Kak Lidia yang hanya diam menunggu juga ikut merasa lelah. Ia bahkan mendesak hingga berulang kali memberikan hukuman sampai pada akhirnya ia menyerah. Regu kedua lolos menuju pos berikutnya sambil membawa setangkai rerumputan berbunga untuk dijaga sampai ke sekolah nantinya.
Mereka berjalan, terlihat rawa-rawa dengan sejumlah selada air yang ditanam di dalamnya. Wahyu melihat sebuah jalan dan langsung saja melompat ke sana.
Byur! Wahyu terperosok ke dalam rawa-rawa, jalan itu hanyalah ilusi semata. Para anggotanya tertawa puas melihat Wahyu dipenuhi oleh selada air, mereka berjalan menanjak hingga tibalah mereka di pos terakhir. Tampak Kak Panji sudah berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di depan dadanya.
"Kalian berhenti"
"Berhenti grak!" tegas Wahyu.
"Satyaku Ku dharmakan, Dharmaku ku baktikan. Kami dari regu kedua siap menerima intruksi dari kakak"
"Kembali ke tempat, kerjakan"
"Siap kembali ke tempat"
Kak Panji menatap mereka satu persatu. Kak Doni sudah berdiri di belakangnya sambil berkacak pinggang dengan celananya yang tekah tergulung hingga betis.
"Benar kalian sudah membocorkan amanah?"
"Siap iya, Kak"
"Di pos keberapa?"
"Siap pos dua"
"Bagus. Kalian tidak membocorkannya pada pos lain?"
"Siap tidak"
"Baik. Silahkan turun, ambil sepuluh kali skor jump"
Setelah menyelesaikan hukuman. Mereka diperintahkan untuk turun ke sungai kecil, masih tetap dalam barisan. Ziva berada di antara Dila dan Tio, lalu ia menukarkan tempat karena tak ingin bila Tio berada di belakangnya.
Mereka melintasi gorong-gorong yang dipenuhi oleh bebatuan sambil bergandengan tangan. Satu persatu dari mereka keluar dan langsung berendam dalam bendungan. Di sekitar mereka belum ditumbuhi apapun termasuk selada air.
Ziva memperhatikan lingkungan sekitarnya, banyak pohon bambu dan mata air yang kecil. Kak Panji berjalan lantas meletakkan lumpur di atas kepala mereka seolah-olah sedang melakukan krimbat. Lumpur yang diletakkan di kepala Wahyu cukup banyak membuatnya berlari menuju mata air dan membasuhnya.
"Eh eh, siapa yang nyuruh buat ngebersihin?"
"Siap tidak ada, Kak"
"Sini kamu. Terpaksa di ulang lagi krimbatnya"
Setelah melewati serangkaian proses pada pos lumpur ini. Mereka melanjutkan perjalanan menuju sebuah bendungan dengan beberapa mata air di sekitarnya. Orang-orang sekitar sering menyebutnya dengan 'Bulak'.
Di perjalanan mereka berjumpa dengan regu pertama yang kebetulan sempat tersasar. Wahyu dan Dion sudah bercerita dengan seru, melihat wajah Dion yang dipenuhi oleh lumpur membuat Ziva tak lagi bisa menahan tawanya. Kini mereka telah tiba di Bulak, melepaskan sepatu dan memberishkannya.
Mereka duduk di pinggiran sambil membersihkan tubuh. Wahyu, Dion, dan Tio sudah menceburkan diri sejak tadi. Membersihkan seluruh badan dari atas hingga bawah. Ziva dan Dila ikut turun sialnya sebelah kaos kaki Ziva malah hanyut terbawa arus air yang tak seberapa deras. Sekuat tenaga Ziva mengejar, untung masih sempat tertangkap. Jika tidak, bisa-bisa Ziva memakai kaos kaki sebelah pada saat upacara pelantikan nantinya.
"Seru banget, kan? Meskipun capek tapi banyak kenangannya. Salah satunya Ghina ngompol di pos keempat haha," ucap Dion dengan tawa di ujung kalimatnya.
"Eh Kak. Unung gak ada Kak Tomi, ya, kalo ada ... gak tau deh bakal jadi apa kita di pos yang dia jaga," ucap Tio membayangkan.
"Serem, ya"
"Kita mau lanjut atau nunggu regu berikutnya?"
"Nunggu aja dulu, biar rame-rame ke sekolah"
Mereka menunggu selama beberapa waktu sambil bermain. Tibalah regu ketiga dengan aksesoris batok kelapa pada tubuh mereka. Ada yang mengalungi batok, ada yang memakai batok kelapa layaknya topi dan ada pula yang mengalungkan dedaunan yang cukup besar.
Ziva tertawa melihat teman-temannya, ia tak menyangka jika perkemahan pelantikan akan semenyenangkan ini baginya. Ia juga melihat Rian dengan penampilan anehnya. Ia sama sekali tak merasa jijik, justru ia malah tertawa melihat Rian yang selalu serius berpenampilan seperti itu.
Mereka berjalan, tak lagi dalam barisan. Ziva mengalungkan sepatunya, ia membiarkan kulit kakinya yang sudah pucat berjalan di atas bebatuan yang ada di sepanjang jalan. Di sebelahnya ada Rian, Rian melakukan hal yang sama, tapi bukan hanya Rian, seluruh anggota Kabamas pun melakukan hal yang sama.
Rian melihat buah-buah liar tumbuh di sepanjang jalan. Matanya terpikat dan hendak mengambilnya begitu saja. Ziva bersenandung membuatnya bergidik ngeri sejenak, sejak awal memang Rian tak pernah menyukai senandung dalam bentuk apapun.
"Aku nak yang itu, aku nak yang itu," nyanyi Rian menirukan monyet dalam kartun 'Pada Zaman Dahulu'.
"Kakak udah mirip monyet deh"
"Pengambilan nada, suara, bahkan ekspresi sudah cukup bagus. Tinggal pengambilan nyawa aja yang belum," ucap Ade sambil memerhatikan Rian.
"Eh lihat, nih. Sepatuku sobek gara-gara batu"
"Alhamdulillah"
"Kok alhamdulillah?"
"Ya, berarti bakalan dapet sepatu baru, Yan"
"Oh iya, semoga aja. Bismillah"
Mereka terus berjalan hingga tibalah mereka di sekolah tercinta. Mereka langsung mengganti pakaian dengan seragam Pramuka lengkap, tak lupa membawa kacu saat upacara pelantikan di laksanakan.
Berulang kali melakukan gladi kotor dengan Okta dan Rian sebagai perwakilan untuk dilantik. Ziva merasa cemburu meskipun Okta adalah sepupu dari Rian sekalipun. Okta memang anggota baru, ia masuk serentak dengan Zoya. Okta masih kelas 8 dan kalian tahu? Okta pernah memuji Ziva karena wajahnya yang tampak selalu ceria.
"Ih kenapa harus Kak Okta?" tanya Ziva sebal sambil memerhatikan Rian.
"Kenapa hmm?" tanya Rian berbisik.
"Sebel"
"Oh baguslah," jawab Rian singkat.
"Apanya yang bagus? Ngeselin" omel Ziva dengan sangat pelan.
Upacara pelantikan dimulai tepat saat kepala sekolah datang menjenguk. Pelantikan kali ini dilakukan langsung oleh kepala sekolah, untuk pertana kalinya setelah Pramuka tak dianggap oleh sekolah.
Ziva tersenyum senang saat kacu itu melingkar di lehernya. Ia lantas memikirkan bagaimana kabar Bojes saat ini, katanya ia baik-baik saja di kota baru, dengan teman-teman dari sekolahnya yang baru.
Mereka bubar dari barisan, membereskan tenda-tenda dan semua barang-barang mereka. Melakukan pembersihan secara menyeluruh dan membongkar tenda beserta gapura. Rian membantu Ziva saat mengangkat sejumlah stok menuju ruang keterampilan.
Hari sudah sangat sore, hampir memasuki waktu maghrib. Langit pun dipenuhi oleh awan mendung yang membuat suasana seolah-olah tampak suram. Mereka menyalami Kak Panji dan teman-temannya secara begantian. Tangan Ziva tak langsung dilepaskan oleh Kak Ahmad. Kakak itu memerhatikan nama Ziva yang berada di atas saku sebelah kanan.
"Ziva? Maaf, ya, kalo kakak semisal nyebelin"
"Oh iya, Kak. Gak apa-apa, kok," ucap Ziva santai meskipun dalam hatinya merasa sebal pada kakak itu.
- TBC -
Eiyoo ges update lagi.
Kemah pelantikan usai nih, kira-kira kedepannya mereka bakal ngapain, ya?Tunggu kelanjutannya ya. Jangan lupa vote, komen, dan follow akun ini.
Sampai jumla di episode berikutnya
Babay!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Ficção AdolescenteMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...