Mereka tiba di sebuah restoran mewah. Hal ini karena sebelum pergi membeli kebutuhan Aalisha, mereka berniat mengisi perut terlebih dahulu yang kemungkinan membeli semua kebutuhan itu bisa memerlukan waktu hingga sore hari.
Arthur menjelaskan jika restoran bernama Araraya Obigail Laure— mengapa namanya susah sekali —menjadi salah satu restoran terbaik di kota ini. Para pengunjung dari luar kota, pasti takkan melewatkan makanan di restoran ini yang terkenal lezat bahkan diakui oleh raja setempat.
Hal itu terbukti jelas melihat antrean yang sangat panjang karena di dalam restoran sudah sangat penuh. Aalisha perlu mengelus dada berkali-kali, ia berpikir pasti akan membuang waktu lagi jika harus mengantre di restoran ini, tetapi ternyata tidak. Jika yang lain entah dari kalangan atas maupun menengah terlihat sedang mengantre dengan sabar.
Berbeda dengan Arthur dan Aalisha yang bisa masuk ke restoran itu dengan mudahnya bahkan sudah ada pelayan yang menunggu mereka lalu mengantarkan mereka menuju meja khusus yang berada di lantai dua. Kini Aalisha benar-benar memandang takjub pria di hadapannya ini. Apakah selain seorang bangsawan, pengajar di Akademi, pria ini juga orang yang sangat penting?
Seberapa penting sampai ia dengan mudahnya masuk ke restoran yang orang-orang rela mengantre sampai sore? Jelasnya tidak ada reservasi atau pesan duluan jika reservasi maka mereka yang berasal dari kalangan atas, tak mau bersusah payah mengantre di luar sana.
Aalisha tersenyum kecil, menarik juga pria yang kemungkinannya menjadi pengajarnya di akademi nanti.
"Apa yang akan kaupesan?" tawar Arthur sedangkan Aalisha masih menatap satu per satu menu restoran ini.
"Lebih baik Master yang memilihkan karena baru pertama kalinya aku ke restoran ini."
"Baiklah." Arthur segera memanggil pelayan. "Siapkan semua menu terbaik restoran ini."
"Baiklah Tuan, silakan menunggu."
Apa pendengaran Aalisha tak salah? Barusan ia berkata semua menu? Yah ini situasi yang biasa bagi Aalisha karena dalam novel yang ia baca, sering sekali seorang tokoh kaya raya yang tak mau ambil pusing karena masalah menu makanan jadi ia memesan semua yang ada di dalam menu. Namun, ini dunia nyata ataukah pria ini jenis bangsawan yang setiap sesi makan, selalu tersaji semua jenis makanan di tanah Athinelon ini? Tidak mengherankan, para bangsawan sulit dimengerti jalan pikirannya.
"Kau sudah tahu jika tanggal masuk akademi dimajukan?" Suara Arthur terdengar memecah keheningan Aalisha.
"Ah ya, sudah."
"Beberapa orang yang kukenal dan hendak masuk akademi sempat melontarkan protes karena hal ini, bahkan mereka marah-marah akibat tanggal yang dipercepat. Sepertinya Eidothea mengambil waktu mereka yang tersisa untuk hidup normal."
Entah perkataan itu hendak diberikan khusus pada siapa atau beberapa orang memang mengeluh, tetapi Aalisha merasa sakit hati dan tersindir. "Mungkin karena mereka ingin menghabiskan waktu berada di rumah sebelum pindah ke akademi yang mewajibkan muridnya tinggal di asrama."
"Logis juga." Arthur menopang dagunya lalu menatap Aalisha dengan intens. "Bagaimana denganmu? Sudahkah kau menghabiskan waktu di rumah sebelum pergi ke mari?"
"Bagiku menghabiskan waktu di rumah atau tidak, tak ada bedanya. Karna aku tak punya seseorang untuk melakukan hal itu."
Arthur mengangguk singkat yang tak lama kemudian pesanan mereka datang. Ada delapan menu terbaik di restoran ini maka kedelapan menu itulah yang tersaji di atas meja. Semuanya terlihat lezat, ada makanan yang tersaji dengan kuah dan ada juga yang tidak, minumannya juga tak kalah menakjubkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Book I: The Arcanum of Aalisha [END]
Fantasy[Bismillah, berani lo plagiat, gue tunggu hukumannya di akhirat!] BOOK I - TAMAT Athinelon, dunia sihir dengan keajaiban dan rahasianya yang tak terduga. Dunia yang terbagi menjadi beberapa benua, wilayah, distrik, dan zero domain. Dunia yang penuh...