51. Masa Lalu Yang Terlupa

809 59 0
                                    

Setelah berusaha mengobati penyakit raja, atlet terjadi jatuh sakit. Wanita itu mengalami demam sehingga membuat Alaric terus berjaga disampingnya karena Arletta yang terus mengigau. Telapak tangan besar itu menyentuh kening Arletta. Terasa panas. Membuatnya semakin dilanda kekhawatiran.

Lantas dengan telaten, Alaric mengompres kening Arletta dengan kain basah. Berharap dengan begitu suhu tubuh Arletta bisa menurun. Dengan penuh kelembutan, Alaric mengecup puncak kepala Arletta yang terasa begitu panas.

"Cepat sembuh ... istriku."

***

Arletta seperti terbangun di tempat yang tak asing. Namun, dirinya dibuat tercekat karena ternyata tubuhnya terjebak dalam ikatan. Ia berusaha keluar dari tali yang mengikatnya di sebuah pangkal pohon. Namun, tubuh kecilnya yang terlampau kecil seperti anak berusia enam tahun ini membuatnya sangat kesulitan. Tentang apa yang terjadi di sini, bisa ia cari tahu nanti setelah ia lepas dari ikatan.

Di tengah usaha Arletta dalam meloloskan diri, telinganya sedikit terusik tatkala ia mendengar suara patahan ranting kayu dan daun kering dari salah satu sudut. Benar saja, ketika pandangannya terangkat dan menyapu sekeliling, ia mendapati seorang anak laki-laki yang kira-kira berusia delapan tahun tampak tengah berusaha berjalan terseok-seok dengan luka di sekujur tubuhnya. Pakaian yang dikenakannya khas bangsawan kelas atas, tetapi tampak kotor dan lusuh dipenuhi debu dan bekas darah mengering. Pemandangan yang sangat aneh karena tidak biasanya ada bangsawan menggunakan pakaian kotor. Melihat itu, Arletta segera memanggil.

"Hei, Nak! Tolong bantu aku melepas ikatan ini! Nanti aku bantu mengobati lukamu!"

Wajah si anak laki-laki mendongak. Tampak dipenuhi berbagai luka memar. Sangat menyedihkan dan aneh. Dalam benak Arletta terheran-heran, apa yang sebenarnya terjadi? Pasalnya jika memang itu anak bangsawan, tetapi mengapa ia tampak begitu menyedihkan. Penampilannya sangat mengenaskan.

Anak laki-laki itu mendekat dan tanpa sepatah kata membantu Arketta melepaskan ikatan tali.

"Apakah mereka melakukan ini lagi kepadamu?" tanya si anak laki-laki dengan wajah datar.

Napasnya sedikit berat karena kelelahan. Entah apa yang telah ia lalui sehingga membuatnya tampak begitu menyedihkan seperti ini.

Mendengar ucapan si anak laki-laki, Arletta lantas mengernyit. "Mereka?"

Setelah melepas ikatan tali yang membelit tubuh Arletta, anak itu menatap sepasang manik legam milik Arletta kecil.

"Usiamu itu empat tahun lebih kecil dariku, Arletta."

Setelah berkata demikian, tiba-tiba tubuh anak laki-laki itu tumbang dan jatuh menimpa tubuh mungil Arletta. Arletta kecil terkesiap, ia kurang sigap sehingga membuat tubuhnya ikut jatuh dengan posisi tubuh si anak laki-laki menindih tubuhnya.

Awalnya, Arletta ingin berteriak karena ia terdampar di tempat yang antah berantah. Namun, kedua mata Arletta dibuat terbelalak kemudian, tenggorokannya terasa tercekat ketika matanya jatuh pada sebuah panah yang menancap di punggung anak laki-laki itu. Darah segar merembes begitu deras, menebarkan bau anyir yang menyengat.

"Astaga, Nak! Kau terluka! Ba-bagaimana kau bisa mendapatkan luka separah ini?"

Dengan bersusah payah, Arletta menyingkirkan tubuh si anak laki-laki dari atas tubuhnya. Ia bangkit dan berusaha menggendong si anak laki-laki. Seketika itu Arletta terkekeh mendapati dirinya memiliki ukuran tubuh yang kecil.

"Mengapa aku jadi anak kecil?"

Namun, ukuran tubuhnya jelas tidak sebanding dengan anak laki-laki yang mengaku empat tahu lebih tua darinya itu. Ya, memang benar, postur tubuhnya bahkan jauh lebih tinggi dari Arletta.

Sejenak, setelah berhasil mengangkat si anak laki-laki di punggungnya. Yah ... meski hanya melingkarkan kedua tangan si anak laki-laki pada lehernya lalu membuat anak itu terangkat, Arletta sudah menganggapnya menggendong daripada menyeret. Ia terdiam sejenak karena tidak tahu harus dibawa ke mana.

Hingga tiba-tiba muncul sebuah ingatan kilat yang membuat mata Arletta langsung tertuju pada bangunan kediaman megah di sana. Itu adalah rumahnya. Arletta tersadar, bahwa ini adalah ingatannya waktu kecil.

Ya!

Sekarang, ini ingatan Arletta.

Nona muda, si anak haram Baron Davies yang tidak diharapkan. Arletta dibuat terheran menatap anak di sisinya ini. Siapa dia? Mengapa Arletta tidak memiliki ingatan tentangnya.

Tunggu, simpan dulu pertanyaan itu yang jelas darah yang mengucur dari punggung anak itu mengucur semakin deras. Itu bisa jadi membuatnya kehilangan banyak darah.

"Aku harus segera menyelamatkannya!"

Setelah bersusah payah menyeret tubuh anak laki-laki yang terasa lebih besar dan berat darinya itu, Arletta langsung bergegas mencari-cari kotak obat di seluruh laci almari. Setelah beberapa saat mencari, Arletta segera kembali ke ranjang. Ia mendaratkan bokong di sisi ranjang. Ditatapnya si anak laki-laki yang tidur dengan posisi terlungkup.

Tanpa pikir panjang, ia langsung menggunting baju si anak laki-laki, membiarkan punggung polos yang tampak dipenuhi darah itu terpampang nyata. Arletta kecil buru-buru mengambil air untuk membersihkan luka bekas panah itu. Ia melakukannya dengan cepat sebelum darah si anak laki-laki semakin banyak yang keluar. Lantas, Arletta kecil segera menaburkan obat bubuk pada lukanya, lalu membalutnya dengan kain kasa, melingkar sampai ke dada.

Bukan hal sulit, itu adalah sebagian dari pekerjaannya memang di bidang obat-obatan. Arletta juga sangat tertarik dengan ilmu kedokteran. Sayangnya, keluarganya tidak mendukung. Malah membiarkan Arletta tumbuh dan berkembang di lingkungan hidup yang sangat keras. Selesai mengobati luka si anak laki-laki, Arletta kecil segera membaringkan anak itu ke ranjang dengan bertelanjang dada. Tidak benar-benar dalam telanjang dada karena sebagian dadanya tertutup lapisan kain kasa yang ia gunakan untuk menahan luka.

Setelah membereskan kotak obat dan membuang pakaian si anak laki-laki ke bak sampah, Arletta kecil segera membersihkan diri karena tubuhnya sangat kotor. Namun, ia lupa membawa handuk. Walhasil, ia pun berjalan dengan tubuh polos keluar dari kamar mandi.

Lagipula, anak laki-laki itu masih tak sadarkan diri, pikirnya.

Arletta dengan tubuh polos berdiri dengan sangat percaya diri di depan lemari pakaiannya yang sangat banyak. Tanpa berlama-lama, ia segera memilih satu setelan pakaian dress yang paling sederhana. Tidak ada celana di dalam sini, kecuali dalaman. Jadi, dengan sangat terpaksa ia harus menggunakan pakaian yang menurutnya sangat aneh.

Gadis kecil itu mulai memakai pakaiannya. Awalnya, tidak ada masalah, sampai tiba di mana Athea hendak menaikkan resleting di bagian punggungnya. Tangan mungilnya kesusahan menjangkau resleting yang tadi ia turunkan terlalu ke bawah sehingga sulit terjangkau.

Di saat ia kesulitan itu, tiba-tiba ia merasakan sebuah pergerakan dan sentuhan samar menerpa kulit punggungnya. Arletta diam membeku ketika tatapannya refleks menghadap kaca di depannya. Bukan kaget dengan penampilan barunya yang tampak sangat feminim dan tubuh gadis kecil yang sangat cantik ini. Namun, karena kehadiran seorang anak laki-laki yang tampak membantunya menaikkan resleting dari belakang. Anak laki-laki yang lebih tinggi nyaris tiga puluh senti darinya.

Tatapan penuh keterkejutan Arletta dan si anak laki-laki jatuh pada bayangan mereka. Kedua mata mereka berserobok untuk beberapa saat sebelum akhirnya kedua mata Arletta terpejam erat dan gadis itu menarik napas panjang sebelum akhirnya mengeluarkan suara melengking yang memekakkan telinga.

"Aaa ...!!!"

***

"Aaa!"

Pekikan Arletta membuat Alaric terbangun. Pria yang sedari tadi tiduran di sisi ranjang itu dibuat terkaget-kaget ketika melihat Arletta yang masih dalam posisi mengigau dengan keringat yang membahasi keningnya.

Dengan khawatir, pria itu memeriksa suhu tubuh Arletta. Masih panas. Tepat ketika Alaric menempelkan kain basah yang baru di kening Arletta, kedua mata wanita itu membelalak lebar dengan napas tersengal-sengal. Kedua mata Arletta beradu pandang dengan Alaric. Untuk beberapa saat, pandangan mereka saling terkunci satu sama lain. Hingga akhirnya Arletta mengerutkan kening karena menyadari ada korelasi dari mimpi yang baru ia alami dengan sosok yang ia lihat.

"Itu adalah kau."

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang