Pandu baru sampai di rumahnya pada pukul setengah satu dini hari. Dia memarkir motor ke dalam garasi sebelum mematri langkah menuju teras yang hanya diterangi sebuah bohlam.
Dua faktor yang menyebabkan rumah minimalis tingkat dua itu tampak sepi adalah karena sudah larut malam dan juga hanya dihuni Pandu, adik perempuannya, serta seorang asisten rumah tangga.
Sementara orang tua Pandu sangat jarang berada di rumah. Mereka pasangan yang sibuk bekerja dan sering dinas ke luar kota.
Pandu tidak perlu mengetuk pintu atau repot-repot menunggu asisten rumah tangganya membukakan pintu, karena dia sendiri mempunyai kunci cadangan. Jadi, Pandu bisa keluar masuk rumah itu kapan pun semaunya.
"Abang pulangnya kemaleman lagi!"
Tubuh Pandu tersentak saat mendengar seruan dari arah ruang tengah. Begitu menoleh, dia mendapati adiknya sedang duduk di sofa sambil menyilangkan lengan di depan dada dengan alis menukik tajam dan bibir yang manyun.
"Pinat? Kenapa belum tidur? Jam segini, loh. Ngapain kamu nungguin Abang?" Sontak saja cowok itu menghampiri adiknya dengan raut panik bercampur cemas.
Pandu yang biasanya terlihat sinis dan berlidah setajam pedang ke orang lain akan selalu menunjukkan sisi berbeda bila di hadapan Pinat.
Bahkan panggilannya pun berubah 'aku-kamu'. Hanya kepada adik perempuannya lah dia bisa bersikap selembut itu.
"Ayo, sekarang kamu buruan tidur. Besok-besok nggak boleh nungguin Abang lagi. Abang tuh nongkrong bareng temen-temen. Kamu jangan khawatir," ucap Pandu, seraya meraih tangan Pinat untuk digenggam.
Gadis itu tidak berontak dan hanya menurut ketika Pandu membimbingnya menuju kamar. Pinat berbaring di kasur sedangkan Pandu membantu menyelimuti tubuhnya.
"Udah makan malem belum?" tanya Pandu, menatap lekat Pinat dengan tangan yang terulur menyentuh puncak kepala sang adik.
"Udah," jawab Pinat.
"Gosok gigi? Cuci muka? Udah?"
Pinat mengangguk. "He'em, udah, Abang. Aku tuh cuman lagi nungguin Abang aja karena aku nggak bisa bobo nyenyak."
"Ya udah, berarti sekarang harus tidur, ya. Kan Abang udah di sini." Pandu membelai lembut pipi Pinat. Dia duduk di lantai masih dengan tangan yang menggenggam erat tangan gadis belia itu.
"Iya, tapi besok-besok Abang jangan kelamaan lagi pulangnya. Oke?" pinta Pinat dengan binar mata penuh harap.
Walau tak bisa sepenuhnya menjamin hal itu, Pandu tetap berusaha tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Tak lama setelah Pinat benar-benar terlelap, napas beratnya terembus. Dia memandang wajah imut adiknya dengan raut muram.
Mendadak, Pandu kembali teringat dengan diskusi yang dilakukan para anggota inti di basecamp tadi siang. Saat di mana 'Kairi' malah banyak tanya tentang hal yang sensitif baginya.
"Orang itu? Dia? Siapa maksudnya?"
"Mantan Wakil Kapten Divisi Tiga yang dikeluarin dari TAURUS. Cuman lo yang bisa gantiin posisi dia."
"Dikeluarin? Kok bisa? Apa penyebabnya? Bukannya TAURUS menjunjung tinggi solidaritas?"
Tidak. Tidak ada kata solidaritas jika sudah menyangkut tentang orang itu. Pandu teramat membencinya. Semua perbuatan liarnya masih bisa ditoleransi ketika awal-awal menjadi Wakil Kapten Divisi Tiga. Tapi lama kelamaan, dia semakin menjadi-jadi dengan mencoba melecehkan Pinat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Return Of Real Gangster [ Segera Terbit ]
ActionGangster sejati itu ... seperti apa? Apa mereka yang isinya berandalan gila seperti geng MANIAC? Atau seperti Red Devil yang terdiri dari manusia-manusia gila uang? Atau apakah seperti D'Monster yang dipenuhi orang-orang barbar dan brutal? Mungki...