"Duke Alaric Wilton datang!" teriak Dave dari luar dengan suara lantang.
Hening. Tak ada jawaban dari dalam. Menunggu bermenit-menit, tetapi masih tak kunjung ada gerak-gerik yang terlihat. Seolah memang tidak ada tanda kehidupan di dalam.
Sementara itu Dave terus berusaha mendobrak gerbang meski ia tahu itu hanya sia-sia belaka. Mereka menunggu cukup lama. Di luar juga begitu sepi, hanya ada deretan pepohonan hutan yang luas nan rindang terhampar luas di luar hamparan tanah lapang yang mereka pijaki.
"Duke Alaric Wilton masih hidup! Duke Alaric Wilton datang!"
Di sela keheningan itu, tiba-tiba terdengar suara lantang yang begitu nyaring menggaung ke seluruh penjuru arah. Wajah Arletta mendongak, menatap ke atas, tepat ke arah puncak benteng di mana seorang pria yang mengibarkan bendera berlambang Provinsi Cordova, yaitu bunga teratai merah.
Menyusul si pria yang mengibarkan bendera, banyak para prajurit yang berlarian mendekat ke pinggir benteng, menengok ke bawah untuk memastikan berita yang mereka dengar. Begitu mereka mendapati keberadaan Duke Alaric Wilton bersama dengan Dave, Arletta dan beberapa orang lain dalam rombongan kecil, seketika para prajurit itu tampak tersenyum bahagia seraya meneriaki gelar sang Duke.
"Kedamaian bersama Duke!"
"Kedamaian bersama Duke!"
"Kedamaian bersama Duke!"
Begitu 'lah sorak sorai penuh kebahagiaan terpancar cerah di wajah para prajurit. Bahkan, di antara mereka ada yang menjatuhkan air mata. Aura kebahagiaan terpancar jelas.
Dengan diiringi sorak sorai para prajurit, gerbang raksasa benteng pertahanan Provinsi Cordova terbuka. Suara deritnya terdengar begitu berat dan nyaring seolah turut bersorak untuk kepulangan sang pemimpin.
Pintu gerbang terbuka, Alaric pun memimpin rombongannya untuk memasuki gerbang. Begitu mereka melihat pemandang bagian dalam kota Cordova, begitu banyaknya lautan manusia yang telah menanti di depan gerbang. Benar-benar memberi sambutan yang luar biasa.
Bahkan, rakyat Cordova sampai bersujud dan terus menyebut Dewa untuk mengucap syukur atas kepulangan Alaric dengan selamat. Karena sebelumnya sempat beredar kabar bahwa sang Duke mengalami kecelakaan hingga merenggut nyawa. Membuat semangat juang yang ada di Provinsi Cordova sempat hancur sesaat.
Bak mentari terbit yang menghangatkan sisa malam yang dingin. Kedatangan Alaric memang lebih menyegarkan daripada angin sepoi-sepoi di tengah musim kemarau. Jauh lebih berharga. Jauh lebih besar. Bagi rakyat Provinsi Cordova, Alaric bagaikan matahari mereka. Kiblat peradaban, sang pemimpin di atas segala pemimpin.
"Duke! Anda pulang!" sambut seorang pria menunggang kuda dari kejauhan.
Pria itu memakai zirah lengkap. Tampak baju besinya yang tampak sedikit kotor, menyisakan banyak goresan melintang yang menunjukkan bahwa keadaan memang tidak baik-baik saja. Di belakang pria itu, menyusul pula seorang pemuda yang usianya tampak masih belasan tahun mengenakan baju zirah yang sama dengan orang yang memanggil Alaric.
Sosok itu langsung turun dari kudanya. Berlari dengan berlinang air mata. Berlutut di hadapan Alaric penuh rasa haru dan letupan kebahagiaan yang tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata. Pria itu tampak sangat senang. Sangat senang. Saking senangnya ia bahkan tidak bisa berkata-kata selain hanya tertunduk dengan tangis yang tak bisa ia tahan.
"Duke, Anda selamat," ucap pria itu dengan suara bergetar.
Alaric menatap sosok yang kini berlutut di hadapannya itu. Di mana di belakangnya, menyusul sosok pemuda remaja dengan baju yang sama turut berlutut memberikan hormat kepadanya. Melihat keberadaan pemuda itu, tetapi tidak mendapati keberadaan salah satu jenderal kepercayaannya membuat Alaric memiliki firasat buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose The Villain Duke
FantasyArletta Davies kembali terbangun setelah dibunuh dengan keji oleh suami dan keluarganya. Demi membalaskan dendam pada kekejaman keluarga dan mantan suami di kehidupan sebelumnya, Arletta rela menjadi istri kontrak Duke Alaric Wilton, pria kejam dan...