Episode 6

30 3 2
                                    

Ziva berjalan keluar dari kelasnya saat bel pulang berbunyi. Ia melihat sejumlah teman-teman satu organisasinya yang sedang berdiri di depan kelas mereka sambil mendengarkan pengumuman. Sontak mereka berlari menuju ruang ketrampilan tak terkecuali Jesika yang sudah menarik Ziva secara paksa karena gadis itu masih membeku di tempatnya seolah tak tahu apa-apa.

"Kalian kok ninggalin aku?" tanya Vika dengan napas terengah-engah.

"Eh maaf. Aku gak liat tadi, kirain udah ke sini duluan," ucap Jesika.

Ziva? Gadis itu hanya terdiam memperhatikan kaca ruangan yang memantulkan gambar tubuhnya. Jilbabnya yang sudah tak rapi lagi ia benarkan tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya.

"Va," panggil Vika.

"Iya?"

"Kamu tahu kenapa kita disuruh kesini?"

"Enggak tuh," jawabnya polos.

Jesika menepuk jidatnya cukup keras. Bisa-bisanya otak Ziva loading cukup lama bahkan sampai saat ini ia masih santai dengan wajah polosnya tanpa tahu kenapa mereka disuruh berkumpul di ruang ketrampilan ini. Jesika melayangkan sebuah jitakan tepat di kepala Ziva yang sedang melamun.

"Aww Jes! Kamu ngapain sih pake narik aku kesini? Emangnya ada apa? Kenapa tarik-tarik?" tanya Ziva dengan wajah paniknya.

"Alhamdulillah sinyalnya sudah membaik setelah serangan itu," ujar Vika mencoba untuk menahan tawa.

"Astaghfirullah. Lama-lama jadi religius kalo deket sama kamu terus," ucap Jesika dengan nada sedikit ketus.

"Lah kenapa?"

"Tiap menit selalu ngucap. Kamu sih lemot banget, giliran di jitak langsung 4G sinyalnya"

"Hehe. Abisnya seru kamuflase jadi TV"

"Ampun dah nih anak. Absurd bener, apalagi tuh TV?"

"Itu kalo TV macet biasanya digetok dulu baru mau jalan. Ya, aku cosplay itu barusan"

Tanpa memperpanjang urusan, Jesika mengajak Vika dan Ziva memasuki ruangan yang masih terlihat sepi. Mereka tak tahu jika orang-orang sudah berkumpul di tempat lain, karena persoalan kelemotan otak Ziva mereka tak mengetahui informasi lanjutan. Seorang senior laki-laki berjalan ke arah mereka lalu berbelok tepat di depan ruang ketrampilan.

"Kumpulnya di kelas 7 H"

Mereka berlari menuju kelas 7 H yang hanya beberapa langkah dari tempat mereka berdiri. Memasuki ruang kelas yang cukup gelap itu dan langsung mengambil tempat duduk yang berdekatan. Mereka hanya saling diam, menunggu kakak pelatih datang menemui mereka. Tapi sayang, setelah lama menunggu Kak Alvi baru dapat memberi kabar jika ia tidak bisa datang untuk sebuah pembahasan penting saat ini.

Ziva menghela napasnya lalu duduk dengan posisi yang sudah setengah rebahan. Wahyu melihat papan tulis dan berdiri, ia melihat orang-orang di hadapannya dan mulai berbicara.

"Assalamualaikum. Selamat siang"

"Waalaikumussalam. Siang!"

"Maaf, karena telah menghabiskan banyak waktu kalian. Hal mendadak terjadi sehingga Kak Alvi tidak bisa datang untuk membahas sebuah persoalan. Jadi alangkah baiknya jika kita yang membahasnya terlebih dahulu"

Ziva segera membenarkan posisi duduknya lalu mengikuti serangkaian perbincangan yang tidak menarik perhatiannya sama sekali. Sebuah pembahasan yang cukup membosankan untuknya.

"Jadi Minggu depan, hari Sabtu malam Minggu kita akan mengadakan perkemahan pertama sebagai penyambutan kalian sebagai angkatan ke-7 KABAMAS"

"Biasanya kita mengadakan perkemahan satu bulan sekali. Yang insya Allah akan diterapkan lagi nantinya. Jadi kita akan membahas perlengkapan apa saja yang akan dibawa nantinya"

Ziva mulai tertarik dengan pembahasannya apalagi ia belum pernah merasakan perkemahan sebelumnya. Ini adalah perkemahan pertama untuknya dan semoga saja ia mendapatkan izin dari orang tuanya untuk mengikuti perkemahan perdana ini, lagipula perkemahan ini bisa saja jadi ajang pendekatan dirinya dengan teman-teman seangkatan.

"Oke, Dek. Jangan lupa bawa sikat gigi, odol, sandal jepit, alat shalat, sarung, senter"

"Kaos kaki juga, jilbab double, minyak kayu putih, jajanan juga boleh"

"Bonge! Entar kamu bawa ayam, ya. Kita bakar-bakar ayam nanti," ucap Wahyu kepada salah satu teman seangkatannya.

"Siaplah. Eh sayurnya? Ya kali makan ayam doang"

"Sayur yang ada di rumah ya adek-adek. Bila perlu satu kulkas kalian bawa"

Ziva membulatkan matanya sejenak, melihat para kakak seniornya lalu kembali mencatat perlengkapan yang akan di bawa pada buku pelajarannya. Ia menemukan sebuah coretan dasa dharma pada buku tulisnya tak lupa sebuah logo di ujung lembar tersebut.

Kalian tahu logo grub band EXO? Para K-Popers pasti tahu, ya. Lain halnya dengan Ziva yang sama sekali tak tahu dengan logo tersebut. Saat ia diperintahkan menggambar logo tersebut karena katanya adalah salah satu lambang yang ada pada Pramuka, dengan polosnya ia menggambar logo tersebut pada bukunya.

Sekarang ia baru sadar betapa polosnya, betapa lugunya ia terhadap Pramuka. Ia tak tahu apa-apa dan jika ditanya tujuannya masuk ke organisasi tersebut apa. Ia hanya bisa menjawab ingin belajar disiplin, memupuk persaudaraan, mencari teman baru dan sejatinya jawaban tersebut hanya mencontek saja. Dari lubuk hatinya terdalam, ia hanya sekadar ikut-ikutan dalam memilih ekstrakurikuler.

"Canda, Dek. Bawa sayuran yang ada di rumah kalian. Jangan memaksakan sesuatu yang tidak ada. Jangan lupa bawa tempe, telur, beras, dan juga cabe, bawang juga lah," sambung Marsha.

"Beras bawa berapa kilo, Kak?"

"Sekarung juga gak apa-apa. Jadi stok kita buat kedepannya"

"Oke sip. Besok aku bawa, Kak," ucap Tio menanggapi.

"Eh bercanda. Satu canting aja cukup kok. Kelebihan malah"

"Satu canting? Gak cukup dong, Kak. Kita ini rame banget"

"Satu canting satu orang, Dek. Hehe gila aja kita makan satu canting untuk 20 orang lebih ini"

Ziva berpikir sejenak. Tidur di dalam tenda tidak membutuhkan kasur, bukan? Lalu alasnya apa? Apakah sudah ada terpal instan di dalamnya? Jika tenda modern yang digunakan pasti ada, tapi jika tenda yang berbentuk segitiga itu mana mungkin. Ia membayangkan tidur di dalam tenda lalu menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Eh, Dek. Kalo bisa jangan bawa labu siam, ya. Soalnya agak gimana gitu kalo dimasak untuk kemah"

"Siap, Kak!"

"Kak. Nanti bawa selimut sama bantal gak?" tanya Ziva sambil mengangkat tangannya.

Wahyu, Rian, dan teman-temannya yang lain sudah menahan tawanya begitu susah payah. Hingga Rian tak lagi dapat menahan tawanya yang sudah ingin meledak sejak tadi. Entah kenapa ia bisa menemukan junior yang semacam ini.

"Bawa Dek. Sekalian kasur juga, ya," ucap Bonge yang tak lagi kuat menahan tawanya.

"Oh banyak banget, ya, bawaannya"

"Jangan di seriusin, Dek. Mereka bercanda. Kita cukup selimutan pakai sarung dan bantalan pakai tas ransel yang kita bawa. Biar gak banyak bawaan"

Malu, sangat-sangat malu. Ziva terdiam dengan sederet gigi putihnya.

- TBC -












Ges double update yeay ...
Bukannya rajin, jiwa magernya belum kambuh aja wkwk

Tetap stay di cerita ini ya, tungguin kelanjutannya siapa tau update tengah malem. Ah enggak, bercanda doang.

Jangan lupa tinggalin bintangnya ya
Babay (kali ini serius)

KABAMAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang