"Ratu, kami sudah memasang alat anti sihir baru yang telah disempurnakan dengan alat anti elemen."
Arletta yang sedang berkutik dengan beberapa alat besi dan batuan hitam dibuat menoleh. Sosok pria berambut putih tampak terengah-engah saat berjalan mendekat. Kulit keriputnya menunjukkan masa kejayaannya yang telah hampir berakhir.
"Terima kasih, Profesor Lark." Arletta tersenyum.
"Saya yang sangat berterima kasih, Ratu. Jika bukan karena bantuan dari Ratu, kami mungkin akan kesulitan untuk memperkuat keamanan kerajaan ini."
"Ah, Anda bisa saja. Ini memang sudah kewajiban saya."
"Ratu, Anda selalu rendah hati. Dulu, saya selalu mengkhawatirkan sifat rendah hati Anda, tetapi semakin lama, akhirnya saya percaya ketika seseorang bersungguh-sungguh memiliki kerendahan hati, tanpa dia menunggu pun orang lain sudah mengakui."
Mendengar pujian itu, Arletta terkekeh ringan seraya geleng kepala. "Profesor, Anda terlalu memuji. Ah, hari sudah petang rupanya. Saya undur diri dahulu."
"Baik, Ratu."
Waktu tidak terasa, lima tahun berlalu sejak kejadian paling kelam dalam sejarah Kerajaan Imaginary sekaligus hari di mana Arletta dan Alaric dinobatkan sebagai sepasang pemimpin baru negeri ini. Selama lima tahun penuh juga, Arletta menjadi wakil Profesor Lark dalam upaya membuat alat anti sihir lebih kuat. Lebih dari itu, meski memiliki kekuatan pengendali, Arletta juga tetap mengembangkan alat anti elemen guna memperkuat pertahanan Kerajaan Imaginary.
Selama lima tahun pula, sudah menjadi rutinitas ketika hari memasuki senja, setelah membersihkan diri, Arletta akan datang ke halaman belakang dari kastil selatan, tempat di mana Nyonya Elina Wilton menghabiskan waktu sore dengan menikmati senja.
"Selamat hari menjelang malam, Nyonya," sapa Arletta dengan sapaan sedikit nyelenehnya itu.
Sapaannya itu sontak membuat Elina menoleh. Wanita yang kini mulai ditumbuhi uban di sekujur rambutnya itu tersenyum. Garis-garis halus tampak di wajahnya, tak bisa menyembunyikan usianya yang semakin menua.
"Selamat siang menuju malam juga, Ratu." Elina menyapa balik Arletta dengan sapaan yang tak kalah unik.
Kedua wanita itu tertawa kecil. Arletta lantas duduk di kursi kayu, bersebelahan dengan Elina. Duduk berdua menghadap matahari senja seraya menyeduh teh hangat.
"Dulu, saat Alaric masih sekecil ini," Elina menunjukkan tangan setinggi pinggang orang dewasa. "Dia sangat suka lari-lari sampai membuat semua pelayan jadi pusing sendiri karena dia berlarian nyaris mengelilingi seluruh kediaman Wilton. Bahkan, sesekali dia bersembunyi di tempat yang tidak diketahui seorang pun."
Begitu 'lah ketika sore hari tiba. Elina akan menceritakan berbagai kisah yang pernah ia lalui. Tentang masa kecilnya dan seluruh keluarga Wilton, kejadian tragis pembantaian, hingga perjuangan Alaric hingga sampai pada saat ini.
Dari cerita yang selalu dituturkan Elina itu pula, Arletta selalu merasa dekat dengan keluarga Wilton meski nyaris sebagian besar dari mereka tidak pernah ditemui Arletta secara langsung. Namun, semua bagian keluarga Wilton terasa dekat dengannya.
Lantas ketika malam datang, ketika Alaric tidak berada di istana seperti ini, Arletta akan pergi ke kuil dan berdoa semalam suntuk. Arletta melakukan pertaubatan. Satu-satunya hal yang disesalinya sampai detik ini adalah pernah memiliki rasa dendam pada keluarganya. Meski Arletta tidak menyesal bahwa kejahatan keluarganya terbongkar, tetap saja penyakit hati yang sempat bersarang di hatinya itu selalu menghantui hari-harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose The Villain Duke
FantasyArletta Davies kembali terbangun setelah dibunuh dengan keji oleh suami dan keluarganya. Demi membalaskan dendam pada kekejaman keluarga dan mantan suami di kehidupan sebelumnya, Arletta rela menjadi istri kontrak Duke Alaric Wilton, pria kejam dan...