Chapter 71

2K 445 74
                                    

Seekor minotaur berhasil merobohkan pepohonan karena berusaha menghindari serangan sihir yang Lilura pasang sebagai jebakan. Di sisi lain, beberapa Beer Misvormwolfir terjerat semacam akar tanaman kemudian tertusuk tubuh mereka, tetapi tidak berlangsung lama karena sihir itu sudah mencapai batasannya sehingga tak satu pun dari monster-monster itu mati. Sedangkan para serigala berhasil melewati jebakan sihir berupa duri-duri tajam dan juga bunga yang akan meledak jika terinjak, kini lolongan mereka terdengar kencang karena sebentar lagi akan mendapatkan santapan mereka.

"Sial, mereka tidak berhenti berdatangan." Lilura sudah tidak sanggup menyeret tubuh Ambrosia. Kini mereka bersembunyi dibalik pohon besar serta hanya bisa berlindung dengan jebakan yang Lilura pasang, tetapi bukannya para monster tertahan jebakan tersebut, mereka malah berhasil melewatinya dan kini sebentar lagi akan sampai di lokasi Lilura dan Ambrosia berada.

"Sudah kukatakan ... untuk meninggalkanku." Suara Ambrosia terdengar sangat serak. Ia kini dibalut jubah yang ditemukan Lilura tersangkut di sebuah pohon.

"Aku tak mau dengar," balas Lilura, kini Ambrosia jadi keras kepala, Lilura pun keras kepala juga.

"Kurasa memang takdir kita mati di sini." Ambrosia tersenyumlah tipis.

"Tidak, takkan! Setelah kupikir-pikir, aku tak mau kaumati begitu saja. Banyak yang harus kaugapai di dunia ini, termasuk menampar pria yang mencampakkanmu itu."

"Dia takkan datang Lilura, takkan."

"Diamlah." Lilura mendengar raungan para monster yang semakin dekat. Ia lekas melayang sedikit hingga di samping Ambrosia. Hendak menyeret tubuh itu lagi. "Kita harus pergi."

"Tidak, cukup, kau sudah tak punya tenaga. Aku tidak bisa menggerakkan kakiku, jadi sudahlah." Ambrosia menggenggam erat lengan Lilura.

"Apa kau tak mau berusaha sedikit saja?" Lilura duduk tepat di dekat kepala Ambrosia.

"Aku mau, tapi manusia selalu punya batasan dan inilah batasanku, jadi aku mau ikhlas menerima batasan ini."

Lilura meraih jemari Ambrosia, ia genggam dengan erat tangan itu. Oh waktu berjalan dengan sangat cepat, padahal dulunya tangan Ambrosia begitu kecil, hampir seperti tangan Lilura. Ia teringat pula ketika melilitkan perban pada tangan Ambrosia karena terluka sehabis berlatih sihir, tangan ini juga yang sempat memerah karena terkena tumpahan teh panas, tangan yang rela sakit demi berjam-jam menyulam sapu tangan sebagai ayah dan ibu.

Kini tangan Ambrosia sudah sangat besar, melebihi Lilura sendiri. Ia tak lagi menumpahkan teh panas, tak lagi kesulitan menyulam sapu tangan, bahkan tangan ini mampu menolong banyak orang, terkadang menjewer telinga muridnya yang nakal. Lalu ingat sekali Lilura ketika tangan Ambrosia dicium punggungnya oleh pria yang membuat Ambrosia pertama kalinya jatuh cinta.

Perlahan tangan Ambrosia diletakkan Lilura di kepalanya, boneka itu menunduk hingga menenggelamkan wajahnya di dada Ambrosia, di gaun putih yang tampak kotor itu. "Aku ingin sekali melihat jemarimu ini mengenakan cincin pernikahan, berwarna putih dengan ada berliannya."

"Dia takkan datang, Lilura. Takkan ada suara kuda yang berlari kemari, takkan kuda putih yang dinaiki oleh pangeran, takkan ada pedang panjang yang siap menebas semua musuhnya. Takkan ada yang menyelamatkan kita. Namun, aku sudah puas karena selama ini diberi kebahagiaan bersama dengan orang-orang yang kusayangi, bersama dengan Eidothea, dan juga kau ...."

"Ambrosia."

Suara raungan minotaur berkulit hitam terdengar menggelegar, minotaur itu berzirah lengkap, membawa kapak sangat tajam. Lalu ia mengenakan sihir yang berhasil melenyapkan seluruh perangkap sihir yang Lilura pasang bahkan merobohkan pohon besar yang melindungi Ambrosia dan Lilura. Kini sang minotaur tepat berada di hadapan keduanya, kemudian Sang monster angkat kapaknya setinggi mungkin, lalu diayunkan. Namun, terhalang selubung neith yang Lilura pasang, sayangnya itu takkan bertahan lama.

Book I: The Arcanum of Aalisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang