Bag 15. Menghilang

33.8K 2.4K 8
                                        


Seharian penuh Jeanna berada di kamar ini. Bosan, itulah yang dirinya rasakan saat ini. Meskipun kamar ini terbilang cukup besar, tapi tetap saja Jeanna merasa bosan jika terus berada di dalam sini.

Dan yang paling menyebalkan, ternyata pria itu sengaja menguncinya dari luar. Sepertinya ia benar-benar takut jika Jeanna kembali kabur.

Ia terus memikirkan cara bagaimana keluar dari kamar ini, Jeanna melihat ke arah jendela yang cukup besar. Ia pun melihat keluar jendela, terlihat dari ketinggiannya, sepertinya kamar ini terletak di lantai 3.

Yang benar saja, apakah Jeanna akan baik-baik saja jika mencoba turun melalui jendela ini? Sepertinya pria itu memang sengaja mengurung Jeanna agar tidak bisa kabur.

"Tapi gak ada cara lain, selain lewat sini," ujarnya seraya meringis.

Membayangkannya saja membuat Jeanna merinding. Yah, bisa dibilang Jeanna saat ini mirip seperti Rapunzel, terkurung di sebuah kastil yang sangat tinggi. Dan satu-satunya cara untuk keluar adalah dengan terjun melalui jendela.

Jeanna mencoba berpikir, kiranya apa yang bisa dijadikan pegangan untuknya. Karena tidak ada tali, ia mencoba menggunakan seprei yang melekat di atas kasur. Diikatnya seprei tersebut pada sekat jendela.

Jeanna menggeram. "Kurang panjang!" Jeanna melirik ke arah bawah sekilas. Tapi tunggu, sepertinya ia melewatkan sesuatu. Ada jendela yang terbuka persis di bawah kamarnya.

"Kira-kira ruangan apa ya?" sejenak ia terdiam.

Kain ini tak bisa membuatnya turun hingga ke dasar tanah. Jadi, sepertinya Jeanna akan memilih untuk masuk ke jendela itu.

"Semoga aja gak ada orang di sana."

Jeanna bersiap untuk turun, ia menahan beban tubuhnya dengan memegang erat kain tersebut yang sudah diikatnya tadi.

Perlahan kakinya mulai turun menyentuh ujung jendela di bawahnya, seperti seorang pemanjat tebing, Jeanna melakukan aksinya dengan lihai. Yah meskipun tanpa peralatan yang menunjang keselamatannya. Tubuhnya terus bergerak turun, sedikit demi sedikit ia berhasil menginjakkan kakinya pada tepian jendela.

Ia mencoba meraih sekat jendela dengan tangannya dan hap! Berhasil. Jeanna berhasil memasuki ruangan tersebut lewat jendela, ternyata ini sebuah perpustakaan. Lagi-lagi ia bernapas lega ketika tak mendapati seorang pun di dalam ruangan ini.

Jeanna terkesima akan perpustakaan ini. "Wah luas banget gila!"

Ia mulai berjalan sambil memperhatikan sekitar, begitu banyak rak buku yang terpampang tinggi. Namun sayangnya ruangan ini begitu minim cahaya.

_____________

Seorang maid tengah berjalan dengan raut wajah panik, ia terus berjalan untuk menemui Alaric yang saat ini berada di ruang bawah tanah, tepatnya di sel tahanan.

Bagaimana dirinya tak panik, saat ia masuk ke dalam kamar untuk mengantarkan makan kepada Jeanna, justru ia tak menemukan sosoknya.
Saat maid itu hendak masuk ke dalam ruang bawah tanah, Alaric lebih dulu keluar dari ruangan tersebut.

"A-alpha..." Ujarnya seraya menunduk hormat kepada Alaric.

"Ada apa Glory?"

"Luna, tidak ada di kamarnya Alpha." Glory memelankan suaranya di akhir kalimat, dilihatnya raut wajah Alaric yang mulai menampakkan amarahnya, rahang pria itu mengeras.

"Suruh semua warrior untuk mencarinya, baik di luar maupun di dalam kastil!" ujar Alaric dengan penuh penekanan.

"B-baik Alpha."

Glory kemudian berlalu, meninggalkan sosok Alaric yang tengah mengacak rambutnya frustasi. Ia me-mindlink Betanya untuk ikut mencari Jeanna.

Alaric berjalan ke luar istana, mencoba mencari keberadaan matenya itu. Ia berharap gadis itu belum kabur terlalu jauh.

'Alpha, sepertinya luna tidak kabur,' suara Edward lewat mindlink

'Apa maksudmu Ed?'

'Kau harus melihat ini Alpha!'

Alaric segera berlari menghampiri Beta-nya itu, ia melihat Edward yang tengah menunjuk ke arah jendela kamarnya.

"Tidak mungkin Luna bisa sampai ke bawah sini." Ujar Edward dengan yakin.

"Yah, kau benar." Alaric memperhatikan jendela perpustakaan yang terbuka lebar

"Dia pintar juga rupanya." Ujarnya seraya tersenyum miring.

______________

Jeanna masih berjalan memperhatikan ruangan ini, sesekali ia berdecak kagum melihat banyak buku yang terpajang pada rak-rak yang menjulang tinggi. Ia tak habis pikir, apakah semua buku di sini benar-benar dibaca oleh pemiliknya?

Jeanna terus berjalan hingga ke ujung ruangan, ia melihat deretan buku yang sepertinya usianya sudah tua. Dilihat dari penampilannya yang usang dan berdebu. Jika dilihat dari tulisan yang tertera pada buku tersebut, sepertinya deretan buku di sekitar sini adalah buku-buku biologi, dan Jeanna akui ia begitu tertarik dengan ilmu biologi.

Ia mencoba mengambil salah satu buku tersebut, matanya terpaku pada satu buku yang membuatnya penasaran. Namun karena letak buku tersebut agak tinggi, mau tak mau Jeanna harus melompat untuk meraihnya.

Jeanna terus melompat demi meraih buku itu, namun tiba-tiba suara seseorang mengejutkannya saat akan meraih buku tersebut.

"Sedang apa kau di sini?!" ujar seseorang membuat Jeanna terlonjak kaget hingga buku yang hendak ia ambil jatuh mengenai dahinya.

"Awww..." Ringisnya sambil mengusap dahinya yang mungkin akan sedikit benjol nantinya. Ia melihat ke arah seseorang yang telah mengagetkannya tadi.

"Apa kau tak bisa berbicara dengan pelan?" Jeanna masih mengusap dahinya yang masih terasa nyeri.

Buku yang tadi terjatuh mengenai dahinya itu sangat tebal dan juga berat, apa kalian bisa membayangkan bagaimana rasanya saat buku tersebut mendarat langsung mengenai dahi kalian?

"Sudah kubilang untuk tetap di kamar hingga aku selesai dengan pekerjaanku!"

"Aku bosan..." Cicitnya, Jeanna tak bohong, raut wajah pria itu terlihat mengerikan saat marah. Ia pun menunduk tak berani menatap seseorang di hadapannya.

Alaric yang melihat Jeanna yang masih setia mengusap dahinya mencoba mendekat ke arahnya. Di raihnya dagu gadis itu untuk melihat lebih jelas, ia menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Jeanna.

Karena pencahayaan yang minim, Alaric tak bisa melihat jelas memar pada dahi Jeanna. Ia pun semakin mendekat ke arah Jeanna, ternyata dahinya sedikit memar dan benjol akibat tertimpa buku tadi. Ia pun menarik tangan Jeanna untuk keluar dari perpustakaan.

"Kita mau kemana?" Alaric tak menjawab, ia terus menuntun Jeanna untuk mengikuti langkahnya.

Jeanna hanya bisa pasrah ketika Alaric terus membawanya melangkah entah kemana, ia tak berani membuka suara lagi ketika melihat raut wajah Alaric yang terlihat seperti sedang menahan marah.



















»Jangan lupa Vote & Komennya ya, thx u

{ 20-07-22 }

Switch OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang