"Perhatian semuanya. Panitia akan mengumukan empat besar perlombaan LCT, harap pasang telinganya jangan sampai ketinggalan"
"Semoga kita masuk, ya"
"Empat besar regu putra antara lain SAM, Pangeran Diponegoro, Goenawan, dan SAM Ratulangi"
"Yahh, regu lebah gak dapet," lirih Ziva sambil melihat sekitarnya.
Matanya mendapati barisan regu lebah yang hanya bisa tersenyum seolah sudah menduganya. Ziva membiasakan hatinya, tidak ingin berharap lebih pada perlombaan ini.
"Empat besar regu putri antara lain ..."
Deg! Deg! Deg! Jantung mereka berdegup kencang seakan sedang berpacu dalam sebuah balapan. Ziva sudah menggenggam kedua tangan dua orang disampingnya. Dari kejauhan semua gugus depan berdoa dengan sangat menghayati doanya. Ziva tak ingin berharap lebih, ia takut kecewa atas harapannya.
"Gugus depan Kabamas, Pangeran Diponegoro, SAM, dan Panglima Ali Asar. Bagi gugus depan yang tidak masuk ke babak final jangan berkecil hati. Masih banyak perlombaan yang lainnya. Terimakasih atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih"
Ketiga orang itu seketika melompat kegirangan karena mengetahui bahwa gugus depan mereka masuk ke dalam empat besar dan disebutkan pertama kali. Mereka langsung menghampiri Kak Panji dan Kak Lidia yang tengah berdiri di pinggir lapangan.
"Kakak! Kita masuk empat besar!" teriak mereka.
Kak Panji yang semula sedang meminum pop ice pun menyemburkan minumannya. Kak Lidia pun membulatkan kedua matanya ikut tak percaya.
"Selamat, ya. Berarti setelah ini bakal ada babak final, kan? Kalian harus semangat apapun yang terjadi. Kalian pasti bisa," ucap Kak Lidia spontan.
Kak Panji hanya mengulas sebuah senyuman di wajahnya sebagai bentuk kebanggaannya. Ia tak lagi bisa berkata-kata mendengar kabar bahagia yang satu ini.
Saatnya shalat maghrib berjamaah, kemudian mereka melaksanakan makan malam dan beristirahat. Ziva menghampiri teman-temannya yang tengah duduk di bawah pohon ketapang yang berdiri tepat di depan kelas yang mereka tinggali.
"Denger-denger setelah isya nanti bakalan ada api unggun. Kita harus siapin yel-yel, nih"
"Kita hafalin yel-yel bim salabim aja. Belum hafal-hafal tuh kalian"
"Boleh, sih"
Bim salabim adakadabra
Regu-regu kami dari Lebah Lili
Putra dan putri yang sayang kami
Kami di sini untuk berlomba
Menang atau kalah sudah biasa
Bim salabim adakadabra dum tak!Kerap kali yel-yel yang satu ini tidak sinkron antara tangan, kaki, serta nyanyian. Mungkin karena waktu mepet membuat mereka kompak seketika.
"Woahh! Yey kita bisa!"
"Akhirnya kompak juga"
"Assalamualaikum kakak-kakak, boleh minta waktunya sebentar?" tanya seseorang dari gugus depan lain.
"Oh boleh"
"Kami sedang bermain suatu permainan. Saya mendapatkan tantangan dari teman-teman saya untuk berkenalan dengan salah satu anggota gugus kakaknya"
"Oh boleh, silahkan"
"Emm untuk kakak, namanya siapa kalau boleh tahu. Nama saya Roni," ucap seseorang itu sambil mengulurkan tangannya.
Zivq memerhatikan Indah yang sudah kebingungan lantas menyambut tangan Roni, ikut memperkenalkan diri.
"Indah, salam kenal"
Roni sudah berdiri diam tak berbicara. Ia tersenyum sekilas lalu pergi dengan wajah memerah. Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Roni sudah salting tak karuan membuat gugus depan Kabamas tertawa kencang. Panggilan morse terdengar, dengan cepat Wahyu bangkit dari duduknya dan hampir terjatuh sangking bersemangatnya.
"Pelan-pelan, Yu. Entar nyungsep ketemu kodok mampus loh"
Wahyu memberikan senyum kudanya lantas berlari. Beberapa menit kemudian ia kembali menjumpai teman-temannya yang masih duduk di bawah pohon.
"Setelah isya akan ada api unggun dan perlombaan LCT tempatnya dipindahkan ke lantai dua. Gak jadi di lapangan"
"Api unggun sama LCT barengan, Kak, waktunya?"
"Iya"
Adzan Isya berkumandang nyaring dari mushala. Ziva dan teman-temannya bergegas menuju mushala dan melaksanakan shalat berjamaah, berdoa dengan sungguh-sungguh untuk kesuksesan dalam perlombaan kali ini.
Anggota Kabamas sedang bersiap-siap untuk upacara api unggun, sedangkan Ziva, Vika, dan Dila sudah berjalan menuju lantai dua. Di lantai dua sudah berjejer gugus depan lain dengan para kakak pelatihnya. Sedangkan mereka hanya bertiga, tanpa pendamping. Vika juga memakai kartu peserta milik anggota putra sehingga ia membaliknya, dikarenakan tidak ada yang mau meminjamkan kepadanya.
"Emm permisi, ruang LCT di mana, ya, Kak?" tanya Vika halus.
"Oh di sini, Kak"
"Oh terimakasih, ya, Kak"
Ketiganya duduk di atas kursi yang kosong sambil memerhatikan kolam di belakang sekolah. Tampak bunga-bunga teratai yang bermekaran, mereka bangkit dari duduknya untuk melihat keindahan itu lebih lekat. Saat hendak kembali duduk, kursi mereka telah diambil alih oleh pendamping SAM. Meskipun kesal rasanya, Ziva memilih untuk duduk di atas lantai keramik dengan sebuah senter kecil di tangannya.
"Seriusan kita cuma bertiga?" tanya Ziva yang masih berharap pada gugus depannya.
"Kayaknya, sih, iya. Mereka mana peduli sama kita saat ini. Semuanya sibuk sama api unggun"
"Tapi ... gudep lain punya pendamping semua"
"Kak Panji dan teman-temannya pasti kesini, kok, nanti. Ingat! Meskipun keadaan kita memang tidak memungkinkan jangan putus asa. Kita harus semangat!"
Di dekat tangga, duduk juga gugus depan Panglima Ali Asar yang juga hanya bertiga. Akhirnya mereka mengobrol hingga tiba di mana waktu untuk mereka bersaing. Gugus depan Kabamas berhadapan dengan ketiga orang yang belum lama ini menjadi teman mereka, Panglima Ali Asar. Mereka merasa beruntung karena tidak langsung berhadapan dengan gugus depan SAM yang selalu menduduki peringkat pertama.
Setiap regu diminta untuk menuliskan lima soal yang nantinya akan ditukarkan kepada lawan di hadapan mereka. Ziva, Vika, dan Dila bekerja sama membuat lima soal.
"Ini aja, sebutan Pramuka di Singapura, Malaysia, kan, banyak tuh. Kita ambil yang agak susah"
"Boleh"
"Ini juga, julukan Baden Powell itu apa aja"
Beberapa menit berlalu, pertukaran soal dimulai. Ziva, Vika, dan Dila merasa sedikit terkejut saat melihat soal yang dibuat mudah dimengerti oleh mereka. Ketiganya langsung menuliskan jawaban pada lembar kertas tersebut secara bergantian. Setelahnya mereka seolah mengotak-atik jawaban meskipun sebenarnya hanya merasa bosan. Sesekali melirik ke arah jendela, tak ada siapapun di sana.
"Bismillah masuk tiga besar, ya"
"Baiklah. Kakak-kakak sekalian, setelah panitia mengoreksi jawaban kakak-kakak. Dicapailah sebuah hasil, bagi yang gugur dimohonkan untuk tidak merasa berkecil hati. Karena perjuangan kalian tidak hanya sampai di sini saja, masih banyak perlombaan yang lain"
Kaki Ziva gemetar, tanpa sadar ia pun menggigit ujung jemarinya. Sedangkan Vika dan Dila memasang wajah santai meskipun tak tahu isi hatinya bagaimana. Kakak panitia berjalan menuju tengah-tengah ruangan, mengangkat empat lembar kertas berisi coretan nilai.
"Gugus depan yang gugur pada malam ini adalah ..."
- TBC -
Eiyoo ges up lagi!
Kira-kira mereka bisa dapat juara gak ya? Hmm kalian ada yang mau nemenin 3 orang yang kesepian ini?Oh ya jangan lupa untuk terus mendukung aku dengan cara vote, komen, dan share ke temen-temen kalian ya!
Sampai jumpa di episode berikutnya. Babay semua !!

KAMU SEDANG MEMBACA
KABAMAS [Selesai]
Fiksi RemajaMenang itu, bukan tentang siapa yang mendapatkan medali maupun piala. Bukan pula orang-orang yang menyimpan puluhan piagam di rumahnya. Tapi, menang itu adalah sebuah proses di mana seseorang bertekad untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dibandi...