[ 12 ] ARC 1 : WE ARE MANIAC!

5.9K 545 5
                                    

"ORANG YANG GAK NGALAMIN SENDIRI NGGAK AKAN PAHAM RASANYA, BRENGSEK! LO MANA TAU SESAKIT APA DI POSISI GUE! DASAR SIALAN LO! ARRGHHH!!"

Ale yang frustasi terus-menerus mengayunkan tongkatnya untuk menghantam Ranza. Tempo gerakan Ale sangat cepat sehingga membuat orang-orang yang menyaksikannya terperangah di tengah situasi tegang.

Sementara Ranza tetap mencoba tenang dan menyatukan fokus untuk menemukan celah dari serangan Ale. Dia berusaha mengimbangi dengan gerakan menghindar yang juga tak kalah cepat dan lincahnya dari cowok itu.

Momen tersebut tidak terlihat seperti sebuah pertarungan, sebab sejak awal Ale lah yang selalu melayangkan serangan. Ranza sendiri hanya bisa menghindar dari tongkat yang terus melayang cepat ke arahnya itu tanpa tahu harus menyerang Ale lewat mana. Karena sekali saja salah bergerak, tongkat itu akan langsung mengenai tubuhnya dan menyebabkan cedera yang fatal.

"Omaygot," batin Ranza dengan alis yang hampir menyatu. "Gerakannya cepat banget. Kalo gue nggak berusaha ngimbangin dia, bisa tamat riwayat gue."

Ale menyerang tanpa jeda dan henti. Bak orang kerasukan, dia melakukan itu sambil terus meracau serta berteriak-teriak histeris memaki Ranza. Wajahnya memerah bersama dengan urat-urat pelipis yang menonjol. Rein yang melihatnya tidak sanggup berbuat apa pun dengan kondisi yang sedang diborgol.

"Sialan. Kenapa gue malah nggak berdaya kayak gini, sih?" rutuk Rein sambil menggeretakkan giginya menahan emosi. Mendadak dia merasa tidak berguna sebagai seorang ketua.

"MATI LO! MATI LO! MATIII!" seru Ale yang nyaris kehilangan suara karena sejak tadi tak berhenti berteriak. Auranya menggelap dengan pupil yang menyusut.

Kini, dia tak lagi terlihat seperti seorang Ale Darfigo. Ale yang biasanya tersenyum ceria, tertawa riang, dan suka bercanda telah meledakkan bom waktu yang selama ini terpendam dalam dirinya hingga menjadi seperti sekarang.

Entah situasi macam apa ini sebenarnya. Namun yang pasti berhasil membuat emosi orang-orang bercampur aduk. Marah, kesal, jengkel, tetapi di lain sisi juga memprihatinkan. Mungkin Ale tak akan menjadi begitu kalau saja dia tidak memilih menikmati lukanya sendirian.

"Lo hebat banget kayak yang diharapkan orang-orang dari seorang Kapten Divisi Pertama," ujar Ranza ketika akhirnya Ale menjeda serangannya dengan napas yang tersengal-sengal.

"Gerakan lo cepat dan memiliki serangan yang kuat. Tapi, apa lo yakin masih sanggup ngelanjutin ini? Kayaknya stamina lo habis. Lo juga nggak fokus karena berantem dalam keadaan marah."

"BERISIK, ANJING!" sentak Ale murka. Kakinya dihentak maju untuk kembali menerjang. Tongkat bisbolnya terayun ke atas, samping, bawah, mencoba mengenai Ranza. Namun tak satu kali pun berhasil mengenai gadis itu sebab dia juga tak kalah jago untuk menghindar dengan lincah. "ARGH, KURANG AJAR! LO MAININ GUE, YA?!!"

Bugh!

Tongkat itu terhenti di udara. Ranza menangkapnya dengan tangan kosong. Tatapan sayunya bersibobrok dengan mata biru safir milik Ale. Akhirnya saat yang dia nanti-nanti telah tiba. Dia sudah menyimpan banyak tenaganya di awal pertarungan, dan kini adalah waktu yang tepat untuk digunakan.

Pergerakan Ale tak secepat sebelumnya. Serangannya hamburadul, banyak gerakan sia-sia dan tak berguna yang dia lakukan sehingga mengakibatkan staminanya terus berkurang.

Cowok itu mulai melemah, apalagi deru napasnya yang tersengal sampai terjangkau ke indera pendengaran Ranza. Jelas saja Ale kelelahan, terlihat dari bagaimana dadanya kembang kempis dan tangan yang gemetar hebat.

"Gue rasa cukup sampe di sini aja. Jangan terlalu memaksakan diri lo. Itu nggak baik." Ranza maju beberapa langkah dengan gerakan cepat dan langsung memutar tubuhnya di udara untuk melayangkan tendangan menggunakan tungkai kakinya tepat di pelipis Ale. Sementara tangan kanan gadis itu otomatis menjadi penyangga tubuh selama dirinya masih mengawang dalam waktu sepersekian detik.

The Return Of Real Gangster [ Segera Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang