Menunggu Anila dan Mylo ternyata lama juga. Aalisha merasa bosan, mungkin dia pergi saja ke asrama tanpa harus menunggu keduanya? Hingga suara langkah berhenti di samping Aalisha, lalu duduk begitu saja. Tentu Aalisha tahu itu bukanlah Anila. Lalu siapa?
“Oh hai little girl!” sapanya yang membuat Aalisha harus mengumpat dalam hati. Kini harinya sangatlah buruk.
“Enyahlah.”
“Kenapa kau galak begitu.” Lelaki Gwenaelle itu, siapa namanya— Athreus? Menopang kepalanya dengan tangan kiri lalu menatap Aalisha yang enggan sekali menatap balik padanya. “Hanya sendiri?”
“Bukan urusanmu, sekarang bisa enyah dari hadapanku, kau membuatku risi.” Meskipun tak menatap Athreus, lelaki itu sangat paham jika gadis di depannya ini sangatlah marah.
“Aku hanya menemanimu sebentar, tidakkah kau senang?” Athreus masih saja tak mau pergi. Ia malah tersenyum sangat menyebalkan.
Kini akhirnya Aalisha menatap Athreus yang membuat lelaki itu berujar kembali. “Akhirnya, sejak tadi kau tak mau menatapku, agak sulit berbicara jika lawan bicaraku tak mau menatapku.”
Aalisha menatap kesal pada manik mata biru itu. “Carilah lawan bicara yang lain, sekarang enyah atau aku harus memukulmu dengan cangkir?”
Sebenarnya hal biasa di akademi ini jika ada yang tak saling mengenal, tetapi mengajak ngobrol, biasanya hal itu tak mengundang perhatian orang lain atau orang lain malah merasa bodo amat. Namun, terkhusus lelaki ini, Aalisha bisa merasakan jika murid-murid lain kini menatap ke arahnya dan memperhatikannya, terutama kakak tingkat, seolah lelaki ini adalah matahari di tengah kegelapan maka semua manusia pun tertarik padanya.
Siapa dia? Aalisha benci jika harus menjadi sorotan banyak orang. Athreus juga, bukannya merasa risi karena tatapan orang-orang padanya, dia seolah sudah terbiasa. “Kau seram ya, tapi jika aku tak mau pergi, bagaimana? Lagi pula semua manusia punya hak asasi untuk mengobrol dengan siapa saja.”
“Dan aku juga punya hak untuk menolak mengobrol denganmu,” sahut Aalisha.
Athreus sesaat berpikir sembari bersedekap dan menelengkan kepalanya. Ia memperhatikan gadis kecil dengan manik mata hitam dan rambut hitam ini. “Siapa namamu?” ujarnya yang sukses membuat raut wajah Aalisha semakin risi.
Oh ayolah, ada manusia di dunia ini yang tak suka ketika Athreus bertanya akan namanya? “Hoi, aku hanya bertanya namamu atau kau mau aku selamanya memanggilmu, little girl?”
“Aalisha, jadi berhenti memanggilku little girl, sekarang enyah dari sini!!” Oh Dewa, Aalisha merasa sangat sakit kepala.
Bukannya paham akan sakit kepala Aalisha, lelaki itu malah tersenyum simpul. “Aku Athreus, salam kenal, little girl.”
Suara keras terdengar bersamaan meja yang bergetar karena Aalisha berhasil menendang kaki Athreus dengan sangat kuat, tetapi lelaki itu sama sekali tak merasakan sakit. Aalisha menatap Athreus heran.
"Kenapa kau tak sakit sih padahal sudah kutendang?!!"
Athreus sesaat berpikir. "Karena kakimu kecil."
Aalisha mengepalkan kedua tangannya. Haruskah dia tendang kelamin lelaki ini agar bisa diam sekarang juga? Tidak, jika Aalisha lakukan maka bisa saja dia akan terkena tindak pidana dan di lempar ke alat pasung.
“Sebegitunya kau risi padaku?” tanya Athreus.
“Ya sangat.”
“Kau serius?”
Alasan Athreus berkata seperti itu karena selama ia hidup, banyak sekali kaum wanita yang mengejar-ngejar dirinya sampai ia kesal dan merasa sangat risi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Book I: The Arcanum of Aalisha [END]
خيال (فانتازيا)[Bismillah, berani lo plagiat, gue tunggu hukumannya di akhirat!] BOOK I - TAMAT Athinelon, dunia sihir dengan keajaiban dan rahasianya yang tak terduga. Dunia yang terbagi menjadi beberapa benua, wilayah, distrik, dan zero domain. Dunia yang penuh...