Chapter 55 - Arc 4: Chrùin Games

3.1K 399 113
                                    

|| 40 vote dan 40 komen

|| Alasan bertahan baca cerita ini?

Bulan purnama malam ini, tetapi sinar rembulan ditutupi awan-awan yang sedang berarak. Angin berembus begitu dingin, menyapu pepohonan yang terdengar suara gemerisik karena dahan-dahan pohon saling bersinggungan. Di salah satu tempat di utara Eidothea. Ada meja bundar berwarna putih, di atasnya begitu lengkap; nampan, cangkir, teko, serta seekor kelinci yang tengah tertidur lelap sedangkan ada yang mengelus kelinci itu dengan pelan.

Suara buku dibalik halamannya terdengar, seseorang yang membaca buku itu sambil mengelus lembut si kelinci, ia tak perlu susah payah membalik halaman buku dengan tangan karena hanya perlu ia gunakan sihir.

"Master Arthur, apa perlu kucari anak itu karena sudah setengah jam dari Anda menghubunginya untuk kemari," ujar Immanuel yang berada di samping Arthur.

"Tidak perlu, kemungkinan Aalisha sedang tidur, jadi cukup terkejut ketika kuhubungi tadi dan butuh waktu untuk kemari." Arthur berujar sambil menatap cyubes-nya yang menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Arthur sebenarnya tidak yakin apakah benar gadis itu sudah tidur karena melihat sifatnya, ada kemungkinan Aalisha memiliki jam tidur di atas jam 11 malam.

"Bagaimana jika ia lambat? Haruskah kupaksa dia kemari?" Immanuel berujar sambil menuangkan teh ke cangkir Arthur.

"Tidak perlu, kasihan dia kalau kau seret kemari." Arthur meletakkan bukunya, meraih cangkir, ia minum teh tersebut pelan-pelan karena terasa panas.

"Baiklah, mari tunggu," jawab Immanuel.

"Ah lihatlah, dia sudah tiba," ucap Arthur tersenyum tipis, lalu senyumannya pudar yang hampir digantikan gelak tawa karena Aalisha datang dengan penampilan cukup berantakan.

"Kau ini murid Eidothea atau korban dampak bencana alam?"

Bagaimana Arthur tidak berkata begitu, Aalisha meski mengenakan kaos lengan panjang dengan warna abu-abu gradasi biru tua, serta celana kain kotak-kotak berwarna biru tua juga. Namun, entah alasan apa yang membuat celana gadis itu sedikit kotor, begitu juga kaosnya yang bahkan ada sobek sedikit di bagian lengan, sepatunya ... tidak, gadis itu mengenakan sandal hitam, tetapi lihatlah, kaos kakinya yang juga sama kotor. Lalu wajah gadis itu kotor pula, seperti ada tanah di bagian pipinya, kemudian rambut Aalisha yang biasa ia sisir, kini malah berantakan bahkan parahnya ada rumput tersangkut di rambutnya, begitu juga daun yang cukup besar. Jangan katakan jika ada ranting pula.

"Diam! Tarik kata-kata Anda dan jangan berucap apa pun tentang penampilanku!" teriak Aalisha, ia melangkah dengan rasa kesal, dientakkan kakinya ke tanah, lalu menatap Arthur dengan mata membara.

Sayangnya Arthur tetaplah Arthur, bukannya menurut, dia malah sengaja tidak menahan tawa yang membuat tempat itu dipenuhi tawa Arthur yang terdengar indah bagi orang lain, tetapi menyakitkan di hati Aalisha. Betapa jahatnya manusia itu karena menertawakan kesialan Aalisha, bahkan Arthur sampai meneteskan air matanya, saking lucu sekali penampilan gadis itu.

"Ahahaha, Oh Dewa, aku tahu kalau kau sering tertimpa kesialan, tapi apa-apaan penampilanmu ini. Kau benar-benar lucu, oh, sakit sekali perutku."

Melalui manik mata Aalisha, begitu jelas ia melihat wajah Arthur yang begitu mengejeknya, gerak-gerik Arthur yang masih menunjukkan jika ia hendak tertawa lagi sungguh membuat Aalisha kesal setengah mati. Lengan kurusnya menegang, ototnya mengeras, dikepalkan kuat-kuat kedua tangannya. Suara yang terdengar darinya begitu dingin dan sukses membuat angin berembus berhenti sesaat seolah memberikan kesempatan agar suara gadis itu yang terdengar.

"Aku bilang berhenti menertawakanku."

Arthur terdiam, lalu tersenyum tipis, ia akhirnya benar-benar berhenti tertawa karena tak mau semakin membuat muridnya itu marah besar. Kini Arthur memperbaiki posisi duduknya, ia baru sadar pula, kalau kelinci di atas mejanya sudah tak ada dan turun ke tanah, entah pergi ke mana. Pasti kelinci itu minggat karena suara tawa Arthur.

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang