[ 11 ] ARC 1 : WE ARE MANIAC!

6.3K 562 6
                                    

Kehilangan dua orang tua sekaligus adalah hal yang harus dirasakan Ale saat usianya masih kecil. Mereka tewas dalam kecelakaan bus yang mengalami rem blong dan terjun ke jurang. Sejak itu, Ale dibawa oleh keluarga paman dan bibinya untuk dialihkan hak asuh.

Namun, belum kering makam orang tua Ale, dia yang sedang bermain pesawat mainan di dalam kamar harus mendengar cekcok antara paman dan bibinya tersebut. Sehingga Ale kecil yang penasaran pun tergerak untuk mengintip pertikaian mereka lewat celah pintu yang terbuka sedikit.

"Ngapain, sih, kita harus merawat anak itu? Memangnya kita aja keluarganya yang masih hidup?!" Tante Ale menyentak dengan suaranya yang melengking ke sudut-sudut rumah.

"Kamu pikir aku mau?! Aku yang pelit dan kikir ini kamu kira mau membiayai anak orang secara cuma-cuma?!" Adik Ibu Ale yaitu pamannya, balas membentak dengan mata melotot.

"Ini demi keuntungan kita! Reputasi keluarga kita sekarang lagi jadi perbincangan gara-gara rumor tentang kasus korupsi yang aku lakukan! Kalo kita mengadopsi dia, itu akan bisa menjadi pengalihan isu! Orang-orang bakal berubah memuji tindakan kita yang dermawan!"

"Tapi anak itu mengerikan! Nggak hanya rambut, bahkan bulu mata dan alis pun berwarna putih! Dia juga natap aku dengan bola matanya yang biru itu! Apa-apaan dia?! Gimana bisa anak sepertinya lahir ke dunia?! Penampilannya yang kayak gitu justru nakutin anak kita!"

Ale yang masih kecil cukup mengerti seluruh ucapan wanita itu. Dia sontak tertunduk dengan kelopak mata yang meluruh sayu. Sadar diri bahwa penampilan fisiknya sangat berbeda dari orang kebanyakan dan memang sering dianggap mengerikan oleh orang-orang.

"Diam! Kamu masih nggak ngerti juga, ya, sama perkataanku! Aku merawat dia karena terpaksa aja! Dia nggak akan tinggal dengan gratis di sini. Semua biaya pengeluaran untuknya bakal aku catat dengan detail!" Om Ale kembali berseru.

"Alah! Terserah! Intinya jangan biarin anak albino itu deket-deket sama Zia! Aku nggak mau anakku nangis-nangis ketakutan karena dia!"

Perdebatan panas itu berakhir di sana. Ale melihat bibinya meninggalkan ruang tengah dengan emosi yang masih tersisa. Sedangkan pamannya tampak frustasi dan mengacak-ngacak rambut sendiri. Ale pun menutup pintu pelan-pelan lalu pergi ke depan cermin. Di sana, ia mengamati pantulan wajahnya.

"Kenapa, ya, aku terlahir kayak gini?" tanya Ale dengan suara parau yang bergetar. Dia meraba pipinya sementara air mata mulai mengalir dari sudut matanya.

Ale meraih figura foto yang berisi dirinya bersama kedua orang tuanya. Dalam foto itu, mereka tersenyum lebar merayakan ulang tahun Ale yang ke-8. Tetapi sekarang semuanya hanya tinggal kenangan. Ale memeluk erat-erat figura itu sambil terisak tanpa suara.

"Ibu, Ayah, kenapa tinggalin Ale sendirian? Kenapa nggak bawa Ale juga? Cuma kalian yang tulus sayang sama Ale. Sekarang Ale harus rayain ulang tahun sama siapa? Om dan Tante nggak menginginkan Ale." Anak malang itu sesenggukan sampai bahunya ikut bergetar.

Dalam keadaan itu, tidak ada lagi Ibu yang memeluk Ale. Tak ada Ayah yang mau mengusap kepalanya. Mereka berdua telah pergi selama-lamanya dan takkan pernah kembali lagi. Meninggalkan Ale di dalam jurang kehampaan dan kesepian. Sendirian tanpa siapa pun di sisinya.

Heksa, paman Ale, benar-benar melakukan apa yang dikatakannya tempo hari saat berdebat dengan sang istri. Setiap pengeluaran Ale tiap bulannya selalu ia catat dengan detail dalam buku. Ketika buku itu habis, maka dia akan langsung menggantinya. Sekecil apa pun nilai uang yang ia berikan untuk Ale, semua itu tak luput dicatat dalam buku catatan tersebut.

Ale dituntut untuk menjadi pintar dan berkelakuan baik di sekolah ataupun di luar rumah supaya menjaga nama baik keluarga mereka. Ia juga didoktrin rajin belajar agar kelak mendapat pekerjaan yang bagus dan bisa secepatnya melunasi seluruh biaya yang dikeluarkan Heksa untuk merawatnya selama ini.

The Return Of Real Gangster [ Segera Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang