dia merasa malu, jadi ia sembunyikan wajahnya."

"Mungkin ia tak pandai berbaur jadi ia tutupi wajahnya dengan topeng."

"Ah kau salah, dia putri yang sangat cantik saking cantiknya harus disembunyikan."

"Bagaimana kalau dia buruk rupa? Sangat buruk rupa karenanya ia tak mau seorang pun tahu!"

"Ah kau benar, ada luka di wajahnya!"

"Mungkin dia dikutuk, jadi ketika orang lain menatap putri itu jadi kita akan terkena kutukan yang sama!"

Hingga ketika usia sang putri beranjak dewasa, di pesta upacara kedewasaannya. Rumor tersebar ke seluruh penjuru dunia bahwa sang putri akan tampil tanpa menggunakan topeng, maka berlomba-lomba setiap manusia untuk bisa hadir ke pesta tersebut bahkan yang dari pulau berbeda, tidak peduli jika harus menempuh perjalan hingga berjam-jam lamanya.

Berada di pesta tersebut, semua yang di sana sangat tidak sabar untuk melihat wajah asli sang putri. Ada banyak omongan dari satu orang ke orang lainnya, berbagai macam pendapat dibisiki. Hingga sang putri memasuki aula dengan berbalut gaunnya yang begitu indah. Perlahan-lahan ia melepaskannya topengnya.

Segala macam reaksi memenuhi aula kerajaan saat itu, tetapi yang paling terdengar ada pujian serta tepuk tangan.

"Lihatlah, bagaimana bisa wanita secantik dirimu menyembunyikan wajahmu itu?"

"Apakah engkau adalah peri, karenanya sengaja menyembunyikan wajahmu itu!"

"Ini adalah permata kerajaan, cahaya kerajaan kita begitu cantik bak seorang malaikat."

"Wahai putri kerajaan kami, mengapa engkau sembunyikannya wajah cantik jelitamu itu?" tanya seorang pria tua begitu menunggu jawaban sang putri.

"Sebelum kujawab, benarkah aku secantik itu?" ujar sang putri yang ternyata tidak bisu, sekali lagi, sang putri membuat geger satu aula.

"Jagad Dewa, suaramu bahkan begitu indah! Wahai putri kerajaan kami, mengapa engkau sembunyikan wajahmu itu selama bertahun-tahun?"

Sang putri tersenyum, senyuman yang membuat siapa pun yang melihatnya akan langsung jatuh cinta, tidak peduli apakan lelaki, wanita, anak-anak bahkan orang tua sekalipun. Namun, beberapa merasakan bahwa senyuman itu seperti senyuman iblis yang begitu bahagia melihat penderitaan makhluk hidup lain.

"Siapa bilang aku menyembunyikan wajahku? Salah besar karena yang kusembunyikan adalah suaraku yang begitu suci."

Maka setelahnya sang putri bernyanyi dan nyanyian itu sukses membuat satu aula merasa gila. Mereka yang setelah mendengar nyanyian itu, seperti terpengaruh obat, sehingga ingin dan terus-menerus mendengar suara sang putri. Malam itu adalah malam yang penuh tragedi karena seluruh manusia menghadiri pesta tersebut-mati.

Melihat kematian di depan matanya, sang putri mengambil pedang lalu berjalan menuju tengah aula. Dia mengikat kakinya sendiri dengan rantai lalu menggores tangan dan kakinya dengan pedang hingga mengeluarkan darah. Kemudian terduduk di lantai seperti seorang gadis yang begitu kesusahan serta tersakiti.

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang