Bulan telah berganti, waktu mulai memasuki bulan September. Mereka sudah memahami banyak materi tak terkecuali dengan sandi-sandi. Ah Ziva juga memiliki banyak teman yang baru saja masuk ke dalam organisasi, beberapa dari mereka merupakan teman sekelasnya. Tapi, sayang pada bulan ini juga mereka meninggalkan organisasi dengan alasan kelelahan dan tidak tahan.
Semenjak dilatih oleh Kak Panji, mereka lebih sering berkumpul, bermusyawarah, atau bahkan berkumpul hanya untuk sekadar bermain saja. Di saat anak-anak seusia mereka sibuk bermain, begitu pula dengan mereka yang juga ingin bermain. Sudah berulang kali pula Kak Panji memarahi mereka karena selalu pulang terlambat, padahal saat itu, ia tidak menyuruh mereka untuk berkumpul.
"Kalian ini Pramuka. Ya, Kakak tau Dasa Dharma keempat itu berbunyi Patuh dan suka bermusyawarah. Tapi tidak setiap hari kalian bermusyawarah seperti ini, paham?" ucapnya kala itu.
Tapi, hari ini semuanya terulang kembali. Hari Selasa dimana mereka berkumpul di lapangan tengah dengan tas yang juga mereka satukan di sebuah tempat. Ziva dan Vika duduk di koridor menunggu yang lainnya sembari menikmati udara siang hari tanpa keramaian di sekolah. Tenang, tapi juga sepi.
"Siapa yang suka Doraemon?" tanya Rian yang tiba-tiba berada di belakang keduanya.
"Aku!" teriak Dila dari ujung koridor.
"Gak nanya kamu"
"Kak Rian nyebelin, ya, lama-lama"
"Emang nyebelin, Dil," balas Ziva.
"Ini punya ... emm ... siapa?"
"Vika, Kak," jawab Ziva.
"Suka Doraemon?"
"Enggak terlalu"
"Tapi masih suka?"
"Iya sedikit"
"Kalo kamu?" tanya Rian mengarah kepada Ziva.
"Aku? Menurut kakak aja"
"Enggak, ya?"
"Enggak terlalu"
"Oh oke, selera kalian sama"
Rian berjalan menjauh dari keduanya, lebih tepatnya ketiganya. Dila masih berada di sana dengan kipas Doraemon miliknya. Ya, penggemar berat Doraemon yang satu ini malah tidak ditanya apa-apa. Sungguh menyedihkan.
"Eh, emangnya kita hari ini mau main apa?"
"Gak tau. Mungkin petak umpet kayak Minggu lalu"
"Ah gak asik, masa petak umpet terus"
"Main kejar-kejaran mungkin"
"Lebih gak seru ah. Kayak film India"
"Main ToD yuk"
"Gak! Ntar hukumannya aneh-aneh lagi"
"Seru tau"
"ENGGAK!"
Setelah semuanya berkumpul, mereka mulai membahas banyak hal. Tak terkecuali tentang permainan, tapi satu orang malah memisahkan diri dari mereka. Rian, ia duduk seorang diri di depan sebuah kelas sambil memangku tasnya. Mulai memperhatikan lembaran bukunya yang terbuka, banyak tulisan di sana. Wahyu dan Dion berjalan kearahnya dan ikut membaca tulisan di atas kertas tersebut. Keduanya saling memandang lalu menatap kearah Rian yang kini menunduk.
"Cieee ..."
"Acieee ... Aku tahu orangnya"
"Oh yang itu ya. Emmm ... Rian soswit deh"
"Sok tahu"
"Dih emang kita tahu"
Ketiganya ikut bergabung, setelah sepakat mereka mulai memainkan suatu permainan. Sebuah permainan yang selama ini selalu menegangkan, Truth or Dare selalu ada jebakan di dalamnya. Jangan pernah percaya pada temanmu karena bisa saja ia memberikan sebuah pertanyaan atau tantangan yang bisa membuatmu merasa tegang. Ya, bisa saja seperti itu. Raut wajah Ziva dan Vika sudah sangat masam saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Dla nastolatkówMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...