Pagi hari, Arletta sudah hadir di dekat tungku seraya mengaduk bubur di dalam kuali besar. Di sekitarnya ada beberapa orang pria yang sebagai menolongnya memotong beberapa bahan masakan lain, khususnya dari tangkapan laut yang didapatkan semalam. Ada yang bertugas membersihkan kerang, menghilangkan sisik ikan hingga jeroannya, ada pula yang sedang heboh karena tentakel cumi-cumi dan gurita yang menempel erat di tangan mereka.
Beberapa orang yang berlalu lalang juga secara bergantian menyapa Arletta dengan sedikit membungkuk lalu tersenyum dan tak lupa memanggil nama Arletta dengan embel-embel "Lady". Meski Arletta sudah bilang untuk tidak perlu terlalu formal, apalagi Arletta sadari jika sebagian besar orang-orang itu memiliki usia yang lebih tua dari Arletta.
Sesekali Arletta mengusap keringat di keningnya dengan lengan baju. Wanita itu berusaha sekuat tenaga mengaduk bubur dengan porsi besar itu. Namun, ternyata semua tidak semudah ketika ia memasak hidangan mewah dengan porsi yang jelas jauh lebih sedikit.
"Lady, biarkan saya saja yang membatu," ucap seorang pria paruh baya menghampirinya.
Kali ini Arletta tidak menolak. Wanita itu hanya bisa tersenyum dan menyerahkan kayu pengaduk kepada si pria. Menyerahkan tanggung jawab itu sepenuhnya.
"Terima kasih," ucap Arletta lalu beranjak pergi ke bagian rempah-rempah dan bumbu.
Wanita itu kembali dengan memasukkan beberapa bumbu yang telah ia racik, lalu mencobanya dengan menyuapkan satu sendok bubur ke dalam mulutnya. Merasa masih panas, Arletta memekik sampai membuat beberapa pria di sana menatapnya khawatir.
"Lady, apakah Anda baik-baik saja?"
"Lady, Anda terluka?"
Melihat raut wajah penuh kekhawatiran para pria paruh baya itu, Arletta tertegun sejenak sebelum disusul kekehan kecil lalu menertawai kecerobohannya dengan mengacungkan sendok ke udara. Melihat itu, para pria yang didominasi pria berusia paruh baya yang tampak seperti ayahnya sendiri itu ikut tertawa karena mereka yang berlebihan hanya karena Arletta mencoba makanan yang masih panas.
"Bagaimana rasanya, Lady?" tanya seorang.
"Tentu saja lezat seperti biasanya," celetuk yang lain.
"Betapa beruntungnya kita bisa mencoba masaka Lady setiap hari."
Menanggapi semua pujian itu, Arletta hanya bisa tersenyum kikuk.
Dari kejauhan, seseorang memgamatinya dalam diam. Surau merahnya yang sangat kontras tampak berkilau karena terpaan sinar matahari. Angin laut yang cukup kencang membuat helaian rambutnya berterbangan, membuatnya terkesan kusut. Namun, alih-alih terlihat berantakan, sosok Exon malah terlihat semakin menawan.
Exon berjalan mendekat. Ketika Arletta hendak mengambil toples rempah-rempah yang berada di bagian lemari agak tinggi, wanita itu tampak sedikit kesulitan. Hal itu membuatnya harus berjinjit dengan susah payah dan tangan yang berusaha meraih benda itu.
Hingga tiba-tiba tubuh Arletta dibuat menegang saat di belakangnya, seseorang terasa dalam radius teramat dekat. Dari bayangan, Arletta melihat sosok pria mengulurkan tangannya yang panjang untuk mengambil toples yang ia inginkan. Benar saja, toples yang berusaha ia gapai dengan susah payah itu dengan mudahnya kini diulurkan di depan wajahnya.
Tak ada kata, tak terdengar suara apa pun. Arletta segera membalikkan badan, melangkah menjauh satu kali. Kedua kelopak matanya dibuat melebar ketika mendapati sosok Exon yang telah menolongnya.
"Exon, apa yang kau lakukan di sini?" Begitu 'lah refleks pertanyaan yang keluar dari mulut Arletta.
Pria itu tidak menjawab, melainkan menggoyangkan toples di tangannya sebagai alternatif jawaban daripada mengeluarkan suara. Arletta tersadar, lantas terkekeh. Diambilnya uluran toples itu dari tangan Exon.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose The Villain Duke
FantasyArletta Davies kembali terbangun setelah dibunuh dengan keji oleh suami dan keluarganya. Demi membalaskan dendam pada kekejaman keluarga dan mantan suami di kehidupan sebelumnya, Arletta rela menjadi istri kontrak Duke Alaric Wilton, pria kejam dan...