28. Pria Klan Api

3.6K 259 10
                                    

"Siapa kalian?" tanya sosok pria berambut merah menatap tajam sosok Alaric dan Arletta bergantian.

Melakukan sedikit pergerakan, pria berambut merah itu langsung dibuat memakik kesakitan karena merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Sejenak pria itu terdiam, keningnya mengerut saat mencoba mengingat sesuatu. Lantas ia kembali mendongak, tatapan tajamnya jatuh pada sosok Arletta.

Ada sebuah aura kebencian yang terpancar dari sorot tajam itu. Seolah mereka memiliki dendam yang sangat besar di masa lalu atau kehidupan sebelumnya. Namun, masalahnya mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.

Hati lembut Arletta jelas langsung mampu merasakan ketidaksukaan di mata itu. Pria itu bahkan tidak mengindahkan keberadaan Alaric sama sekali. Tatapannya benar-benar menusuk Arletta hingga membuat wanita yang tengah membawa nampan berisi obat luar itu kebingungan.

Tentu sikap tidak sopan yang dilakukan pemuda asing itu membuat Alaric balik menatapnya tak kalah sengit. Bagaimana mungkin seorang pria tidak marah ketika wanitanya sudah bersikeras menolong seseorang tetapi malah mendapatkan pelototan seperti itu. Jangankan Arletta, Alaric pun bisa menangkap sinyal tanda bahaya yang penuh akan api kebencian terpercik dari tatapan itu.

"Tuan, bagaimana keadaan Anda?" cicit Arletta berusaha mencairkan suasana.

Meski terasa canggung, Arletta tetap memaksakan senyum. Liriknya sekilas obat yang ada di nampan, ragu-ragu untuk mengantarkannya. Jangankan mendekat, untuk membalas tatapan tajam itu saja Arletta sudah tidak punya nyali.

Wajahnya sangat menyeramkan!

"Turunkan tatapanmu itu Tuan, atau aku akan menusuknya karena tidak sopan kepada wanitaku."

Arleta membelalak ketika mendengar suara berat dan tajam Alaric. Sontak ia menoleh dengan tatapan horor. Benar saja, dia itu sudah mengeraskan rahang. Bahkan urat-urat di tangannya tampak mengeras bersamaan dengan tangan yang semakin mengepal bersiap untuk menyerang.

Alih-alih gentar dengan ancaman yang dilontarkan Alaric, si rambut merah malah balas menatap tajam tanpa takut. Sungguh definisi bunuh diri sesungguhnya. Entah apa yang dipikiran si rambut merah dan sebesar apa latar belakang yang dimilikinya, sehingga berani menantang Alaric sedemikian rupa.

"Siapa kau beraninya menyuruhku? Tak ada seorangpun yang boleh memerintahku kecuali Elroy."

Jawabannya dilontarkan si rambut merah terdengar sangat aneh di telinga Arletta dan Alaric. Berbeda dengan Arletta yang masih dipenuhi tanda tanya di kepalanya, Alaric justru sudah kehilangan kesabaran. Tanpa pikir panjang Alaric langsung menghunus pedangnya ke arah si rambut merah.

Belum sempat memberikan ancaman, tiba-tiba pedang di tangan Alaric terpental begitu saja. Jelas hal itu membuat Alaric dan Arletta cukup terkejut. Bahkan kedua orang itu dibuat segera bersiaga karena si rambut merah mengeluarkan api dari kedua tangannya.

Dengan sedikit mendesis kesakitan si rambut merah bangkit dari posisi duduknya. Ia bangkit dengan mata melotot tajam.

"Klan Air, harus mati!" teriak si rambut merah lantang.

Tatapan pria itu jatuh kepada Arletta dan segera berlari untuk menyerangnya. Namun, belum sempat niatnya terealisasikan, Alaric dengan beraninya maju dan menendang dada si rambut merah. Tendangan itu telah membuat si rambut merah langsung jatuh terlindung ke belakang dan membuat api di kedua tangannya lenyap. Agaknya pria itu memang tengah berada di titik terendahnya.

"Sudah hampir mati saja masih belagu," cibir Alaric memasang badan di depan Arletta.

Tangan kekarnya terulur untuk sedikit mendorong kereta agar pergi ke belakang atau keluar sekalian. Namun, bagi orang yang mampu mengeluarkan api dari kedua tangannya, jelas sudah memberikan gambaran bahwa latar belakang yang dimilikinya bukan hal yang biasa. Hal itu membuat hal menarik semakin berhati-hati untuk memberikan serangan dan pertahanan.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang