Perkemahan kedua telah usai bagi angkatan ke-7. Sudah banyak sekali momen-momen yang terlewati begitu saja, tak sedikit pula yang melekat ke dalam hati. Membuat ruang-ruang harapan itu seakan terbuka lebar. Siang ini mereka berkumpul, di dalam ruangan berwarna oranye. Seperti biasa, mereka akan bermain, mungkin.
Ziva memasuki ruangan, meletakkan tas di atas matras yang terletak di pojok ruangan. Hari ini adalah hari Rabu, banyak sekali anggota yang sedang mengikuti ekskul lain pada hari ini. Ziva duduk di atas matras bersama teman-temannya. Wahyu dan Dion sudah sejak tadi mengeser meja yang digunakan untuk permainan tenis meja. Memainkan tenis meja karena tak ada kerjaan adalah kebiasaan mereka.
Ziva berjalan keluar dari ruangan, memperhatikan pohon sirsak yang tumbuh di sudut. Ia melihat seseorang dengan pakaian berwarna biru sendu sedang berjalan di lorong. Ziva berkacak pinggang melihat orang itu.
"Kakak ngapain kesini?" tanya Ziva saat seseorang itu sudah berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Kenapa? Gak boleh?" tanya Rian yang ikut berkacak pinggang.
"Kakak itu lagi ekskul. Ngapain kesini? Ntar ketinggalan mampus"
"Mana ada ketinggalan. Lagian ini waktu istirahat"
"Oh"
Rian menatap gadis yang saat ini berdiri di depannya. Ia tersenyum tipis berniat akan menjahili gadis itu, tapi tampaknya ia sedang merasa kesal. Rian berjalan melewati gadis itu dan memasuki ruangan.
"Kak Rian ih!"
Ziva berjalan menyusul, memerhatikan Rian yang saat ini sedang mencoret-coret papan tulis dengan soal matematika. Awalnya soal-soal yang ia tulis tampak sangat mudah dikerjakan, tapi tidak saat huruf x dan y masuk ke dalam sana. Ziva sudah mual sendiri melihatnya.
"Dek. Coba kerjain, soal kelas 7 loh," ucapnya melihat ke arah Ziva.
Ziva yang dilihat oleh Rian hanya menggeleng. Ia tak bisa mengerjakannya, dapat dikatakan Ziva adalah seseorang yang anti-matematika. Ia sangat tidak suka dengan pelajaran itu, melihatnya saja ia sudah mual apalagi mengerjakannya.
"Coba dulu. Jangan bilang enggak bisa"
Ziva mengambil spidol dari tangan Rian. Mencoba untuk mengerjakannya, mengikuti arahan Rian. Kali ini rasanya matematika jauh lebih mudah dari biasanya. Entah faktor apa yang membuatnya tampak begitu.
"Nah itu bisa"
"Wah iya dong. Kayaknya kalo gurunya kayak kakak, Ziva bakalan dapat seratus terus haha"
Rian tertawa pelan, memerhatikan raut wajah gadis di hadapannya. Ia mengeluarkan sebuah jurus, menulisksn sebuah soal pecahan. Salah satu soal yang teramat dibenci oleh Ziva, dari SD hingga saat ini. Rian selalu tahu caranya membuat Ziva merasa kesal.
"KAKAK! ZIVA ITU GAK NGERTI PECAHAN!"
Rian semakin gencar menarik Ziva menuju papan tulis, membuat gadis itu hampir menangis. Rian tertawa puas lalu meletakkan spidol pada wadahnya di samping papan tulis.
"Udah udah, kakak minta maaf, ya"
"Boleh. Tapi bantuin Ziva ngerjain tugas matematika, ya"
"Iya. Tunggu kakak selesai ekskul, ya"
⚜️⚜️⚜️
Waktu terus berjalan. Para anggota pramuka yang tidak memiliki kerjaan di rumah kini berkumpul mengerjakan tugas bersama-sama. Mulai dari tugas Pendidikan Agama Islam, IPA, IPS, bahkan PJOK, tapi tidak dengan Matematika. Mereka semua angkat tangan saat disuguhkan pelajaran yang satu ini. Hanya Rian yang mengerti, seseorang yang separuh jiwanya berada dalam ruang lingkup IPS, dan separuhnya berada pada Matematika. Tepat pada hari ini, Pramuka adalah tempat untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan tugas.

KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Novela JuvenilMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...