Bag 55. Bingkai foto

13.9K 1K 13
                                    

Tandain kalau ada typo ya guys :)

“Lebih baik kalian pulang duluan saja,” ujar David, Fara pun mengangguk setuju. “Kalian pasti capek kan? Mama sama Papa masih mau ngobrol sama orang tua Alaric.”

Jeanna pun mengangguk menurut. “Kalau gitu Jeje pulang duluan ya Ma, Pa.” Ia juga berpamitan dengan orang tua Alaric.

Saat mereka hendak berlalu, Jeanna menatap ke arah Bella. “Apa kau mau ikut?” tanyanya pada Bella.

Bella menaikkan satu alisnya. “Apa kau tak salah berucap?” Bella menghela napasnya, “kau mungkin tak keberatan, tapi lihatlah seseorang di sampingmu itu!”

Jeanna melirik ke arah Alaric, raut wajahnya terlihat tidak bersahabat. Apa kakak-beradik ini selalu seperti ini?

“Lagi pula aku ingin ke suatu tempat. Aku pamit lebih dulu ya.” Bella pun melenggang pergi begitu saja. Jeanna merasa ada yang aneh dengan gadis itu, Bella terlihat seperti tengah menyembunyikan sesuatu.

“Tak usah kau pikirkan,” ujar Alaric, ia tau jika Jeanna tengah memikirkan Bella. “Lebih baik kita pulang sekarang.” Jeanna mengangguk, Alaric pun berjalan sambil mengandeng tangan Jeanna menuju parkiran mobil.

Setelah acara pernikahannya selesai, Jeanna segera kembali kerumahnya diantar oleh Alaric. Ia berniat untuk mengemas beberapa keperluannya untuk dibawa ke apartmen Alaric.

“Jangan lama-lama,” ujar Alaric setibanya di rumah Jeanna.

Jeanna menatap wajah Alaric, sepertinya pria itu cukup kelelahan, karena beberapa hari ini Alaric sibuk mengurus semua persiapan pernikahannya seorang diri.

Jeanna mengangguk, ia pun segera mengambil barang-barangnya di kamar tidurnya. Alaric mendekat ke arah sofa, ia pun duduk sambil menatap ke arah meja TV. Pandangannya terpaku pada sebuah foto, ia pun mengambil bingkai foto tersebut.

Alaric tersenyum melihat foto Jeanna kecil yang sedang tersenyum menampilkan giginya yang ompong.

“Cantik…” Lirihnya.

“Aku sudah selesai.” Jeanna menuruni anak tangga dengan sedikit tergesa-gesa.

“Berjalanlah dengan perlahan!” Alaric berjalan menghampirinya.

“Tapi kau menyuruhku untuk cepat.”

Alaric berjalan mendekat ke arahnya, “bagaimana jika kau terjatuh nantinya?”

Jeanna merentangkan kedua tangannya seraya menggerakkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan, “aku baik-baik saja kan?” pria itu tiba-tiba menarik tangannya, membawa Jeanna mendekat pada tubuhnya. Kedua tangan Alaric menangkup wajahnya, lalu mencium dahinya cukup lama.

“Ayo kita pulang.” Jeanna mengangguk, Alaric menggandeng tangan Jeanna. Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah ini.

______________

Akhirnya mereka sampai di depan pintu apartemen, Jeanna langsung masuk ke dalam disusul oleh Alaric yang kini berada di belakangnya.

“Apa barang-barangmu hanya ini?” tanya Alaric yang kini tengah membawa koper kecil milik Jeanna. Sebenarnya Jeanna bisa membawa benda itu seorang diri, tapi Alaric lebih dulu mengambil kopernya dan bersikeras agar ia yang membawanya.

“Sisanya akan dibawa Stefen besok pagi.” Alaric mengangguk mengerti.

Jeanna melirik ke sana-kemari, “hmmm, kamar mandinya di mana?” tanyanya.

“Kenapa tak pakai kamar mandi di kamarku saja?”

Jeanna menggaruk tengkuknya, “lebih baik kau saja yang pakai kamar mandi itu, aku pakai kamar mandi tamu saja,” ujarnya tersenyum kikuk.

“Aku akan mandi setelahmu.” Alaric mengedikkan kepala seakan menyuruh Jeanna masuk ke dalam kamarnya.

“Kau duluan saja, aku pasti akan lama nantinya.”

Alaric menggeleng, “sekarang atau bersamaku?!” Jeanna seketika gelagapan, ia pun segera masuk ke dalam kamar Alaric. Sedangkan Alaric, pria itu tersenyum geli saat melihat Jeanna berlari memasuki kamarnya.

Setelah ritual mandinya selesai, Jeanna keluar dari kamar mandi dengan menggunakan kaos coklat dan juga celana pendek berwarna hitam.
Saat hendak menaruh pakaian kotornya, Jeanna dibuat terkejut oleh Alaric yang kini shirtless. Sepertinya pria itu baru selesai mandi, dilihat dari rambutnya yang masih basah dan juga berantakan.

“Kenapa denganmu?” tanya Alaric pada Jeanna yang kini tengah membelakanginya.

Jeanna menggeleng, “kau–lebih baik cepat pakai bajumu!” ujarnya seraya menunjuk ke arah lemari baju.

Alaric pun berlalu sambil bersenandung ria, sesekali pria itu tertawa kecil. Jeanna yang penasaran dengan tingkah pria itu pun melirik ke arahnya.

Apa yang ada di tangan Alaric? Kenapa Alaric terlihat sesenang itu? Jeanna pun mencoba mendekat ke arah Alaric, ia berjinjit untuk melihat apa yang ada di tangan pria itu.

Jeanna membulatkan matanya, “dari mana kau dapatkan itu?” tanya Jeanna saat mengetahui rupanya Alaric tengah menertawainya. Lebih tepatnya, foto kecilnya yang menurut Jeanna sangat memalukan!

Alaric tak menghiraukan pertanyaannya, ia hendak menyimpan foto itu di meja nakasnya. “Berikan padaku! Kau tak bisa seenaknya mengambil barang orang lain!” ujarnya kesal, Jeanna hendak merebut foto tersebut namun Alaric lebih dulu mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

“Kenapa aku tak bisa? Milikmu adalah milikku juga!” Alaric tersenyum meremehkan.

Dengan berani, Jeanna mencoba meraih foto tersebut dari tangan Alaric. Ia bahkan berjinjit dan sesekali melompat, tentu saja karena perbedaan tinggi di antara keduanya yang sangat jauh.

“Alaric!” ujarnya dengan kesal.

“Ambilah, jika kau bisa.” Sepertinya Alaric sangat senang mengerjai Jeanna.

Jeanna menatap sinis ke arahnya, namun sedetik kemudian gadis itu tiba-tiba memegangi perutnya yang terasa keram, “Aww…,” ringisnya.

“Kau kenapa?” kini raut wajah Alaric berubah khawatir, ia pun segera mendekat ke arah Jeanna.

Namun saat Alaric hendak memapahnya, Jeanna lebih dulu mengambil foto tersebut yang ada di tangannya. Rupanya gadis itu hanya pura-pura.

“Akhirnya aku dapat!” Jeanna melompat kegirangan. Namun itu tak bertahan lama saat Alaric menarik lengannya dengan gerakan cepat dan menjatuhkannya tepat di atas ranjang.

“Apa permainannya sangat seru?” tanya Alaric yang kini tepat berada di atasnya.

Jeanna terdiam beberapa saat sambil menatap Alaric yang sangat dekat dengannya, bahkan Jeanna bisa mencium aroma shampo yang Alaric gunakan. Hingga sesuatu membuat Jeanna sadar jika pria yang berada di atasnya ini tak memakai baju. Apalagi ucapan Alaric setelahnya membuat tubuh Jeanna seketika meremang.

“Permainannya baru akan dimulai Jeanna sayang...”

Jeanna menelan ludahnya dengan susah payah, ia pun memikirkan cara agar terlepas dari kukungan Alaric. Namun saat Jeanna hendak membuka suaranya, Alaric lebih dulu membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman. Jeanna refleks memejamkan matanya, hingga tak sadar ia meremas foto yang berada di tangannya.




















Udah cukup! Banyak yang jomblo nih, ah si Mas Al😔 kita kan jadi... Hmm ya begitulah!

»JANGAN LUPA VOTE WOY!

{ 26-12-22 }

Switch OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang