Episode 52

25 2 1
                                    

Rian menatap Ziva yang sudah mengatupkan kedua telapak tangannya di depan wajah. Ia memilih untuk menjitaknya sekali lalu membenarkan stok itu lagi, Ziva tak menyentuhnya sedikitpun, takut dimarah oleh Rian nantinya.

"Dek, keluarin dulu barang-barang kalian. Kita benerin tendanya," ucap Marsha yang tiba-tiba muncul dari gerbang setelah melihat para anggota dari arah gerbang sekolah.

"Siap Kak!"

Ziva memegang ujung tenda, dibantu oleh Rian. Meskipun membosankan, selebihnya mereka memilih untuk membuka tali-temali yang terikat pada stok yang akan digunakan untuk lomba pionering nanti. Ziva mendapatkan bagian tali yang susah di lepas lalu menggantinya.

"Kenapa, Va?" tanya Ade.

"Susah, Kak. Gak bisa lepas, salah iket keknya"

"Ah masa. Kalo kakak bisa lepasinnya gimana?"

"Ya enggak gimana-gimana"

Ade mencoba melepas ikatan pada stok yang Ziva pegang dan ikatan itu langsung terlepas setelah satu tarikan. Ziva melotot lalu menatap Ade takjub, Rian yang berdiri di sebelahnya berdeham membuat pandangan Ziva teralihkan.

"Kamunya aja yang lemah, Ziva. Sini, kakak aja yang bantu kalo ada apa-apa. Gak usah sama Ade"

"Cemburu, ya?" ledek Ade.

"Diem kamu, De"

Rian yang merasa agak jengkel langsung berjalan ke arah dapur lantas mengambil gitarnya yang berada tak jauh dari tempatnya duduk. Ziva memerhatikannya masih dengan jemari yang terus melepas lilitan demi lilitan.

Biarkan cinta kita erat bagai simpul mati
Misteri bagai sandi rumput
Sekokoh bagai pionering
Ku ingin engkau tahu besarnya rasa cintaku
Menyala bagai api unggun
Abadi s'perti cikal di dadaku

Rian menyanyikan sebuah lagu, meskipun terdengar sangat lirih. Ziva memerhatikannya sekilas lalu tersenyum. Entahlah, ia telah mencoba untuk menghapus rasa pada lelaki itu, tetapi tetap saja rasa itu masih ada meskipun rasanya sudah biasa saja saat bertemu.

"De. Ke sana dulu, yuk. Udah selesai, kan?"

"Udah, nih"

"Yuk"

Ade dan Rian pergi menuju tempat perlombaan pionering. Sedangkan Ziva duduk di dapur sambil memegang gitar yang semula dipakai oleh Rian. Rian tak akan marah jika Ziva memainkannya, asalkan Ziva tidak memutus senarnya.

"Pengen main, tapi kagak bisa. Ya udah, deh, pegangin aja"

Ziva memerhatikan langit yang semakin berubah oranye. Ia memotret beberapa bagian langit yang dirasanya indah untuk dipandang. Setelahnya ia kembali duduk sambil memetik gitar asal-asalan, menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Rian kembali, sontak Ziva menghentikan kegiatannya.

"Main aja gak apa-apa"

"Enggak ah"

"Sini deh"

Ziva memberikan gitar tersebut pada Rian. Keduanya duduk di dapur, Ziva memerhatikan jemari Rian yang dengan lincahnya memetik gitar. Ia tak pernah mau jika Rian mengajarinya, takut jarinya terluka jika ditekan oleh Rian.

"Va, kalo gak salah kalian pernah ngafalin lagu untuk perkemahan, kan? Tapi karena Kak Panji udah gak ngelatih kita lagi, perkemahan itu batal. Coba nyanyiin"

"Hah? Males ah, suara fals kek gini disuruh nyanyi"

"Coba, Va"

"Iya deh. Janji gak tutup telinga, ya"

"Iya"

Ziva berdeham sejenak. Memerhatikan ke arah cahaya matahari yang melewati celah pepohonan. Ziva memejamkan matanya, mendengarkan alunan suara gitar yang dipetik oleh Rian.

Dengarkanlah suara hati ini
Suara hati yang ingin ku dendangkan
Tak 'kan mampu untuk ku sampaikan
Kan ku ungkapkan lewat laguku

Oh mungkinkah rasa cinta ini akan abadi untuk selamanya?
Rasa ini semakin membelenggu
Cinta lokasi di bumi perkemahan

Akankah cintaku sebatas patok tenda
Tenda terbongkar sayonara cinta
Akankah cintaku sebatas patok tenda
Tenda terbongkar sayonara cinta

"Udah ah, Kak. Ziva malu"

Ziva bangkit dari duduknya, memegangi ujung tenda yang hampir saja roboh, sedangkan Rian mengeluarkan handphonenya lantas memvideokan tingkat Ziva. Ziva yang sadar akan kamera langsung menampakkan wajah kesalnya. Rian hanya tertawa menampakkan sederet gigi putihnya.

"Kak Rian bantuin! Itu ujungnya roboh juga lama-lama"

"Iya sabar"

"Kak, kayaknya kalo hujan terus, kita bakal pindah ke kelas deh"

"Iya memang"

"Berarti nanti masuk kelas? Ziva pengen lihat dalemnya lagi. Masih sama enggak kayak kita dulu"

"Semuanya berubah, Ziva. Gak akan ada yang menetap. Ingat itu"

"Iyaa"

"Kalo gitu. Kakak lihat adek-adek dulu, ya. Kamu mau ngapain aja terserah, yang penting jangan pulang. Kalo pulang pamitan dulu biar enggak kakak cariin"

"Iya kakak"

Sore itu, berhubung hari hujan. Ziva meninggalkan tenda dan memindahkan semuanya ke dalam ruang kelas. Ruang kelas yang sama seperti yang mereka tempati lima tahun lalu. Ziva memerhatikan ruangan demi ruangan di sekitarnya tak ada yang berubah, hanya catnya saja. Oh ya pohon ketapang di depan ruang kelas itu sudah di tebang. Yang semula ada kotak sampah berwarna-warni kini berubah menjadi tempat cuci tangan.

Ziva benar-benar merindukan hari itu lagi. Hari di mana mereka semua masih utuh, tidak ada yang terpecah seperti saat ini. Tidak ada yang bermusuhan meskipun sering bertengkar. Suasana yang masih seru bersama Kak Panji sebelum Kak Panji mengundurkan diri karena sudah kelas 12. Hari-hari itu memang singkat, tapi terlalu banyak kenangan yang melekat.

Ziva duduk di tempat di mana ia mengobrol bersama teman-temannya, menghafalkan yel-yel, bahkan tempat di mana ia mengobrol empat mata dengan Rian seorang. Sendirian, tak peduli jika hari sedang hujan. Bahkan ia tak sadar jika sudah duduk di tempat itu selama satu jam.

"Ziva! Ya ampun kakak nyariin kamu kemana-mana, Ziva. Ternyata di sini, lagi ngapain hmm?" tanya Rian lembut.

"Lagi sedih"

"Dulu gak nyaman, sekarang sedih. Kenapa lagi? Ada yang bikin sakit hati lagi, ya?"

"Bukan. Tapi mereka. Mereka kemana, Kak?"

Rian menghela napasnya panjang, ikut duduk bersama Ziva. Ziva sudah tak kuat, ia meneteskan air matanya. Tempat ini masih sama, meskipun sudah tak ada pohon ketapang lagi, percayalah tempat ini masih sama. Masa lalu itu berkeliaran kesana kemari sejak Ziva duduk di tempat ini.

"Va, lima tahun berlalu dan pohon ketapang ini udah gak tahu kemana. Mereka juga gitu, lima tahun berlalu dan gak ada yang tahu kabar mereka gimana. Mereka sekolah di mana, rumah mereka masih di sana atau enggak atau mereka masih hidup atau enggak. Kakak gak tahu teman-teman kita pada kemana"

"Kayaknya gak ada yang sekangen ini sama Pramuka selain Ziva, Kak. Yahhh duduk di tempat ini seenggaknya bikin Ziva tenang sejenak. Kakak bener, sesuatu yang bikin nyaman akan sulit dilupain, Kak"

"Kakak juga kangen, kangen sama kamu, Pramuka, temen-temen bahkan tempat ini. Dan semuanya sama-sama susah untuk dilupakan oleh kita"

- TBC -











Eiyoo ges up lagi

Jangan lupa vote, komen, dan share, ya. Samappi jumpa di next episode babay!!

KABAMAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang