Suasana menjadi senyap seketika, tak ada yang berbicara dengan pandangan yang menunduk. Cuma suara jangkrik yang terdengar di antara pepohonan sana. Pak Aan menghidupkan senternya kembali, lalu berdiri.
"Sudah, jangan diulangi kembali. Sekarang kalian tidur, sudah malam, kalian pasti lelah, kan?"
Hanya anggukan yang membalas pertanyaan tersebut, mereka bubar tanpa suara. Memasuki tenda masing-masing tanpa suara bising. Ziva masuk ke dalam kamar sebelah kanan dengan beberapa orang di dalamnya. Ia menarik kain dan membaringkan tubuhnya, mengikuti serangkaian acara membuatnya kelelahan. Ia memperhatikan Dayang yang sudah memeluk bonekanya dan tersenyum dengan sendirinya.
"Dayang, kamu ngapain senyum-senyum? Lagi kasmaran, ya?" tanya Ziva.
"Emm iya nih. Kak Wahyu ganteng, sih"
Semua mata yang menatapnya terbelalak, bahkan orang-orang di kamar sebelah ikut melihatnya. Tenda ini luas, ada sekat yang membuatnya menjadi 3 ruang. Tapi sekat itu seakan tak ada ketika mendengar perkataan Dayang yang barusan.
"Seriusan?"
"Apanya?"
"KAMU SUKA KAK WAHYU?!"
Dayang seketika melotot, mencoba mengunci satu persatu mulut yang berbicara barusan. Semua yang ada di sana hanya mengangguk dan memperhatikan gerak-gerik Dayang dan membawanya ke ruang di tengah. Berhubung Wahyu sedang berkeliling untuk begadang.
"Aku tuh pengen ngasih coklat ke Kak Wahyu. Tapi, ya, gimana gitu"
"KAK WAHYU!" teriak Dila dari dalam tenda membuat sorot senter mengarah ke sana.
"Iya, kenapa? Ada masalah?" tanya Wahyu dengan cahaya senter yang masuk ke dalam tenda.
"Kenapa? Ada maling, ya?" tanya Rian yang menyusul dari belakang
Cahaya senter yang dipegang oleh Rian menerobos masuk begitu saja dan langsung menyorot wajah Ziva yang baru saja membuka pintu kamar sebelah kanan.
"Oh, ini malingnya?" tanya Rian.
"Sembarangan! Itu senternya jangan diarahin kesini dong, Kak"
Rian hanya terkekeh pelan sebelum raut wajahnya mendadak berubah serius mengikuti raut wajah Wahyu yang saat ini menatap Dayang. Gadis itu mengambil sebungkus coklat dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Wahyu. Wahyu terdiam membeku, ia tak mengerti akan situasi saat ini.
"Buat apa? Ini maksudnya apa?"
"Aku ... suka Kakak"
"Hah?"
Wahyu menoleh ke kanan dan kirinya berulang kali. Ia kembali menatap gadis itu, meski dengan tatapannya yang sangat polos. Ia meraih coklat tersebut dan mengantonginya. Menyalakan senter dan kembali berkeliling.
"Good night, everyone. Jangan begadang," ucap Rian sambil menutup pintu tenda.
Ziva kembali menyelimuti dirinya, melihat temannya yang sudah salah tingkah tak karuan tepat di hadapannya. Ia bingung harus merespon apa, karena Dayang sudah terlanjur menutupi wajahnya dengan boneka. Menikmati perasaan bahagianya malam ini. Ziva berbaring, berupaya melupakan semua kejadian mengesalkan dan menikmati indahnya malam perkemahan dengan sejuta kejadian tak terduga. Tak perlu berlama-lama ia pun terlelap.
Waktu berjalan dengan begitu cepat, sangat cepat. Ziva terbangun karena suara-suara yang mengganggunya. Gesekan dedaunan tepat di belakang tendanya begitu mengusik, belum lagi bau menyengat yang entah datang dari sepatu siapa. Ia membuka pintu, melihat para seniornya telah tertidur. Tampak di kamar sebelah gerak-gerik mencurigakan, Dila dan Vika berbisik satu sama lain, juga ikut terganggu.
"Vika, yuk kita sama-sama baca Al-Qur'an," ajak Dila.
"Gelap, kalo nyalain senter nanti ketahuan belum tidur"
"Ya udah, baca surah pendek aja"
Ziva mengintip dari balik jendela kecil, dedaunan itu semakin berisik bagaikan tertiup angin kencang, padahal tak ada angin malam itu. Bulu kuduknya berdiri, ia cepat-cepat berbaring, menutupi wajahnya dengan kain dan berusaha untuk tidur kembali.
Adzan subuh berkumandang, lekas mereka semua terbangun dan melaksanakan kewajiban mereka, yaitu salat. Berwudhu, membentang tikar di sebuah kelas yang terbuka lalu melaksanakan salat berjamaah seperti biasanya. Entah siapa dalang dibalik itu semua, ada saja kelakuan aneh mereka ketika salat. Setelah salat dilaksanakan, mereka mulai berpencar ke sembarang arah karena belum ada agenda apa-apa pagi ini.
Ziva mengembalikan mukenahnya ke dalam tas dan berjalan menuju dapur. Hanya memperhatikan, ia tak tahu harus membantu apa di sana. Ia melihat kakak-kakak yang lain sedang duduk di kursi panjang dekat api unggun, menghangatkan diri dari udara pagi yang menusuk kulit.
"Emm kita ngapain?"
"Mendingan beresin tenda dulu"
"Ya hayuk"
Beberapa dari mereka berjalan ke arah tenda, membereskan barang-barang di dalamnya dan menyusunnya dengan rapi. Tak ada satupun yang tertinggal, Ziva melihat keluar tenda, tampak Bojes yang keluar dari tendanya dengan mata yang masih menyipit. Ia berjalan dengan separuh nyawa yang belum terkumpul, membuatnya sempoyongan hingga terjatuh karena tersandung patok tenda. Ziva menahan tawanya begitu pula teman-temannya yang juga ikut melihatnya.
"Wahyu! Dion! Kalian, ya, yang ngambil telur!" teriak Marsha dari arah dapur.
Kedua orang yang diteriakkan namanya sudah berlari entah kemana saat ini. Setiap perkemahan selalu ada yang namanya kehilangan telur. Ziva berjalan ke belakang tenda putra, melihat Bojes yang sedang merebus telur di sebuah perapian kecil. Ia memasukkan penyedap rasa dan beberapa lembar daun bayam ke dalam air rebusan. Entah apa maksud dari itu semua.
"Ngapain, Kak?" tanya Ziva.
"Mandi"
"Siapa?"
"Telurnya"
Ziva mendengus sebal, pandangan matanya menangkap seseorang yang tengah berjalan di koridor. Rian dengan Noris yang entah sedang menertawakan apa di ujung sana, seperti ada obrolan yang sangat lucu diantara mereka. Air rebusan tadi perlahan berubah warna menjadi hijau, Ziva melihat Bojes yang perlahan menusuk cangkang telur, membiarkan air rebusan itu masuk.
"Mantep nih, kaldu bayamnya meresap," ucapnya.
Ziva sudah menggelengkan kepalanya melihat kelakuan orang-orang di sekitarnya. Rian ikut duduk di sebelah Bojes, menepuk pundaknya dan membisikkan sesuatu membuat Bojes ikut tertawa. Ziva yang tak tahu apa-apa kemudian melarikan diri dari sana. Ia berjalan ke lapangan, namun kakinya tak sengaja tersangkut patok tenda dan berhasil membuatnya terjatuh. Rian, Bojes, Noris, dan beberapa orang disana ikut menertawakannya. Pipinya memerah karena malu dan buru-buru menjauh dari sana.
"Jangan lupa lihat ke bawah kalo jalan"
Mereka melaksanakan operasi semut dibawah arahan Kak Panji sehingga lebih terarah sebelum akhirnya melaksanakan senam pagi. Speaker baru dari Pak Agus membuat mereka lebih bersemangat melakukan senam pagi. Sebelumnya juga mereka menghanti pakaian dengan kaos agar lebih nyaman. Dion dan Wahyu sudah tertawa lepas mengikuti irama senam.
"Sekarang kanan e nona manis putarlah..."
"Ke kanan! Ke kanan! Ke kanan dan ke kanan! Ke kanan! Ke kanan! Ke kanan manis e"
"Habis ini senam kewer-kewer ya!"
"Oke. Awas aja kalo kalian gak gerak"
"Pasti gerak dong"
- TBC -
Eiyooo ges double update hari ini
Gimana? Kemah kedua mereka lumayan baik lah ya meskipun banyak kejadian tak terdugaKalian pada suka senam gak nih wkwk? Maafkan episodenya yang kadang absurd gitu ya. Tungguin terus updats berikutnya, seperti kalian menunggu kepastian crush yang gak peka wkwk
Jangan lupa vote, komen, dan follow nih. Sampai jumpa di episode berikutnya babay!!
KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Fiksi RemajaMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...