"Lo ngapain ke sini, Sha?"
Rein menjadi orang pertama yang melempari sepupunya dengan pertanyaan.
Gadis itu menunjukkan proposal yang dia bawa pada mereka.
"Mau nganter ini ke kepala sekolah kalian," jawab Shakina, menatap penuh Rein. "Di mana ruangannya?"
"Susah juga, sih, yang mau jelasin. Gimana kalo Nicko aja yang nganter lo langsung ke sana?" saran Rein, yang membuat Nicko di sebelahnya seketika berbinar. Gembira bukan main karena Rein sangat peka untuk memberikan dia kesempatan PDKT-an dengan Shakina.
"Rein, lo bener-bener sahabat gue yang paling pengertian, deh. Gue terharu banget dengan usaha lo ini. Thanks ya, bro," ucap Nicko dramatis, sambil memegangi dadanya sendiri.
"Dih, gak mau. Mending singkirin aja anomali itu. Gue bisa berdua doang sama temen gue," tolak Shakina mentah-mentah dengan bola mata yang berputar malas.
Bagai dihantam palu tak kasat mata, dada Nicko langsung merasakan sakit yang luar biasa begitu mendengarnya. Penolakan dari Shakina memang sudah biasa ia dapatkan. Tetapi kali ini? Dia dianggap anomali! Bagaimana mungkin Nicko tidak merasa sesak? Ulu hatinya nyeri sekali.
Sialnya, teman-teman cowok itu malah berusaha mati-matian menahan tawa di antara suasana miris sekaligus kocak.
"Anomali, jir." Megi tergelak di dekat telinga Aran.
"Capek-capek mencintai, ternyata selama ini cuman dianggap anomali, awokawok," balas Aran, tertawa ala-ala ketawa online.
"Singkat, padat, anomali," sahut Hiro.
"Jangan gitulah, kasian Nicko," ujar Rein dengan pipi yang sedikit menggembung, ikut menahan tawa karena perutnya terasa geli. "Btw, anomali, gess."
Lain halnya dengan mereka, Pandu justru hanya diam memerhatikan Ranza. Jelas saja dia masih mengingat sosok gadis itu yang semalam sempat ia kira sebagai maling di rumahnya.
"Sha, tega banget lo." Nicko memandang nanar Shakina. Namun sedetik berikutnya, dia sontak menoleh ke teman-temannya dengan ekspresi garang. "Lo pada juga ngapain malah tahan tawa, bjir?! Emang gue lagi stand up comedy apa?!"
"Udah, udah, udah. Jangan malah ribut gini." Bastian menengahi, lalu mendekati Ranza untuk kemudian merangkul bahunya sok asik.
"Ranza nggak bisa ikut lo, Sha. Dia mau gue ajak ke kantin. Mau ngga mau lo tetep kudu pergi bareng Nicko. Kecuali ada orang lain yang mau gantiin dia nganter lo," kata Bastian.
Shakina menatap mereka satu per satu, tapi semuanya kompak mengalihkan pandangan ke sembarang arah demi menghindari kontak mata dengannya. Begitu juga Rein yang ikut-ikutan bersekongkol. Hingga hanya tersisa Nicko seorang yang masih menatap Shakina penuh harap.
Gadis itu mendengus kesal. "Ya udah buruan, jangan lama-lama. Awas aja kalo lo niat modus," ujarnya.
Tak ada pilihan lain. Dia yang tak ingin berlama-lama di tempat ini dan segera menyelesaikan urusan, terpaksa pergi ke ruang kepala sekolah bersama Nicko. Sementara Ranza yang masih dijepit lehernya oleh Bastian tak dibolehkan ikut.
"Lo sama kita-kita aje, Ran. Biarin mereka berduaan supaya lo nggak jadi obat nyamuk," ucap Bastian.
"Serah lu, dah. Tapi lepasin dulu tangan lu, anjir! Leher gue kecekek, nih!" Ranza misuh-misuh, dari tadi berupaya meloloskan diri namun tidak berhasil.
"Cewek lu, Bas?" Rein yang melihat kedekatan mereka tak tahan untuk tidak bertanya dengan kedua alis bertaut penasaran.
"Siapa? Cewek herkules ini? Bukanlah, kocak. Ya kali gue pacaran sama dia." Bastian menepis tudingan itu dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Return Of Real Gangster [ Segera Terbit ]
ActionGangster sejati itu ... seperti apa? Apa mereka yang isinya berandalan gila seperti geng MANIAC? Atau seperti Red Devil yang terdiri dari manusia-manusia gila uang? Atau apakah seperti D'Monster yang dipenuhi orang-orang barbar dan brutal? Mungki...