Satu dua hari Ziva melihat Adriansyah di sekolah dengan sikapnya yang masih sama seperti hari itu. Dingin, ketus, bahkan ia tidak melirik Ziva sedikitpun. Jika dipikir secara positif, kemungkinan besar Adriansyah lupa akan nama ataupun wajah dari Ziva sendiri. Pada hari ketiga dan seterusnya ia bahkan melihat Adriansyah tersenyum pada orang lain tapi tidak pada dirinya dan juga teman-teman satu organisasi.
"Ada apa, sih?" batin Ziva dalam hati.
Gadis dengan jilbab segi empat itu berjalan mondar-mandir di kelasnya. Ia melihat lembaran kalender dengan membolak-balikkan berulang kali, melihat apakah ada tanggal merah pada hari Kamis. Jika ada, itu akan menjadi hari yang sedih baginya karena tidak bisa latihan bersama seseorang.
"Alhamdulillah bulan ini gak ada. Yeay bentar lagi latihan bareng kakak pelatih baru!"
"Ah apa, sih? Sebahagia itukah? Dia gak tau aja buruknya Pramuka gimana," ucap beberapa orang di kelas itu.
Pada mulanya anggota Pramuka di kelas 7D banyak sekali, bahkan hampir setengah kelas. Sekarang? Hanya tersisa secuil saja anggota Pramuka di sini, terlebih lagi akan kasus perkemahan kemarin yang membuat orang-orang malas mengikuti organisasi yang satu ini.
"Apaan sih? Emangnya buruk gimana?"
"Ah enggak. Kalau mau tau cari sendiri, ya, jawabannya"
Ziva hanya terdiam sambil memikirkan banyak hal. Keburukan apa? Hanya satu hal yang membuatnya buruk bukan? Ulah beberapa orang yang berusaha mencuri beberapa hari yang lalu. Tapi itu sudah berlalu dan tidak ada hubungannya lagi sekarang.
⚜️⚜️⚜️
Hari Kamis telah menyambut gadis itu pada pagi harinya. Dengan sangat bersemangat ia pergi ke sekolah, tidak sabar untuk berlatih bersama pelatih baru yang katanya baik hati itu.
Ia tak kalah bersemangat saat belajar, terkecuali pelajaran matematika yang memang sangat sulit dimengerti baginya. Pada jam istirahat itu, Ziva bersama beberapa orang temannya berlari menuju kantin sebelum berdesak-desakan, ia benci kerumunan."Bi! Beli nugget dua!"
"Bi!"
"Bi! Mie goreng satu!"
"Mie rendang 3! Pakai kuah dikit!"
"Bi!"
"Bi! Es teh satu tapi anget, ya!"
Begitu riuhnya suasana kantin siang itu. Sampai-sampai Ziva yang datang lebih dulu terjepit diantara ramainya orang yang berdesakan. Raut wajahnya berubah kesal saat beberapa orang memasang raut wajah sinis padanya.
"Ish apaan, sih? Gak jelas banget, orang cuma mau lewat, kok," ucapnya kesal tanpa melihat ke depan.
"Udah tau orang kesel, malah di-" ucapnya terpotong saat melihat seseorang berdiri tepat di depannya.
Kedua pasang mata itu bertemu pada satu titik pandang. Detak jantung gadis itu sudah tak beraturan lagi sangking kagetnya, belum lagi seseorang di hadapannya menatapnya dengan sangat tajam.
"Kesel? Kenapa?"
"Ah anu ... anu loh kak ... ya itu loh pokoknya," ucapnya dengan kata andalan berjuta makna itu.
"Anu anu, apa? Apa yang bikin kesel emang?"
"Itu loh ... ish anu pokoknya"

KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Teen FictionMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...