Chapter 20

2.7K 390 70
                                    

Ruangan makan bersama menjadi salah satu tempat di akademi ini yang paling sering dikunjungi setiap penghuni akademi. Kini semua murid sedang melaksanakan sarapan bersama di ruangan tersebut, yah, tidak semua karena ada beberapa murid di asrama atau kantin rumah pohon. 

Terlihat di meja depan, ada beberapa pengajar yang ikut makan bersama. Aalisha melihat profesor Ambrosia mengobrol dengan profesor Madeleine, tetapi tidak ada bonekanya, apakah sudah dibakar? Oh ayolah, mustahil terjadi. Aalisha juga melihat Tuan Howard, profesor Reagan, serta beberapa pengajar atau profesor yang tidak Aalisha kenal. Lalu dicari dari ujung meja ke ujung lainnya, tidak ia temukan master kesayangannya, yaps, Arthur tak ikut makan bersama begitu juga kepala Akademi, profesor Eugenius. Entah kenapa mereka tak ada di sana. 

"Mengapa ini rasanya aneh?" ujar Mylo setelah mencicipi makanan yang berwarna agak jingga, ada ayam dan telur di sana. 

"Entahlah, aku tak berminat mencobanya. Memang apa rasanya?" ujar Anila sembari menyuap makanannya. 

"Asam, asin, berlemak, agak pedas? Ugh, aku tak suka …." Mylo akan menandai makanan itu ke makanan yang tak ia sukai. 

Setiap harinya, pasti ada menu baru yang disediakan pihak Akademi, kalau menu lama tentu masih ada, tetapi akan diberikan pada jam makan yang berbeda atau hari berbeda. Sehingga pasti setiap jam makan, ada makanan dan minuman yang disukai para murid serta ada juga yang tidak mereka sukai. Jadi tinggal seberapa cerdasnya para murid itu untuk memilih makanan yang mana mereka mampu makan. 

Kemudian makanan yang tersaji dimulai dari makanan berat seperti ayam, daging, dan nasi serta disediakan juga makanan pencuci mulut seperti kue, roti, puding, dan lainnya. 

Di ruangan makan bersama ini, para murid akan duduk sesuai dengan asrama mereka masing-masing di meja dan kursi panjang. Jika di luar jam makan yang telah ditentukan, para murid tetap bisa menggunakan ruangan ini, lalu bisa juga kalau hendak duduk berbaur dengan murid asrama lain atau makan camilan di sini sembari mengerjakan tugas. 

"Oh Dewa, itu dia, mengapa tampan sekali!" ungkap seorang gadis dari asrama Drystan. Gadis itu tepat di belakang Aalisha sehingga Aalisha bisa mendengar begitu banyak pujian dari gadis itu kepada primadona sekolah.  

"Jangan tarik jubahku! Ini masih baru! Yah, tapi jujur, ia benar-benar tampan," sahut teman sebelahnya. 

Suara mereka semakin ricuh yang membuat Aalisha harus memutar bola matanya malas dan agak kesal. Bisakah jika memuji jangan sekeras itu, jika kedengaran yang dipuji, bukankah memalukan? Simpan saja pujian itu untuk diri sendiri serta jangan sampai satu akademi mendengarnya. 

"Oh aku akan mati setelah ini, dia sangat tampan." Kini berujarlah Frisca yang membuat Aalisha sadar untuk tak perlu mengomentari manusia dari asrama lain karena di depannya saja sudah ada jenis manusia yang menyebut segala macam pria sangatlah tampan. 

"Apa mulutmu tak berbusa? Dari pada memuji mereka, mengapa tak puji aku saja yang jelas-jelas mengalahkan ketampanan semua pria di akademi ini," sahut Gilbert begitu percaya diri yang sukses membuat Frisca dan lainnya hendak muntah. "Bajingan kalian."

"Kau takkan pernah bisa disandingkan dengan dia!" sahut Frisca.

"Siapa sih yang kau maksudkan? Paling hanya jual wajah saja," ucap Gilbert. 

Frisca menggeleng sesaat lalu berujar, "tidak Gil! Lebih dari itu bahkan sempurna, dia punya wajah dan kekuatan!" Ia menjeda perkataannya. "Dia keturunan utama Majestic Families."

"Benarkah, mana dia?!" teriak Mylo yang membuat Anila menatap kesal. 

"Jangan asal kau lempar makananmu, kena wajahku! Terus alay banget kayak gak tahu mereka aja!" sahut Anila. 

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang