"Udah gue bilang. Gue nggak mau ikut prom night. Lo gak usah repot-repot bawa gue ke mall cuman buat nyari baju untuk acara itu."
Dalam sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan sedang, Ranza mengomeli Bastian yang tengah mengemudi.
Meski kelihatannya fokus begitu, nyatanya Bastian tak berniat diam saja. Mereka yang terbiasa beradu mulut tentunya saling melontarkan perkataan.
"Kan disuruh Bunda, Ranza. Masa gue ikut prom night tapi lu kagak? Bisa disabet pake pedang leher gue entar," ujar Bastian, sekilas melirik Ranza yang bersidekap dada lewat ekor mata.
"Ck, gue nggak punya duit!"
"Bunda yang beliin."
"Gue nggak mau ngerepotin!"
"Tambah ngerepotin kalo lo nggak mau."
Ranza kembali berdecak. Berdebat dengan Bastian memang tidak pernah ada habisnya. Jarang sekali cowok itu mau mengalah.
Karena tak terdengar lagi balasan dari Ranza, Bastian terlihat memasang senyum kemenangan lantaran menjadi orang terakhir yang berhasil mematahkan argumen sang lawan bicara.
"Udahlah, Ran, lo nggak usah ngerasa gak enak hati gitu. Kayak ke siapa aja sok-sokan sungkan. Kita kenal udah berapa lama, sih? Kok lo nggak pernah berubah?"
"Tapi gue kayak numpang idup sama keluarga lo, Bas. Wajar aja kalo gue tetep ngerasa sungkan biarpun udah lama kenal," balas Ranza, memalingkan mukanya ke luar jendela untuk melihat pemandangan yang tersaji di pinggir jalan.
"Ah, lebay lo." Bastian mencibir. "Keluarga gue nggak pernah tuh nganggep lo ngerepotin. Kalo emang gitu, pasti mereka bakal langsung ngeringkus lo buat dibuang ke kali. Tapi sampe sekarang, lo masih dibiarin idup aja, kan?"
Ranza sontak menjitak lengan Bastian yang berkata sembarangan.
Namun, tak urung dia bertanya, "Keluarga lo doang, nih? Berarti lo sendiri nganggep gue ngerepotin, dong?"
Bastian terdiam. Kali ini menoleh dan menatap Ranza dalam waktu beberapa detik.
"Iya. Kalo gue, sih, tetep nganggep lo bocah yang ngerepotin. Soalnya lo keras kepala karena nggak pernah mau denger apa yang gue nasehatin," jawab Bastian.
"Dih, bodo! Lu, kan, bukan bapak gue!" Ranza mendelik sinis.
"Tapi, kan, gue nasihatin lo yang baik-baik, anjir!"
Gemas, Bastian mengacak-ngacak rambut Ranza yang tertata rapi. Untung poni anti badainya tidak ikut rusak.
Ranza yang kesal langsung menggeplak tangan Bastian sambil memperbaiki rambutnya.
"Lo nggak lupa, kan, apa yang gue bilang semalem?"
Bastian kembali mengingatkan Ranza mengenai perbincangan empat mata mereka sepulang dari basecamp tadi malam.
"Apa pun yang terjadi, jangan pernah coba bales dendam ke Red Devil. Inget pesan Kak Kaisar. Dan untuk sementara waktu, mending lo nggak usah nyamar dulu jadi Kairi demi keselamatan lo. Biar gue yang jelasin ke anak-anak kalo Kairi lagi pulang kampung karena neneknya meninggal," tandasnya.
Ranza menghela napas panjang. Bastian kali ini sangat berlebihan. Padahal dia bukan anak kecil lagi. Tapi cowok itu menasihatinya terus menerus tanpa henti.
"Iye, nyet, gue paham. Lo mau ngomong itu sampe berapa kali, sih? Nggak takut jontor bibir lu?" jawab Ranza, mau tak mau.
Bukankah jawaban seperti itu yang diinginkan Bastian agar puas dan tidak khawatir?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Return Of Real Gangster [ Segera Terbit ]
ActionGangster sejati itu ... seperti apa? Apa mereka yang isinya berandalan gila seperti geng MANIAC? Atau seperti Red Devil yang terdiri dari manusia-manusia gila uang? Atau apakah seperti D'Monster yang dipenuhi orang-orang barbar dan brutal? Mungki...