Suasana di jembatan yang Ranza lewati terasa sunyi. Hanya terdengar bunyi jangkrik dan binatang malam yang ramai mengisi gendang telinga.
Biasanya di sana ada satu dua atau lebih orang yang memancing, karena di bawahnya terdapat bentangan sungai Amarine. Tetapi kali ini, entah pergi ke mana mereka semua. Mendadak jembatan menjadi sepi.
Angin malam tak begitu dingin. Cahaya bulan terpantul lewat riak air sungai yang tenang. Lampu-lampu pada tiang yang berjejer di pinggir kanan kiri jembatan hanya bersinar temaram, bahkan ada pula yang mati total. Serangga kecil banyak berkerumun mengerubungi bohlam.
Di saat iseng mengamati sekitar, kaki Ranza sontak terpaku dengan mata yang membulat sempurna tatkala retinanya tak sengaja menangkap figur seseorang sedang berdiri di atas pagar pembatas jembatan. Dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang itu lantaran berada di bawah lampu yang mati.
"Anjir. Itu orang mau ngapain?" gumam Ranza speechless.
Dalam keadaan itu, hanya satu hal yang dapat disimpulkan otaknya. Bunuh diri. Orang itu berniat bunuh diri.
Coba pikirkan saja. Memangnya apa yang ingin dilakukan seseorang di malam yang larut ini dengan berdiri di atas pembatas jembatan kalau bukan untuk mengakhiri hidupnya sendiri? Sudah jelas mau bunuh diri, kan?
Jantung Ranza memompa lebih cepat. Ini terasa mendebarkan. Darahnya berdesir panas. Seumur-umur, baru sekarang dia menyaksikan adegan semacam ini dalam hidupnya secara live.
"HEH, LO MAU BUNDIR, YA?!" Ranza berujar lantang.
Menuruti perintah insting, ia segera berlari mendekati posisi orang itu dan langsung menarik tangannya tanpa pikir panjang. Alhasil, cowok dengan kaos oblong berwarna hitam tersebut melompat kembali ke jembatan.
Namun, saat melihat dengan jelas wujud orang itu, barulah Ranza tersentak kaget dan merasa telah melakukan kesalahan paling besar selama hidup.
Spontan kakinya dibawa mundur dengan mulut yang menganga di balik masker.
Meski Ranza telah mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa sosok di depannya itu mungkin sekadar ilusi dan tidak nyata, tapi usahanya sia-sia belaka.
Sosok itu tetap ada berapa kalipun dirinya berkedip. Dia berdiri menjulang lebih tinggi darinya sekitar tiga puluh sentimeter.
"Lo ..." Suara Ranza tersendat di tenggorokan. Pupilnya refleks menyusut.
Griffin memiringkan kepala, memindai wujud Ranza dari atas sampai bawah dengan matanya yang hitam pekat. Rambutnya yang merah terlihat menyala disinari cahaya rembulan.
"Bandana dan masker hitam. Kalung berbandul sayap malaikat. Almet dengan bordiran warna hijau. Tinggi badan sekitar 158 cm."
Griffin merobek hening yang mencekam dengan suara seraknya. "Hm. Ciri-ciri yang relate."
Cowok itu menyeringai kecil. Kakinya diayunkan maju demi memangkas jarak. "Gue nggak salah liat, nih? Apa dunia cuman selebar daun kelor? Tanpa perlu repot-repot nyari, taunya malah dateng sendiri."
Ranza segera sadar dari keterpakuannya. Ia berusaha menajamkan fokus dan kewaspadaan. Dirinya otomatis memasang mode siaga satu begitu mengamati gerak-gerik Griffin.
"Jadi lo orang itu, ya? Kairi Leviano. Wakil barunya Pandu Oliver," kata Griffin, saat jarak mereka tersisa satu jengkal. Dia sedikit membungkukkan badan untuk mensejajarkan posisi wajahnya dengan wajah Ranza.
Dalam beberapa detik, mereka terlibat eye contact yang cukup mendebarkan. Tidak! Bukan dalam artian romantis, melainkan permusuhan. Walau Griffin masih menampilkan tampang kalem, tapi Ranza bisa merasakan aura yang menyeramkan dari orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Return Of Real Gangster [ Segera Terbit ]
ActionGangster sejati itu ... seperti apa? Apa mereka yang isinya berandalan gila seperti geng MANIAC? Atau seperti Red Devil yang terdiri dari manusia-manusia gila uang? Atau apakah seperti D'Monster yang dipenuhi orang-orang barbar dan brutal? Mungki...