10.

6K 417 1
                                    

"Tidak tahu malu!" bentak Raja Valius menatap sengit pada Whitney.

Wajah pria itu merah padam, menunjukkan bahwa dia sedang berada di puncak emosi. Ia menunjuk Whitney yang terduduk dengan wajah menunduk dengan geram.

"Bagaimana bisa kau mendorong Arletta ke danau! Kau bahkan hampir membunuhnya! Jika Alaric mengetahui hal ini lebih dulu, aku bahkan tidak bisa berbuat banyak untuk menolongmu! Buka matamu, Putri Whitney! Kau ini adalah seorang putri, anak raja, kelas bangsawan, golongan kelas tinggi, bagaimana bisa kau melakukan hal rendahan seperti ini?!"

Rahang Whitney mengeras. Wanita itu sudah menangis terisak. Meski air mata terus membanjiri wajahnya, tetapi dadanya terasa sesak dan panas.

"Aku hanya menuntut keadilan, Ayahanda! Aku merasa terhina karena tindakan Duke yang lebih memilih wanita rendahan seperti Arletta Davies itu! Dia hanya anak pejabat rendahan! Dia bahkan bekas gundik Marquess tua bangka. Bukankah itu udah menunjukkan siapa jati diri Arletta yang benar-benar rendahan?!"

"Lancang!" bentak Raja Valius benar-benar geram dengan putrinya.

"Adik, diamlah! Kau benar-benar terlihat seperti rakyat jelata yang hanya bisa adu otot saja." Putra Mahkota William Martinus berkomentar.

Mendengar komentar sang kakak, Whitney otomatis menoleh dengan tatapan sinis. Tersenyum mengejek pada kakak kandungnya itu.

"Mengapa? Kau senang karena melihatku dihina seperti ini? Putra Mahkota, aku tahu kau membenci Duke Alaric, kau juga takut jika Duke Alaric menikah denganku, maka dia bisa menjadi saingan yang semakin sulit untukmu. Benar, 'kan?"

Ucapan Whitney membuat William menoleh, kedua mata elangnya menyipit tajam, tetapi tetap mempertahankan seyum miring di wajahnya.

"Tahu apa kau, Anak kecil?" William menyeringai. "Jika memang hina, tetap akan hina. Aku menjadi Putra Mahkota, itu juga dengan usaha. Kau, terima saja posisimu. Urusan harga dirimu, kau sendiri juga sudah tahu jelas setelah pengakuanku ini. Lebih rendah dari gundik seorang Marquess? Cih!"

"William Martinus!" bentak Whitney benar-benar emosi.

"Putri Whitney!" Kali ini giliran Raja yang membentak putri bungsunya itu.

Dibentak da dipojokkan sedemikian, tangis Whitney semakin keras. Hal itu membuat Raja Valius mendesah kasar, merasa frustasi karena anak perempuannya ini benar-benar tidak bisa diajak bicara. Pada akhirnya, Raja Valius memerintahkan beberapa pelayan dan penjaga untuk membawa Whitney ke kamarnya.

Kini tersisa 'lah Raja Valius dan Putra Mahkota. Mereka masih saling diam. Meskipun memiliki hubungan darah, tetapi mereka tidak terlalu dekat. Raja Valius jauh lebih dekat dengan Duke Alaric Wilton daripada putranya.

"Ayah, atas nama Whitney, saya memohon maaf."

Raja Valius mengibaskan tangan. "Sudahlah, aku lelah membicarakan adikmu. Putra Mahkota, pergilah dan bujuk Whitney. Kau tidak perlu membujuknya untuk menyerah pada Alaric, tapi agar dia bisa lebih menggunakan otaknya untuk meraih ambisinya itu."

"Ma-maksud Ayah?"

"Aku masih tetap ingin menikahkan Duke Alaric dengan Putri Whitney."

Setelah keluar dari ruang pertemuan, William berjalan menuju kamar sang adik sesuai instruksi sang ayah. Dalam perjalanannya itu, William tidak bisa menahan kegeramannya. Pria itu mengeraskan rahang, tidak habis pikir mengapa ayahnya itu berambisi menikahkan sang adik dengan Alaric. Padahal, seharusnya ayahnya itu tahu sendiri jika Alaric memiliki koneksi yang sangat besar, nyaris menyamai kekuasaan kerajaan.

Tindakan sang yah itu jelas membuat William tidak bisa memikirkan hal baik. Sang putra Mahkota itu selalu dihantui ketakutan bahwa Alaric mungkin akan merebut takhtanya. Bagaimana pun juga, dalam darah Alaric mengalir darah dari pemimpin sebelumnya. Takutnya, marga sebelum penguasa hari ini akan melakukan pemberontakan dan itu jelas akan sangat menyulitkan William.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang