"Tegap gerak!"
Bendera merah putih telah berkibar indah di atas sana. Angin yang berhembus membuat kain itu meliuk-liuk di atas sana. Pagi ini adalah upacara bendera yang selalu dilaksanakan setiap hari Senin. Setelah upacara selesai, mereka bubar menuju kelas masing-masing membuat suasana sangat riuh sekali.
"Panggilan kepada seluruh anggota Pramuka. Harap berkumpul di depan meja piket sekarang"
Ziva seketika menoleh ke arah meja piket. Pak Agus sudah berdiri memasang wajah yang siap menginterogasi. Jujur Ziva sangat takut apabila yang akan dibahas adalah persoalan kemarin. Sangat-sangat memalukan.
Mereka berkumpul di depan meja piket, tak ramai, hanya beberapa orang yang mengikuti acara persami (perkemahan Sabtu Minggu) kemarin. Sementara yang lainnya diperbolehkan untuk masuk ke kelas. Mereka dibawa ke ruang ketrampilan, berbicara di sana mungkin dapat menyamarkan apa yang telah terjadi dari warga sekolah ini.
Kalian tahu? Kejadian yang tak seberapa itu membuat mereka diomeli habis-habisan. Wajah Pak Agus yang memerah mulai meredam setelah beberapa menit tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Ia meninggalkan ruangan, begitupula para anggota yang juga bersiap untuk masuk ke kelas masing-masing dan harus mendengar ceramah dari guru yang masuk pada jam itu.
Bel istirahat berbunyi. Ziva berjalan di antara kerumunan orang, orang-orang di sekitarnya mulai berbisik, tertawa bahkan mengejek. Entah siapa yang dibicarakan tetapi Ziva merasa bahwa dirinya adalah objek dari perbincangan orang-orang tersebut. Gadis itu memilih untuk duduk di bawah pohon besar, tempat di mana ia berbincang dengan Rian pada malam itu.
"Kenapa, ya, semua orang kayaknya benci banget sama ekskul Pramuka? Apa yang salah?"
"Masa cuma karena maling jambu, gak dapet pula jambunya"
"Kenapa? Kenapa?!"
Ia menendang batu yang ada di hadapannya, membuat batu itu mengenai kepala seorang gadis yang lewat.
"Eh maaf. Gak sengaja, maaf, ya"
Gadis itu berlalu dengan wajah yang kesal. Ziva cemberut, melihat ke sekitarnya. Belum lama ia berada di sekolah ini, belum lama ia mengenal orang-orang yang ada di organisasi itu. Tapi tepat pada hari ini, sebagian anggota memilih untuk mengundurkan diri dari ekskul Pramuka meskipun mereka memiliki jabatan tertinggi di sana. Ziva, ia kesal, ia sedih. Tak bisa mengenal lebih jauh orang-orang yang baru di kenalnya pada malam itu.
Tapi ada satu hal yang membuatnya tetap bersemangat. Wahyu, Dion, Rian dan beberapa orang yang dikenalnya pada awal pertemuan masih tetap berada di sana disaat teman-temannya mengundurkan diri. Hati kecilnya terasa sakit, entah kenapa kejadian hari ini membuatnya sadar bahwa ekskul yang ia pilih saat ini bukanlah ekskul yang biasa. Namun sebuah ekstrakurikuler yang cukup dengan rintangan yang menyulitkan.
⚜️⚜️⚜️
Jam pelajaran terakhir telah usai, saatnya bel pulang dibunyikan. Para anggota Pramuka berjalan menuju ruang ketrampilan untuk membahas beberapa hal. Pembahasan yang masih sama seperti tadi pagi, apakah ada update terbaru? Mungkin saja.
Kini anggota Pramuka di kelas Ziva tinggal 4 Orang. Padahal pada awalnya setengah dari kelasnya mengikuti ekskul ini. Benar-benar menyedihkan. Ia berjalan menuju ruang ketrampilan bersama anggota lainnya dari beberapa kelas yang berbeda. Ruangan itu cukup sepi, bukan cukup tetapi memang sangat sepi. Ia melangkahkan kaki untuk masuk dan berdiam diri di dalamnya. Berkeliling melihat papan tulis, melihat-lihat piala tersembunyi dan beberapa matras yang berserakan di ujung ruangan sampai pada akhirnya Pak Agus datang bersama seseorang yang tidak di kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Teen FictionMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...