Pantulan kaca saat ini sibuk menampilkan raut wajah menggemaskan milik seorang gadis di hadapannya. Ia sangat sibuk membenarkan jilbab yang ia kenakan saat ini, jilbab hitam sebagai pelengkap pakaian batik di hari ini. Ia mendengus kesal kala jilbabnya sangat susah di atur.
"Ih! Ini jilbab susah banget buat diaturnya! Kesel ah!" ucapnya geram.
"Aduh aduh anak Ibu yang satu ini. Kenapa pagi-pagi udah ngomel hmm?" tanya seorang wanita berumur 30an tahun itu.
"Ini loh, Bu. Jilbabnya meleyot terus, miring ke sana miring ke sini. Ziva kesel, Bu"
"Sini sini Ibu benerin dulu"
Wanita itu meletakkan keranjang pakaian kotor dari tangannya ke lantai, lalu membenarkan jilbab yang dipakai oleh anaknya.
"Udah selesai, di jamin anti badai haha. Kan gini cantik jadinya"
"Hehe makasih, ya, Bu. Ini, sih, bukan cuma anti badai tapi juga tahan terhadap hujan badai angin ribut halilintar," ucap gadis itu mencoba melawak.
"Ah ngaco kamu. Udah siap semua? Uangnya udah? Buku gak ada yang ketinggalan?"
"Udah semua, Bu. Tinggal pakai sepatu"
"Ya udah. Ibu mau nyuci baju dulu, jangan kelamaan pakai sepatunya. Nanti takutnya gak ada angkot lagi"
"Siap, Bu"
Sebelum pukul 7 pagi, Ziva telah sampai di sekolah. Keadaan sekolah yang masih sepi membuatnya lega bisa menghirup udara pagi yang segar. Ia meletakkan tasnya di dalam kelas, berjalan-jalan santai di depan kelas sebelum banyak orang berdatangan.
Ini adalah Minggu kedua Zivanna menjadi warga di SMP ini. Salah satu SMP favorit di kota sejuk ini. Setelah pembagian brosur pemilihan ekskul beberapa hari yang lalu, di kabarkan hari ini ia akan menghadiri sebuah pertemuan Pramuka untuk pertama kalinya. Setelah cukup lama Ziva berjalan-jalan, siswa-siswi mulai berdatangan menerobos gerbang bagaikan semut yang keluar dari sarangnya.
"Pagi Ziva! Eh nanti siang jadi, 'kan, kita kumpul?" tanya salah seorang temannya yang baru datang. Panggil saja Jesika.
"Oh jadi dong. Bareng sama kamu, 'kan?"
"Iyalah, siapa lagi?"
"Gak ada hehe"
Ia adalah orang yang mengajak Ziva masuk kedalam organisasi ini. Meskipun awalnya ia tidak memilih ekskul ini sebagai tujuannya tapi akhirnya Ziva memilihnya karena sebuah ajakan yang meyakinkan. Ya, kelihatannya memang seru. Kenapa gak di coba? Resiko ditanggung belakangan.
Setelah seharian berkutat dengan materi-materi baru yang sebelumnya tidak di temukan di SD. Akhirnya bel pulang berbunyi, Ziva harus menerima kenyataan bahwa ia sekarang bukanlah lagi anak SD, melainkan anak SMP yang beranjak remaja.
"Panggilan kepada seluruh anggota Pramuka dan calon-calon anggota Pramuka harap berkumpul di ruang ketrampilan segera!"
Suara itu terdengar dari meja piket, suara salah seorang guru yang menjadi pembina organisasi ini. Namanya Pak Agus, umurnya memang belum tua tapi sudah tidak muda. Ziva dan Jesika berlari kearah ruang ketrampilan yang terletak di sudut sekolah.
Mereka sampai di depan sebuah ruangan berwarna oranye dengan beberapa pilar yang sudah di coret oleh beberapa siswa-siswi disini. Ziva memasuki ruang kosong itu dengan ragu. Tampaknya kosong dari luar, tetapi sudah banyak sekali orang-orang yang berbaris rapi di dalam sana.
"Waw," ucapnya kagum saat badannya terlihat sangat pendek di antara yang lainnya.
"Ayo, Ziva. Kita baris di sini, di belakang"
"Loh bukannya di depan? Kita, kan, pendek"
"Justru itu, yang pendek di belakang"
Ziva hanya ber-oh ria, baru tahu jika itu salah satu peraturan yang ada dalam organisasi ini. Ia mengambil barisan di belakang, paling belakang dan maju ke depan saat di panggil untuk memperkenalkan diri.
"Silahkan, Dek. Perkenalkan dirinya siapa dan dari kelas apa," ucap salah satu kakak senior.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumusallam"
"Perkenalkan nama saya Zivanna Dzakiyah Mayza dari kelas 7D," ucapnya sedikit gemetaran.
"Boleh di ulangi? Tadi kurang jelas"
"Oke. Perkenalkan nama saya Zivanna Dzakiyah Mayza dari kelas 7D," ulangnya.
Semua orang yang ada di hadapannya tampak sedikit tercengang mendengar namanya yang cukup sulit untuk di sebutkan. Ziva sudah menduga ekspresi mereka akan demikian rupanya saat mendengar namanya untuk pertama kalinya. Padahal apa susahnya? Nama Ziva hanya sebuah nama. Ia lupa bahwa dirinya mudah melafalkannya karena nama itu sudah melekat padanya sejak lahir, berbeda dengan orang-orang yang baru mengenalnya.
"Biasa dipanggil siapa?"
"Ziva, Kak," ucapnya.
"Oke, Ziva. Terimakasih, silahkan kembali ke barisan"
Ziva langsung berjalan menuju barisannya kembali, melihat kakak kakak yang sudah menatapnya dari barisan di samping kanan. Sungguh horor tatapan yang di berikan, ia sangat-sangat tidak terbiasa dengan sejumlah tatapan ini. Ziva mengalihkan pandangan ke arah barisan senior laki-laki, sepertinya ini adalah barisan anak kelas 8, satu tingkat di atasnya.
"Banyak juga yang masuk Pramuka. Kok heran aku?" tanya seorang laki-laki dengan mata besarnya.
"Ya iyalah, namanya juga anak baru, Yu," balas temannya yang berbaris tepat di depannya dengan tubuh sedikit gempal.
"Yu? Nama kakak itu kak Yuyu?" tanya gadis itu dengan suara kecil.
Seseorang di sebelahnya tertawa pelan, seorang laki-laki bertubuh lumayan tinggi darinya. Dipastikan ia adalah siswa kelas 8 karena berbaris di barisan kelas 8. Ia melirik Ziva sesekali dengan tawa yang tidak bisa lagi ia tahan. Malu, ya, Ziva malu saat ini. Benar-benar malu. Ia melihat kakak itu lagi, namanya pasti bukan Yuyu karena temannya tertawa saat Ziva menyebut nama itu. Matanya besar dengan muka yang lumayan lonjong.
"Alien,"batinnya.
Ziva benar-benar berpikir bahwa itu makhluk asing yang mendarat di bumi. Ini dia contoh-contoh manusia yang kebanyakan membaca hal-hal fantasi sampai terbawa ke dunia nyata. Ia beristighfar karena telah memberi label yang tidak-tidak kepada kakak itu.
Ruang ketrampilan lengang selama beberapa saat. Gadis itu benar-benar penasaran dengan sebuah ruangan di sudut sana, ruangan apa itu? Kenapa terkunci? Ruangan ini bisa dikatakan aula tapi lebih sering disebut ruang ketrampilan karena disinilah berbagai kegiatan seni dilakukan. Setelah cukup lama berkumpul akhirnya semua orang meninggalkan ruangan, termasuk Ziva yang masih bingung dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada yang ia kenal selain Jesika di sini. Ia berpikir bahwa dirinya telah salah memilih ekskul saat ini juga.
Ziva berjalan menuju gerbang dan melihat kakak yang tadi sedang duduk di pos satpam. Ia segera mengusir pikiran buruk yang menganggapnya makhluk asing. Langkah kakinya berjalan keluar dari gerbang. Ia berdiri menunggu angkot yang lewat untuk mengantarnya pulang, tiba-tiba seseorang menghampirinya.
"Hai! Semangat latihannya Minggu depan!"
- TBC -
Hoho update lagi ya gaes ...
Gimana episode pertamanya? Apa sih pengalaman pertama kalian saat masuk Pramuka jika kalian pernah hehe?Tunggu episode berikutnya ya, jangan lupa vote. Babay ...

KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Ficção AdolescenteMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...